Beberapa tahun lalu, sebelum kita disuguhkan dengan acara-acara TV yang tidak jelas, kita pernah disuguhkan oleh beberapa acara TV yang cukup berkualitas. Kritis, nakal, dan menggelitik, adalah tiga kata yang pantas menggambarkan acara ini. Tidak ada eksploitasi kesedihan, drama-drama tidak jelas, atau gimmick-gimmick tidak perlu. Ya selain karena pengisi acaranya kebanyakan adalah seniman, bukan selebritis, temanya juga politis, jadi tidak perlu gimmick-gimmick ala standar acara TV. Acara TV yang dimaksud adalah acara Republik Mimpi (News dot Com), yang pernah tayang di Metro TV. 

Republik Mimpi ini sebenarnya adalah sebuah konsep acara parodi negara fiktif, yang muncul sebagai media kritik terhadap pemerintahan SBY di periode pertama. Republik Mimpi sendiri menceritakan kota Yaharta (plesetan dari Jakarta), yang dipimpin oleh presiden Si Butet Yogya (SBY), diperankan oleh Butet Kertaradjasa. Sementara wakil presiden, dimainkan oleh Jarwo Kwat (JK) yang menggantikan Kelik Pelipur Lara. Tidak hanya SBY dan JK, para pemain yang lain juga memerankan beberapa politisi dan tokoh bangsa seperti Soeharto, B.J. Habibie, Megawati, dan Gus Dur. Orang dibalik acara ini tidak lain dan tidak bukan adalah Effendi Ghazali, seorang pakar komunikasi politik.

Acara Republik Mimpi ini dibawakan oleh dua orang pembawa acara, Anya Dwinov dan Olga Lidya. Anya sendiri berperan sebagai Sekretaris Resmi Presiden SI Butet Yogya, sedangkan Olga sebagai Utusan Khusus Presiden Untuk Masalah yang Mengalami Kebuntuan (Usus Buntu). Tokoh-tokoh lain yang juga pernah hadir di Republik Mimpi adalah Iwel Sastra, Yusril Izha Mahendra, dan Tukul Arwana. Ibarat tim basket, acara Republik Mimpi ini bisa disebut dengan “The Dream Team” dalam sebuah acara TV.

Konsep Acara Republik Mimpi 

Seperti halnya acara parodi lain, Republik Mimpi menyuguhkan sebuah situasi tentang bagaimana ribetnya para pejabat dan pemimpin negara ini dalam menghadapi sebuah isu. Tentu dibawakan dengan ringan, nakal, dan kritis oleh para pemain yang berperan di Republik Mimpi. Di acara itu, kita juga bisa lihat betapa nakalnya seorang Butet mengenai situasi politik, dan ketersinggungan saat itu masih cukup rendah, tidak seperti sekarang. Ada, sih, yang tersinggung, salah satunya Menteri yang menjabat saat itu tersinggung dengan acara ini. Ya beruntungnya acara ini masih jalan dan tidak takut disomasi pejabat.

Meskipun Republik Mimpi tidak berjalan panjang, seperti acara TV lainnya, setidaknya Republik Mimpi berhasil memberikan satu pengingat, bahwa kita sangat bisa menyampaikan kritik dengan cara apa pun, dan dengan media apa pun. TV juga saat itu menjadi media kritik paling menyenangkan, tanpa ada tuduhan kadrun atau cebong, satu atau dua, juga tidak perlu takut dilaporkan, atau bahkan dibredel. Tapi ya itu dulu, ketika populasi orang tersinggung masih sedikit. Kalau sekarang, mungkin ceritanya berbeda. Mungkin juga karena dulu oposisinya kuat, demokrasinya jadi agak menyenangkan, tidak seperti sekarang.

Acara TV Sebagai Media Kritik

Kita itu sebenarnya butuh media kritik yang lebih luas. Acara seperti Republik Mimpi ini bisa jadi solusi, mengingat rezim saat ini sama lucunya dengan rezim sebelumnya. Jadi, seharusnya ada salah satu TV, apapun itu, yang punya program seperti ini, atau kalau bisa Republik Mimpi dihadirkan lagi saja. Tapi ya masalahnya tetap saja ketersinggungan. Belum lagi para buzzer dan die hard fans politisi atau rezim yang seakan buta mata buta hati, menutup diri dengan kritik, yang apa-apa lapor, apa-apa lapor. Jadinya memang tidak menyenangkan, ketika kita tidak leluasa untuk mengkritik rezim, sedangkan rezim sangat leluasa untuk berbuat semaunya.

Ketika populasi orang yang mudah tersinggung masih cukup sedikit, kita memang mudah dan leluasa untuk menyampaikan kritik, apapun bentuknya. Republik Mimpi adalah salah satu bentuk kritik terhadap rezim saat itu. Coba kalau Republik Mimpi ada lagi sekarang, saya bisa jamin, bahwa hampir semua pemain di Republik Mimpi dilaporkan dengan tuduhan penghinaan lah, mencemarkan nama baik lah, macam-macam pokoknya. Padahal, saya sudah punya bayangan lho siapa saja yang akan memerankan para politisi, tapi ya tidak perlu disebut dulu deh, takut ada yang tersinggung. Ya kita tahu sendiri kan, bagaimana mudahnya orang zaman sekarang melaporkan sesuatu gara-gara ada UU ITE sialan itu.

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: Inside Indonesia