Rasanya tidak salah jika pahlawan tanpa tanda jasa disematkan pada guru, apalagi guru honorer. Profesi guru melahirkan banyak profesi seperti presiden, mentri, tentara, pilot, dokter, pengusaha dan profesi hebat lainnya.
Namun gaji yang diterima tidak seberapa atau bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang harganya semakin hari semakin naik, menjadi salah satu faktor utama yang menjadikan profesi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.
Meski begitu, jadi guru adalah jalan ninjaku. Meski berat, ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan untuk tetap menjadi guru, meskipun gajinya membuat hati pilu.
Pertama, Mengisi Waktu Luang
Sebagai lulusan sarjana, lowongan kerja adalah hal yang ditunggu-tunggu. Namun hidup di negara Konoha tidaklah mudah mencari pekerjaan yang sesuai dengan gelar yang disandang.
Di samping itu, tentu lulusan sarjana akan berpikir dua kali untuk banting setir bekerja sebagai kuli bangunan atau serabutan demi melepas predikat pengangguran setelah wisuda kelulusan karena belum dapat panggilan pekerjaan yang diinginkan.
Nah, profesi guru menjadi pilihan untuk mengisi waktu luang di samping menanti kabar panggilan masuk kerja yang tidak tentu kapan datangnya.
Tentunya banyak sekolah yang menginginkan SDM tambahan guna menambal lubang untuk menyongsong tahun pendidikan ajaran baru.
Sebab, pasti ada yang meninggalkan kelas karena ada pekerjaan yang lebih menjanjikan. Daripada pengangguran, lebih baik mengisi waktu luang dengan mempersiapkan generasi masa depan bukan?
Kedua, Peluang Fleksibilitas dalam Karir
Tentunya karena gaji yang tidak seberapa, guru dapat mengajar berbagai tingkat pendidikan maupun berbagai mata pelajaran di berbagai lokasi sesuai dengan kondisi yang ada.
Terkadang guru itu hanya mendapat jadwal dua hari di sekolah A dengan pelajaran tertentu, maka boleh jadi guru itu juga mengajar di sekolah lain dengan pelajaran yang sama atau berbeda, asal sanggup.
Dari sini, seorang guru dapat belajar dan berkembang. Sebab, guru harus mengikuti perkembangan dalam dunia pendidikan dan mengembangkan metode pengajaran yang lebih baik.
Misalnya bukan lulusan sarjana olahraga tapi mengajar olahraga, karena sekolah butuh dan lulusan sarjana itu sanggup, maka tak ada salahnya mencoba.
Belajar bagaimana perkembangan para siswa dari waktu ke waktu, menyaksikan siswa mengatasi kesulitan serta membantu mereka meraih kesuksesan. Dengan begitu guru dapat berkembang secara fleksibel dalam karir.
Ketiga, Menjalin Hubungan yang Bermakna
Tidak hanya dalam asmara menjalin hubungan yang bermakna, tetapi juga pada guru dan siswa. Tak hanya itu hubungan yang bermakna itu dapat lebih luas kepada orang tua, rekan kerja bahkan masyarakat yang berkaitan erat dengan siswa. Ini merupakan suatu kesempatan untuk membangun komunitas dan keterhubungan dengan orang lain.
Secara tidak langsung, hubungan guru itu terlihat dari kontribusi pada kualitas pendidikan masyarakat.
Sebab, guru membantu membentuk generasi yang berpendidikan, terampil, dan bertanggung jawab sehingga orang-orang dengan pengetahuan yang luas yang dapat mengatasi berbagai masalah sosial dan akan menjadi pemimpin dan pembuat perubahan di masa depan.
Dengan demikian, guru menjadi kunci kemajuan masyarakat. Hal ini yang menjadikan alasan tetap jadi guru
Keempat, Cinta untuk Tantangan
Bagaimana tidak dinamakan tantangan, melihat anak-anak atau para siswa yang banyak, mengajarinya dari A-Z dengan gaji yang tidak seberapa dan tetek bengeknya, tentu adalah suatu tantangan tersendiri bagi seorang guru.
Namun dari tantangan itu akan memunculkan pengalaman yang sangat memuaskan bagi mereka yang menyukai tantangan dan peluang untuk tumbuh.
Bayangin saja kalau siswa yang kita didik menjadi orang-orang hebat yang berprofesi seperti saya sebut di awal, sungguh pengalaman yang tidak ada duanya bukan?
Jadi, begitulah 4 alasan tetap jadi guru meskipun gaji yang diterima membuat hati pilu. Teringat ucapan kiyai saya saat di pondok, kira-kira begini isinya,
“Cintailah ilmu, amal dan ibadah, niscaya dunia akan datang sendirinya. Dan jangan cintai dunia, sesungguhnya dunia adalah pangkal dari segala kesalahan“.
Editor: Lail
Gambar: Pexels
Comments