Hai, Millenialis!

Siapa sih yang enggak pernah nonton film? Pastinya enggak ada dong. Film bahkan bisa menjadi hiburan paling alternatif, intim sekaligus murah, bahkan bisa ditonton dirumah kalau kamu udah punya file-nya, sehingga kamu enggak perlu pergi ke bioskop. Ngaku deh kalau enggak ngapa-ngapain pasti kerjaannya di rumah atau di kost cuma goleran sambil nonton film.

Film Coming-age

Banyak banget genre-genre film salah satunya yaitu film coming-age. Coming-age sendiri adalah proses ketika kita memasuki kehidupan orang dewasa atau kehidupan dengan level yang lebih tinggi. Biasanya nih, film-film coming-age punya sisi nyelekit masing-masing karena tahu banget permasalahan di usia labil. Di sini, Millenialis mau ngasih tau apa aja film coming-age yang cocok ditonton sesuai umur kamu!

Eight Grade (2018) : 10-15 Tahun

Eight Grade adalah film yang diproduksi studio A24, di mana film ini menceritakan tentang kisah Kayla, gambaran seorang gadis yang baru mau mengakhiri kelas delapannya dan permasalahannya dengan teman, media sosial, hingga ayahnya yang merupakan orangtua tunggal.

Sebagai generasi yang mengalami perkembangan teknologi smartphone sangat pesat seperti sekarang, menurut penulis, film ini cocok banget buat anak anak berumur segitu di jaman ini karena Snapchat, Vlog, Instagram, dan how your sociality handle your life with that tersaji di film ini, dan itu sangat relatable sama kehidupan sekarang.

Yang penulis suka dari film ini adalah film ini secara ‘tega’ menghadapkan realitas-realitas yang menyakitkan ke Kayla dan kerennya, Kayla yang diperankan oleh Elsie Fisher ini enggak punya badan yang katanya body goals dan wajah mulus bak porselen. Goks.

Lady Bird (2017) : 17-19 Tahun

Berasal dari studio yang sama dengan film Eight Grade, A24. Film dengan peran utama yaitu Lady Bird sebagaimana judulnya, diperankan ole Saorsie Ronan (penulis suka banget nih sama dia) lebih menyajikan konflik menjelang masuk kuliah, permasalahan remeh-temeh antara ibu dan anak dengan kemasan yang sampai membuat kita jadi berpikir ‘ih bener banget’ hinga cerita seorang softboi yang hobi baca buku sastra dimana dia akan menjadi crush kamu.

Berbeda dengan Eight Grade yang punya porsi menyenangkan sedikit, Lady Bird mengajak kamu tertawa atas kebohongan-kebohongan kecil kamu di masa SMA dan kenyataan mengenai susahnya mencari kuliah. Chemistry yang terlampau baik antara Ronan dan Laurie Metcalf yang menjadi ibu Lady Bird bakal bikin kamu geregetan banget. Jangan heran kalau enggak sedikit nominasi yang digondol oleh film yang disutradarai oleh Greta Gerwig ini.

Twenty (2015) : 20-25 Tahun 

Jika tadi kita sudah menjelajahi film Hollywood, sekarang mari kita tengok industri perfilman Korea dengan film coming-age nya. Buat kamu yang berumur 20 tahun atau umur yang katanya quarter-life crisis alias 25 tahun, film ini bisa menjadi rekomendasi kamu untuk mereflesikan atau menertawakan hidup kita yang selalu kita rasa “kok begitu-begitu amat”.

Dengan tiga trio yang akan menemani kamu di film ini terdiri atas Kang Ha-neul, Kim Woo-bin dan Junho 2PM yang mempunyai cita-cita dan idealisme masing-masing namun terkadang berbanding terbalik dengan realita yang dihadapi. Ketiganya mengalami naik turun kehidupan (terutama percintaan) di masa transisi dari remaja menuju orang dewasa yang siap akan segala kondisi. Dengan tiga tokoh yang memiliki latar belakang hingga sifat yang berbeda, kamu diajak makin dekat dengan para tokoh.

Overall, sebagai film coming-age Twenty mampu membuat kamu menanyakan kembali, sebenernya apa sih tujuan kamu selama ini?

Tiga Hari Untuk Selamanya (2007): 26-30 Tahun 

Salah satu film yang membuat penulis jadi berpikir, apakah ini hasilnya kalau Petualangan Sherina versi dewasa dicampur oleh film Kulari Kepantai? Road movie yang apik ini merupakan persembahan dari duo produser dan sutradara kenamaan Indonesia siapa lagi kalau bukan Mira Lesmana dan Riri Riza.

Sebuah perjalanan antara dua orang saudara sepupu, Ambar (Adinia Wirasti) dan Yusuf (Nicholas Saputra) pergi dari Jakarta ke Jogja untuk mengantarkan set piring tradisi keluarga untuk malam midodareni kakak Ambar sekaligus menghadiri pernikahannya. Berbeda dari tiga film sebelumnya, Tiga Hari Untuk Selamanya (untuk seterusnya akan disebut 3HUS) membuat kita mempertanyakan apa itu keluarga, pernikahan dan cinta lokasi yang bisa dikatakan irrasional.

Film ini jujur dalam bertutur. Tidak perlu cinta yang menye untuk menggambarkan romantisme antara Yusuf dan Ambar pada akhirnya. Membicarakan film 3HUS belum lengkap jika tidak menyinggung album Float yang begitu luar biasa hadir di film ini. Bikin penulis terngiang ngiang apalagi dengan lagu Sementara, duh.

***

Bagaimana? Siap untuk merasakan transisi kehidupan lewat empat film rekomendasi ini? Jangan lupa siapkan kantung tertawa, nostalgia bahkan kalau mau sekotak tissue boleh banget kok. Selamat menyaksikan!

Penulis: Saraswati Nur D.

Ilustrator: Ni’mal Maula