Apakah kawan-kawan yang membaca tulisan ini termasuk peserta didik entah itu dalam skala perguruan tinggi atau sekolah? Kalau iya, apakah teman-teman pernah berpikiran bahwa tujuan dari pendidikan adalah bekerja untuk mendapatkan uang dari hasil jerih payah?

Kalau kalian termasuk dari orang-orang yang menganggap pendidikan adalah untuk bekerja di relasi upahan zona produksi -entah itu bekerja dalam perusahaan BUMN maupun swasta- yang substansinya bekerja untuk mendapatkan upah atas pekerjaan yang telah diselesaikan tentunya dalam domain mekanisme pasar, maka tulisan ini saya dedikasikan untuk kalian!

Pendidikan kita erat kaitannya dalam corak ekonomi kapitalistik dimana mekanisme pasar dan relasi upahan adalah cirinya. Seakan-akan di sepanjang sejarah umat manusia, pasti akan selalu ada mekanisme pasar dan orang yang diberikan upah. Padahal asal kalian tau saja, mekanisme pasar sebagai paksaan dan bekerja dalam relasi upah hanya ada di dalam salah satu tahapan sejarah. Ingat tahapan sejarah bukan di sepanjang sejarah manusia. Tidak percaya? Mari kita buktikan.

Salah Satu Prasyarat Lahirnya Kerja Upahan dalam Ranah Produksi

Dalam struktur ekonomi produksi kapitalistik, ada dua kelas yang saling berlawanan. Ialah kelas kapitalis (pemilik sarana produksi) dan kelas proletariat (kelas yang tidak memiliki apa-apa, selain dari tenaga kerjanya). Seperti disinggung sebelumnya, kalau kalian hanya memikirkan bahwa bekerja untuk mendapatkan upah (sebagai konsekuensi logis karena kalian hanya mempunyai tenaga kerja termasuk didalamnya pengetahuan dan skill) maka kalian akan termasuk kelas proletariat.

Kedua kelas dalam ranah produksi itu tidak lahir dari awal dunia ini ada, tetapi hanya sebagai kelas yang ada dalam sistem kapitalisme. Dalam tulisan Lenin yang dimuat di Marxists.org berjudul “Tiga Sumber dan Tiga Komponen Marxisme”, Lenin menjelaskan bahwa kapitalisme menjadi corak produksi dominan karena salah satu prasyaratnya adalah modal yang ada dalam produksi skala besar. Ia menggantikan petani kecil jatuh dan berantakan disebabkan karena kalah bersaing dengan produksi skala besar. Seperti dikatakan Lenin dibawah ini:

“Modal, yang sebenarnya terbentuk dari hasil kerja para pekerja, justru menghantam para pekerja, memporakporandakan para pemilik modal kecil dan menciptakan barisan pengangguran. Dalam bidang industri, kemenangan produksi berskala besar segera tampak, tetapi gejala yang sama juga dapat dilihat pada bidang pertanian, di mana keunggulan pertanian bermodal besar semakin dikembangkan. Penggunaan mesin-mesin pertanian ditingkatkan, mengakibatkan ekonomi para petani kecil terjebak oleh modal-uang, kemudian jatuh dan hancur berantakan disebabkan teknik produksi yang kalah bersaing. Penurunan produksi berskala kecil mengambil bentuk-bentuk yang berbeda dalam bidang pertanian, akan tetapi proses penurunan itu sendiri merupakan suatu hal yang tidak terbantahkan.”

.

“Dengan menghancurkan produksi berskala kecil, modal mendorong peningkatan produktivitas kerja dan menciptakan posisi monopoli bagi asosiasi kapitalis besar. Produksi itu sendiri menjadi semakin sosial – ratusan ribu, bahkan jutaan pekerja di-ikat dalam suatu organisme ekonomi reguler – tapi hasil dari kerja kolektif ini dinikmat ioleh sekelompok pemilik modal. Anarki produksi, krisis, kekacauan harga pasaran, serta ancaman terhadap sebagian terbesar anggota masyarakat, semakin memburuk.”

Inilah yang bisa menjadi salah satu asal usul adanya sistem kapitalisme. Dimana orang-orang yang tidak lagi bekerja dalam bidang pertanian harus menjadi pekerja (kelas proletariat). Ini juga sebagai pembuktian bahwa bekerja dalam relasi upahan saat ini hanya ada dalam tahapan sejarah bukan di sepanjang sejarah. Seperti yang dikatakan baginda Marx di suratnya yang ditujukan ke J. Weydemeyer. Dalam tulisan yang ditulis Joge Martin berjudul “David Harvey against revolution: the bankruptcy of academic Marxism”. Marx  menulis:

“[Bagi saya sendiri, tidak ada penghargaan karena menemukan keberadaan kelas-kelas dalam masyarakat modern ataupun perjuangan di antara mereka. Jauh sebelum saya, para sejarawan borjuis dan para ekonom borjuis telah menggambarkan perkembangan historis perjuangan kelas ini. Apa yang saya lakukan yang baru adalah untuk membuktikan: (1) Bahwa keberadaan kelas hanya terikat dengan fase historis tertentu dalam pengembangan produksi (historische Entwicklungsphasen der Production). (2) Bahwa perjuangan kelas harus mengarah pada kediktatoran dari proletariat. (3) Bahwa kediktatoran ini sendiri hanya merupakan transisi menuju penghapusan semua kelas dan ke masyarakat tanpa kelas.”(Marx to J. Weydemeyer di New York, 5 Maret 1852).

Pendidikan yang Membebaskan

Untuk itu sudah saatnya, dalam kepala kita tidak lagi hanya berisi bahwa tujuan lulus sekolah atau perguruan tinggi adalah bisa bekerja dan dibayar. Apalagi menganggap ini selalu ada dari zaman nabi Adam sampai kiamat datang.  Tujuan pendidikan adalah pembebasan atas kondisi eksploitasi dalam ranah pra produksi ataupun di ranah produksi.

Penting menjadi catatan: Pernahkah kita berpikir bahwa mengapa perusahaan hanya membayarkan upah kita di dalam ranah produksi? Tetapi tidak memikirkan alih-alih membayarkan hasil jerih payah kita saat sebelum bekerja (biaya pendidikan misalnya) untuk meningkatkan skill dan pengetahuan yang digunakan oleh para bos-bos kita tempat kita bekerja nanti sebagai cara untuk memperkaya dirinya atau para kroninya.

Mari kita mulai mengubah paradigma dalam melihat tujuan pendidikan dan orientasi pendidikan ke depan.