Ramadhan sebentar lagi berlalu, bulan suci yang sangat dinantikan umat muslim sedunia. Rasanya begitu cepat akan berakhir di tahun ini. Atau, jangan-jangan aku saja yang merasa sia-sia karena tidak memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan dan tidak seperti di pesantren dulu. Ladang pahala dan kesempatan membakar dosa yang sangat terbuka. Aku sia-siakan dengan alasan duniawi, yang agaknya terlihat tidak masuk akal jika hanya sekedar untuk meninggalkan ibadah yang pahalanya berlipat ganda dari bulan biasanya.
Tentu, ketika sedang ada di masa sibuk dengan pekerjaan, kita terlena karena rasa capek dan lelah bekerja. Sehingga untuk beribadah salat tarawih misalnya atau tadarus Al-Qur’an jadi bukan prioritas lagi saat Ramadhan. Sungguh tersesat. Dari sini, aku merindukan momen ketika masih di pondok pesantren yang semuanya tertata dengan baik, apalagi saat Ramadhan.
Ramadhan di Pesantren
Salah satu kegiatannya yang hanya ada pada bulan Ramadhan di pondok pesantren dulu, yaitu ngaji pasaran. Kitab-kitab yang akan kita pelajari selama bulan Ramadhan biasanya ada dua kitab yang kami khatamkan selama kurang lebih dua puluh hari. Dua kitab itu akan dibacakan oleh guru dan disimak oleh santri sembari memaknainya pada waktu setelah tarawih dan setelah salat subuh berjamaah.
Dulu di pondok, santrinya sangat antusias ketika mengkaji kitab Qurotul Uyun atau Fathul Izar. Jadwal ngaji pasaran untuk kitab yang berisi sex education ini dimulai setelah tarawih sehingga santri tidak mengantuk. Sebaliknya, saat ngaji pasaran di waktu subuh, kitab yang dikaji adalah kitab Ta’lim, tentunya saya sendiri, sangat sedikit menyimak sekaligus memaknai kitabnya. Malahan, banyak yang tidur ketika ngaji pasaran di waktu subuh.
Adapun kegiatan lain yang pada bulan selain Ramadhan pun tetap dilakukan adalah piket masak. Namun, piket masak ketika Ramadhan memiliki beban ganda, karena harus menyiapkan santapan untuk berbuka puasa dan sahur plus mencuci piring. Bukan hal yang mengejutkan untuk para santri dalam dunia perdapuran. Santri memang diajarkan untuk hidup bersama dan saling membantu.
Perihal masak-memasak pada bulan Ramadhan, menjadi sangat urgen dan gupuh. Karena, memikirkan menu yang harus berganti setidaknya dalam satu minggu ada tiga menu yang berbeda. Para santri dituntut untuk berkreasi akan bahan makanan dan minuman yang tentunya segar nan menyehatkan. Kendala yang dialami saat memasak di dapur bersama adalah soal selera dan bumbu masaknya. Apalagi santri berasal dari berbagai daerah. Kendati demikian, santri yang berasal dari berbagai daerah tersebut justru menambah kreasi menu masakan dan lebih variatif.
Kegiatan Ramadhan
Kegiatan bersama lainnya adalah tarawih berjamaah. Bagi santri putra, tentunya harus mempersiapkan diri untuk bisa menjadi imam saat tarawih. Menanti jadwal sebagai bilal dan imam tarawih yang setiap harinya bergantian. Suara yang lantang dan ciamik jadi favorit kami, santri putri, untuk mendengar dengan antusias suara bilal. Barang tentu, kami juga menanti siapa yang akan menjadi imamnya, karena akan berdampak pada durasi (cepat atau tidaknya) tarawih malam itu.
Di samping itu, kultum santri, kegiatan yang juag rutin dilakukan saat Ramadhan. Setelah tarawih berjamaah, santri wajib mendengarkan kultum terlebih dahulu sebelum tadarus Al-Qur’an. Kultum santri sudah dijadwalkan oleh pengurus ubudiyah, jadi santri hanya perlu mempersiapkan diri beserta materi yang akan disampaikan saat sesudah tarawih.
Untuk materi kultumnya sudah pasti, harus yang berkaitan dengan Ramadhan. Sumbernya bisa dari Al-Qur’an dan Hadis, atau dari amalan-amalan dan dawuh ulama. Kultum yang diberikan maksimal 10 menit dan minimal 7 menit karena namanya juga kultum.
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: Rilis.id
Comments