Dimarahi oleh orang tua bukanlah hal yang baru. Dituntut untuk menjadi anak yang patuh, cerdas, pintar juga bukan berita lama. Dibanding-bandingkan dengan anak tetangga pun sudah menjadi rutinitas. Meskipun kadang apa yang dilihat oleh ayah dan ibu kita belum tentu sama dengan kelakuan di baliknya. Inikah yang disebut toxic parent?

Akan tetapi, yah..namanya juga orang tua. Di balik omelan dan sindirannya, ada beribu harapan dan doa untuk anaknya. Harapan dan keinginan yang kuat agar anak-anaknya dapat meraih mimpi mereka dan bisa melampaui tingkat pendidikan orang tuanya.

Ditegur dan dimarahi bisa dipicu karena beberapa alasan, salah satunya bisa jadi karena kita melanggar sesuatu atau tidak menaati aturan yang ada. Tetapi kalau kita dimarahi karena alasan yang tidak jelas, bukankah itu menyakitkan?

Bicara soal toxic, mungkin sudah sering kita dengar. Ada pertemanan toxic, relationship toxic, toxic people dan masih banyak lagi. Bagaimana dengan toxic parent? Sedikit banyak orang masih meragukan ini atau bahkan tidak sadar, karena orang tua adalah orang yang sangat berjasa dan rela melakukan apa saja untuk anaknya.

Kita bisa hadir di dunia ini tentu saja karena orang tua, bisa makan, sekolah, kuliah pun juga karena kerja keras orang tua. Tidak ada yang bisa dimungkiri bahwa orang tualah alasan kita dapat bersiap dan bertahan dari kerasnya dunia ini. Tetapi, bisa jadi orang tualah yang justru menakut-nakuti kita akan masa depan dan mengikis mental kita secara perlahan.

Toxic Parent: Ingin Dipuji dan Dihargai

Hal yang paling sering kita alami dalam kehidupan sehari-hari adalah ketika orang tua membicarakan keburukan anaknya di depan orang lain. Terdengar biasa, toh biar si anak malu dan segera mengubah kebiasaan buruknya, betul?

Secara tidak sadar ini semua dapat mengurangi rasa kepercayaan diri sang anak. Anak menjadi mudah merasa rendah diri dan tidak berani memulai hal-hal baru. Dampak lanjutannya ialah banyak dari teman-teman kita yang malah sulit bicara di depan umum atau public speaking padahal kebanyakan orang tua ingin agar anaknya dapat mudah diterima kerja.

Apa salahnya sekali-kali memuji dan membanggakan anak sendiri? Tidak muluk-muluk, setidaknya beri kita sedikit rewards atas apa yang telah kita capai dan beri juga sedikit petuah agar kita bisa tetap lanjut berjuang dan menghasilkan sesuatu.

Seperti orang lain yang punya harga diri, anak pun juga punya harga diri yang ingin dihargai, bukan dilukai secara terus menerus.

Hal berikutnya yang dilakukan oleh ‘toxic parent’ adalah kata-kata mengancam yang kerap kali dilontarkan kapan saja dan di mana saja. “Baru disuruh aja kok ngeluh, gimana mama yang ngelahirin kamu?” “Kamu pengen mama cepet mati?”  Terdengar seram memang, tapi kalimat inilah yang tidak jarang didengar oleh teman-teman kita.

Beberapa pengalaman juga ada yang menceritakan bahwa ia kuliah dengan jurusan dan universitas yang dipilihkan oleh orang tuanya. Sekali lagi ini tidak salah, karena mungkin maksud orang tuanya ingin agar anaknya kuliah di kampus yang terkenal dan terpercaya. Akan tetapi, ketika itu bukan impian dan harapanmu, bukan passionmu, apakah kamu bisa diam saja?

*

Hidupmu, ya kamu yang menentukan, kamu yang memilih, kamu juga yang menerima segala resikonya. Ketika kamu mungkin di-sumpah-in nggak akan sukses atau nggak bakal jadi seperti apa yang mereka inginkan, itu bisa jadi pecutanmu buat tunjukkin ke mereka kalau kamu sebenarnya bisa sukses, bahkan bisa melebihi ekspetasi orang tuamu.

Keluarga adalah lingkup sosial pertama yang dipunyai seorang anak. Orang tua adalah guru pertama yang mereka lihat dan mereka jadikan panutan. Seiring bertambahnya umur seorang anak, mereka mungkin saja menyadari bahwa apa yang mereka teladani selama ini berbeda dengan kenyataannya.

Setiap kali orang tuanya mengatakan agar rajin beribadah, tetapi yang kita lihat dan alami malah sebaliknya, apa yang dapat kita teladani? Seorang anak akan lebih cepat mengikuti apa yang mereka lihat bukan apa yang mereka dengar. Meskipun dicecoki dengan berbagai macam nasihat bahwa kamu harus seperti ini seperti itu, tetapi realita yang mereka lihat berbeda dan sama sekali tidak ada manfaatnya.

Ya, mungkin beberapa anak bisa membedakan mana yang baik, yang bisa mereka contoh dan mana yang bukan.

Ada dan Nyata

Toxic parent itu ada dan nyata. Ada dalam artian, bisa jadi orang tua kita sebenarnya tanpa sadar melakukan hal itu dan kita melihat, mengalaminya sepanjang hidup kita. Putus rantai ‘toxic parent’ itu, jangan sampai anak-anak kita nantinya juga merasakan apa yang kita rasakan.

Buat agar anak-anak kita nantinya merasa bersyukur atas apa yang mereka punya dan merasa percaya diri atas setiap langkah yang mereka ambil. Nasihat tentu saja diperlukan, tetapi bukannya malah mengekang dan mendominasi pilihan yang mereka buat.

Teknologi semakin maju dan berkembang, seharusnya pemikiran atau mindset pun juga begitu bukan?