Hasil SNBP (Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi) telah resmi diumumkan. Sudah ada puluhan ribuan siswa yang secara meyakinkan berubah status menjadi mahasiswa. Sebagai guru yang pernah kuliah, selain ngasih ucapan selamat, alangkah lebih bermanfaat kalau saya juga memberi sedikit gambaran tentang dunia kuliah ke para calon mahasiswa baru yang beberapa di antaranya juga siswa-siswi saya di sekolah. Bukan bermaksud menggurui, tapi mewanti-wanti agar tak salah langkah selama menempuh pendidikan di kampus. 

Seperti yang sama-sama kita tahu, sistem belajar di kampus cukup jauh berbeda dengan sistem belajar di SMA. Jadi, perlu ada bekal agar para calon mahasiswa baru ini tak terjerumus ke jalan maksiat dunia kampus. Berikut saya coba uraikan beberapa mitos yang membudaya di dunia kampus. Calon mahasiswa baru harus tau biar nggak gampang dikibulin saat awal masuk.

Ospek Mempengaruhi Nilai Kuliah

Mitos yang pertama adalah ospek mempengaruhi nilai kuliah. Ospek atau orientasi studi dan pengenalan kampus biasanya dilakukan di minggu pertama perkuliahan. Ospek ditujukan untuk mahasiswa baru agar lebih mengenal lingkungan dan budaya kampus. Niatnya baik. Tapi fakta di Indonesia sering kali pelik. Ospek sering jadi ajang perpeloncoan dan ajang pamer para kakak tingkat (kating) gila hormat. Ajang pamer senior yang suka marah-marah. Serta ajang pamer para mahasiswa sok tau. Bukti sok taunya itu diterapkan dalam bentuk narasi-narasi bohong yang dijejali ke mahasiswa baru. Salah satunya adalah narasi ancaman kalau mahasiswa baru tak menjalani ospek dengan serius, maka di kemudian hari nilai kuliahnya akan bermasalah. 

Saya pastikan itu bohong dan mitos. Nggak usah dipercaya. Berdasarkan pengalaman saya, tak ada kaitannya ospek dengan nilai kuliah. Nilai kuliah ya didapat atas dasar keikutsertaan kita di mata kuliah tertentu. Selain itu, yang memberi nilai kuliah itu dosen, bukan mahasiswa senior yang jadi panitia ospek. So, ikuti ospek sebagaimana mestinya. Tak perlu terlalu takut dan tak perlu terlalu menggebu-gebu. Biasa saja. Sewajarnya saja layaknya orang yang ingin tahu lingkungan dan budaya kampusnya. Maka dari itu, karena nggak berpengaruh pada nilai, nggak usah takut-takut ke panitia ospeknya. Biasakan kritis. Tentu tetap perlu dihormati, tapi sewajarnya saja. Kalau panitia ospeknya mulai marah-marah nggak jelas dan mengancam nilai kuliah kalian, lawan atau tinggalkan. Nggak usah dipercaya itu. Pasti ngibul!

Organisasi Menentukan Kesuksesan di Masa Depan

Mahasiswa baru biasanya akan mendapat banyak tawaran organisasi. Organisasi-organisasi mahasiswa, baik intra maupun ekstra, seakan berburu mangsa ketika kedatangan mahasiswa baru. Mereka akan mencari kader-kader baru untuk organisasinya. Salah satu strategi mereka biasanya adalah menyebar mitos bahwa organisasi akan menentukan masa depan kalian menjadi sukses. Padahal, mereka sendiri belum tentu sukses. 

Menurut saya ini mitos. Sebab, kesuksesan bukan diukur dari kita ikut organisasi atau nggak. Kesuksesan itu ditentukan dari etos kerja dan kegigihan kita dalam belajar. Percuma ikut organisasi kalau cuma ikut-ikutan doang. Rapat cuma jadi pendengar. Ketika ada acara cuma jadi pelengkap. Nggak pernah ambil bagian penting di organisasi. Gitu ikut organisasi ngarep sukses. Ya mitos!

Selain itu, nggak ikut organisasi ketika kuliah itu juga bukan sebuah dosa. Bukan juga pertanda kalian nggak akan sukses. Misalnya, nggak ikut organisasi, tapi aktif secara akademik. Nilai bagus. Prestasi akademik melejit. Dapet perhatian profesional dosen. Diajak riset dosen. Dapat relasi berharga. Mosok gitu nggak sukses? 

Hal lain misalnya, nggak ikut organisasi, tapi sering ikut lomba dan juara di mana-mana. Uang hadiah dan bonus melimpah. Pengalaman kompetisi nggak main-main. Mosok gitu nggak bisa dibilang sukses?  

Jadi poinnya, organisasi bukan satu-satunya jalan menuju kesuksesan sebagai mahasiswa. Banyak jalan lain. Tentu saja ikut organisasi boleh-boleh saja. Tapi niatkan untuk belajar dan upgrade diri. Bukan hanya gaya-gayaan doang karena termakan mitos dari kakak tingkat. 

Kating Maha Benar

Biasanya, mahasiswa baru itu polos-polos (nggak semua memang). Masih meraba dunia kampus dan dunia mahasiswa. Wajar saja, karena mereka masih di era transisi dari siswa jadi mahasiswa. Karena kepolosannya itu, para kating alias kakak tingkat biasanya berlagak pintar dan sok intelek. Sering ngajak ngopi mahasiswa baru untuk diskusi seputar lingkungan kampus. Bahas sana-sini nggak jelas. Niatnya tak lain dan tak bukan hanya untuk caper dan nunjukin kalau dirinya lebih dulu jadi mahasiswa. Atas dasar itu, banyak kating-kating ini yang selalu ingin benarnya sendiri dan nggak mau disalahkan. Kating Maha Benar. Tentu saja ini mitos. Orang dosen saja bisa salah, mosok kating Maha Benar. 

Misalnya, saya dulu pernah ketika mahasiswa baru dengan beberapa teman diajak ngopi sama kating. Kebetulan kami dari jurusan sosiologi. Si kating mulai membahas suatu pemikiran dari Jean Paul Sartre. Lalu, ia dengan sok pintarnya memberi pertanyaan, kira-kira Sartre itu tokoh berjenis kelamin perempuan atau laki-laki. Pertanyaan yang nggak substantif blas sebenarnya. Tapi waktu itu, saya enteng saja langsung bilang kalau Sartre itu laki-laki. Dengan wajah meremehkan, si kating ketawa ngejek, lalu jelasin kalau Jean Paul Sartre itu perempuan. Bukan laki-laki. 

Jelas saya kaget. Pasalnya, kok kebetulannya saya memang sedang membawa dan membaca buku tentang Jean Paul Sartre yang ditulis oleh beberapa dosen Filsafat STF Driyarkara. Di buku itu juga dijelaskan dengan gamblang jenis kelamin dan bahkan ciri fisik si Jean Paul Sartre. Atas pengetahuan itu, saya ngeyel, dong, untuk bilang kalau Sartre itu ya laki-laki. Akhirnya, saya tunjukin aja buku dan halaman yang menjelaskan kalau Sartre itu adalah seorang laki-laki. Lantas, si Kating terdiam. Mungkin malu. Tapi ya, mau gimana, faktanya begitu kok. 

Ternyata, usut punya usut, si Kating tahu kalau Jean Paul Sartre itu perempuan dari kating-kating sebelumnya. Dengan mudahnya dia percaya dan meneruskan ke adik tingkatnya dengan lagak sok pintar. Kalau budayanya terus begitu, kan sesat, ya. 

Makanya, para calon mahasiswa baru jangan gampang percaya ke segala pernyataan kating, ya. Kendati pun mereka jadi mahasiswa lebih dulu daripada kalian, bukan berarti segala ucapannya tentang dunia kampus itu benar. Mahasiswa baru perlu berpikir kritis dan melakukan verifikasi dulu ke sumber yang terpercaya. Jangan mau dikibulin kating! Tetapi, tentu saja nggak semua kating begitu. Banyak juga yang baik-baik. Tapi yang modelan caper juga banyak. jadi, stay kritis!