People pleaser alias kumpulan orang-orang yang hobinya selalu ingin menyenangkan orang lain hingga lupa dengan kebahagiaan sendiri, mungkin sudah gak asing lagi bagi kamu-kamu semua. Entah karena kamu pernah membaca informasi ini di internet atau pernah bertemu dan berteman langsung dengan jenis orang seperti ini.
People pleaser cenderung sulit bilang “tidak” ke orang lain. Lha, gimana mau bilang, mereka ini tipe yang ‘gak enakan’ nolak permintaan orang lain. Jika ada seseorang yang minta bantuan pada si people pleaser ini, sedang si people pleaser lagi lelah, letih, ingin istirahat kemungkinan bakal di’iya’kan.
Walau dalam hati sii mereka berteriak kencang-kencang bilang “enggak”, tapi entah kenapa yang keluar di mulut justru anonimnya. “IYA, BOLEH. SINI SAYA BANTU,”.
People pleaser juga cenderung memendam perasaan kecewa, kesal, dan amarahnya untuk dirinya sendiri. Gak ditunjukan lewat mimik wajah, apalagi kata-kata ke orang lain.
Misal temannya mengecewakannya karena mengembalikan barangnya dalam keadaan rusak, maka si people pleaser bakal bilang, “iya gapapa,”, walau sebenarnya dalam hati kemungkinan besar sih dia kecewa parah.
Saya bisa menjabarkan banyak penuturan di atas karena nyatanya saya dulu seorang people pleaser. Susah dan berat untuk nolak permintaan orang lain. Dan perlu kamu ketahui, betapa gak enaknya jadi jenis orang yang satu ini.
Selain karena menyimpan perasaan kesal, marah, kecewa dalam hati, juga mudah stres karena kerap membohongi diri sendiri. Dengan bilang “iya” ke orang lain, namun menolak keras dengan bilang “tidak” pada diri sendiri.
Nah, maka agar kamu-kamu tak perlu mengalami nasib sialan seperti saya, saya ingin berbagi sedikit pesan sederhana untuk orang-orang yang merasa dirinya tergolong kaum people pleaser.
1. Dunia Itu kejam, apalagi ke orang-orang kayak kamu
Aduh, ini sih udah jelas, betapa kejam dunia dan seisinya ke kaum people pleaser. Gimana enggak? Orang lain bahkan temen terdekatmu sendiri mungkin malah memanfaatkanmu. Sifat kamu yang terlalu lemah-lembut ke mereka ngebuat mereka kerap kali bertindak seenak jidat ke kamu.
Minjem barang kamu ga dibalikin, udah biasa, karena dalam bayangan mereka “kalem aja dia orangnya baik, kok.”. Jadi, ga dibalikin pun gak apa-apa. Gak akan ditagih.
Nebeng wifi seenaknya, sedang masalah pembayaran, kamu yang perlu ngurusin. Lantas si penebeng beralasan bahwa orang seperti dia yang kerja aja susah perlu dikasihani. Tapi, tiap hari kerjaannya bukannya berusaha, malah scroll sosial media pake jatah wifi-mu. Orang kayak gini, masih pantaskah dikasihani?
Saya ingat suatu kejadian ketika salah satu temen saya yang tergolong people pleaser meminjam salah satu buku ke perpustakaan, sebut saja namanya Siti. Nah kebetulan buku yang dipinjam oleh si Siti ini dipinjam lagi oleh teman saya yang lain, sebut saja Ani.
Sialnya, bukunya hilang di si Ani. Namun gara-gara si Siti orangnya bertanggungjawab ke perpustakaan, dengan uangnya ia membeli buku baru dan mengembalikannya ke perpustakaan. Sedang Si Ani terbebas dari kesalahan.
Padahal sudah jelas itu salahnya Ani. Tanggungjawab si Ani. Ani yang melenyapkan buku tersebut. Lha, kok malah si Siti yang harus tanggungjawab. Ganti rugi. Ngeluarin duit.
Melihat kejadian ini, bukan hal aneh lagi bagi saya. Karena si Siti tipe orang yang “gak enakan”, sedang si Ani, tipe yang kurang tanggungjawab.
Nah, mau kejadian sejenis ini terjadi ke kamu? Ganti rugi padahal bukan salahmu. Kebaikanmu dimanfaatkan oleh orang lain. Gak mau, kan?! Maka sudahilah kawan karirmu menjadi seorang people pleaser. Akhiri dan tamatkan.
2. Tak perlu menyenangkan semua orang
Menyenangkan semua orang adalah suatu hal yang tak perlu dan tak mungkin dilakukan oleh kita. Bukan karena apa-apa, tapi lihatlah, orang-orang seperti Nabi Muhammad, Mahatma Gandhi, Sidharta Gautama merupakan orang-orang yang memiliki kebaikan hati yang tinggi, namun tak semua orang senang dengan mereka, kan?
Ada saja orang-orang yang membenci dan tidak suka dengan mereka. Hal ini seolah menyiratkan pesan tersendiri bagi kita kaum people pleaser.
Orang-orang yang dikenal mulia saja tak bisa membuat semua orang senang, apalagi kita. Dan lagi, menyenangkan semua orang itu belum tentu juga baik.
Jadi, tak usahlah capek-capek berusaha menyenangkan seluruh jenis manusia di sekitar kita. Masa iya kita harus kehilangan diri kita sendiri demi orang lain. Kehilangan pedoman hidup kita dan prioritas hidup kita demi orang lain.
3. Kebaikan bukan berarti setuju dengan semua perbuatan orang
Kebaikan bukan berarti harus selalu membantu orang lain. Memberinya makan terus-menerus sehingga dia jadi kaum peminta-minta yang kerap kali mengandalkan belas kasih dan bantuan orang lain. Memaklumkan ketika seseorang merusak atau kurang bertanggungjawab dengan barang pinjamannya.
Kebaikan dalam hal ini bisa berupa membantu orang lain dengan mengajarinya suatu keterampilan tertentu. Sehingga dia bisa mengandalkan dirinya sendiri dengan kemampuan ini. Bukan hanya menanti belas kasih orang.
Begitu pun kasus teman yang kurang tanggungjawab. Pertegas dengan keras supaya dia belajar tanggung jawab. Memang harus kok, orang kayak gitu ditegasi, supaya sifat buruknya hilang. Kalo dimaklumi terus, gak akan ilang sifat buruknya.
Nah, kira-kira itu beberapa pesan yang ingin saya sampaikan kepada kaum people pleaser. Ingat kawan, kesehatan mentalmu itu penting. Jangan sampai sering kenal mental breakdown karena kerap mengiyakan permintaan orang lain dan menyimpan dendam kesumat dalam hati.
Editor : Faiz
Gambar : IDN Times
Comments