Siapa yang prnah mainke toko buku bekas? Sejak dulu, saya cukup senang membaca. Saya memang bukan tipikal orang yang selalu menyelesaikan dua hingga tiga judul buku tiap bulannya. Namun, jika harus mengisi kolom hobi dalam biodata, sudah saya pastikan bahwa kegiatan “membaca” yang pertama tertulis di sana.

Kesenangan terhadap kegiatan membaca mengantarkan saya pada mimpi untuk memiliki perpustakaan pribadi. Membaca memang menyenangkan, tapi sekaligus “mengoleksi” akan memberikan kepuasan lebih. Demi mewujudkannya, saya mulai melakukan petualangan berbelanja buku. Membeli buku-buku yang menarik, membaca, lalu mengoleksinya.

Sayangnya, kegiatan belanja buku pun bukan hal yang mudah dilakukan. Pertama-tama, tidak ada toko buku di kabupaten tempat saya tinggal, yakni Kabupaten Pacitan. Kalaupun ada, pasti hanya jualan buku paket dan LKS siswa. Masa iya, saya koleksi buku pelajaran? Dari pada koleksi, mending jadi agen sekalian biar cuan. Tapi kan, tujuan saya bukan itu.

Karena tidak ada toko buku, jadi perburuan buku hanya bisa saya lakukan di bazar. Beruntung, meski jarang, kabupaten saya itu masih terjamah bazar buku. Diskon ala bazar juga cukup menyelamatkan kantong dari kekeringan. Sayangnya, bazar buku seringkali hanya menggandeng satu penerbit yang sama tiap tahunnya. Alhasil, setelah beberapa kali bazar, saya tidak bisa menemukan judul buku yang menarik lagi.

Selain bazar, sebenarnya belanja buku bisa dilakukan lewat e-commerce. Tapi, tentu saja, harga yang dibanderol untuk buku baru dan original cukup mahal. Belum ditambah dengan ongkos kirimnya. Haduh, bisa ludes jatah jajan dan uang tabungan saya. Akhirnya, mau tak mau, keinginan berbelanja pun saya batasi. Bahkan, hingga kemudian saya berkuliah di Kabupaten Ponorogo, saya masih jarang membeli buku. Memang ada toko buku dan bazar lain di sini, tapi pilihannya tidak terlalu banyak juga.

Sampai pada satu waktu, seorang teman dekat yang baru selesai ikut program volunteer di Jogja mengenalkan saya pada sebuah toko buku bekas. Eits, jangan langsung meremehkan hanya karena tersemat kata “bekas” di sana. Perkenalan dengan toko buku bekas inilah yang akhirnya membangkitkan impian masa kecil saya, sekaligus melanjutkan perburuan buku yang sempat lama tertunda.

Selayaknya barang bekas, harga buku-buku di toko ini tentu terhitung jauh lebih murah. Selama pengalaman berbelanja, saya bisa mendapatkan satu buku menarik dengan harga di bawah Rp50 ribu. Bahkan, dengan jumlah uang yang sama, beberapa kali saya bisa mendapatkan dua buku. Jika melakukan pembelian dalam jumlah banyak pun, pemilik sering memberikan surprise dalam paket belanjaan saya, entah itu dalam bentuk tambahan buku lain atau potongan harga. Sangat bersahabat dengan kantong mahasiswa, bukan?

Meski demikian, tidak jarang pula ada buku bekas yang masih punya nilai jual yang tinggi. Tentu, ini erat kaitannya dengan keunikan dan kelangkaan karya tersebut. Sebut saja misal, karya-karya Pramoedya Ananta Toer saat cetakan awal. Kalaupun Anda menemukannya di toko ini, sudah pasti harganya bikin geleng-geleng kepala.

Mungkin, kalian juga cukup khawatir dengan label “bekas” yang ditawarkan. Tapi, tenang saja. Buku yang dijual di sini masih dalam kondisi sangat layak, kok. Beberapa lembarannya kadang memang sedikit menguning, bernoda, atau berbekas stempel dan coretan. Overall, itu nggak mengurangi substansi dari buku itu sendiri. Saya justru senang saat beberapa kali menemukan jejak tersebut di dalam buku, entah itu coretan atau notes yang sengaja diselipkan oleh pemilik sebelumnya. Rasanya seperti mengetahui sedikit perjalanan panjang si buku hingga akhirnya sampai di tangan saya.

Semenjak kenal dengan toko buku ini, saya sudah sangat jarang beli buku baru. Bahkan, kalau pun ingin membeli satu judul tertentu, saya akan coba cari bekasnya dulu. Jika memang tidak ada, barulah saya mempertimbangkan untuk membeli yang baru. Itu pun seringkali tidak terjadi karena saya masih “ngarep” ada yang jual bekas dengan harga lebih terjangkau, hehe. Bisa dibilang, toko buku bekas adalah destinasi belanja buku yang paling ramah di kantong saya. 

Oiya, barangkali di antara kalian ada yang penasaran dengan tokonya, saya dengan senang hati akan memberitahunya. Namanya, Massa Aksi. Sebenarnya, mereka tidak hanya jualan buku bekas saja, beberapa koleksinya masih rapi tersegel alias baru. Kalian bisa mengintip koleksinya lewat akun Instagram @massa_aksi_yk. Tapi, jika kalian kebetulan berada di Jogja, saya sarankan mampir langsung ke toko offline mungil mereka.

Editor : Ciqa

Gambar: Tempo Institute