Orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek) virtual Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menjadi perhatian khalayak sejak Senin, 14 September 2020. Gara-garanya, sebuah video yang menampilkan tiga mahasiswa senior selaku panitia ospek atau ‘Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru’ (PKKMB), melakukan kekerasan verbal terhadap mahasiswa baru. Sontak, ospek yang ditayangkan secara live oleh panitia itu pun sempat menjadi trending Twitter Indonesia dengan tagar ‘Ikat Pinggang Diperlihatkan’ dan ‘Unesa’.
Ospek merupakan warisan budaya sejak zaman penjajahan. Meski sejatinya, ospek adalah kegiatan pengenalan dan pengakraban antara mahasiswa baru dengan masyarakat lingkungan kampus, namun faktanya, di lapangan sering terjadi ekses. Ironisnya, bukan hanya keakraban yang lestari, namun ekses itulah yang masih menancap kuat hingga hari ini.
Kekerasan dalam bentuk apapun, termasuk kekerasan verbal di dalam pendidikan, tidak sepatutnya dilakukan mahasiswa senior kepada mahasiswa baru. Meski panduan PKKMB oleh Dirjen Dikti sudah tertulis jelas, tapi masih ada saja pihak kampus yang kecolongan dalam pengawasannya, sehingga masih ditemukan praktik kekerasan saat ospek di universitas.
Dari tahun ke tahun, di antara banyaknya ospek yang dinilai baik dalam pelaksanaannya, pasti nyempil ospek menyimpang yang sarat kekerasan verbal. Dan, sebagai mahasiswa baru pasti tidak bisa mengelak begitu saja, bila ternyata harus dihadapkan pada kondisi mendapatkan kekerasan verbal dari seniornya. Lalu, apa yang seharusnya dilakukan mahasiswa baru bila bertemu dengan situasi tersebut?
Pertama, Hadapi
Hal yang wajar bila mahasiswa baru merasa kesal dengan berbagai amarah dan bentakan dari mahasiswa senior. Padahal, bila mahasiswa senior ingin menegur kesalahan dan mendisiplinkan aturan kepada mahasiswa baru, seyogianya tidak perlu menggunakan kekerasan verbal yang berlebihan, apalagi dilakukan di depan umum. Karena, kemarahan tidak berarti ketegasan, dan ini sering disalahartikan.
Namun, perlu diakui bahwa dari rangkaian kegiatan ospek menyimpang, pasti ada beberapa acara yang benar-benar sesuai prosedur dan bermanfaat. Jadi, tidak ada salahnya mahasiswa baru untuk tetap mencoba mengikuti ospek sebagai bentuk pelaksanaan kewajiban dalam pengenalan lingkungan kampus.
Kedua, Tinggalkan
Perlu disadari, kemarahan yang berlebihan dari mahasiswa senior, selain dapat merugikan dari sisi kesehatan psikologis, juga berpotensi mengurangi ikatan positif antara mahasiswa senior dan mahasiswa baru.
Memang, lazimnya mahasiswa baru bila di depan mahasiswa senior selalu menunjukkan kepatuhannya. Namun, saat mahasiswa senior mulai memberikan instruksi untuk melakukan hal bodoh, sebaiknya seorang mahasiswa baru harus berani untuk menolaknya. Jangan sampai teriakan dan bentakan mahasiswa senior membentuk sikap permisif mahasiswa baru. Bila perlu, mahasiswa baru segera walk out dari kegiatan tersebut dan tidak mengikuti ospek di hari berikutnya.
Ketiga, Laporkan
Mahasiswa baru yang mendapatkan kekerasan verbal dari mahasiswa senior, sebaiknya segera berbagi cerita kepada orang yang dapat dipercaya guna membantu dalam meredam emosi negatif kejiwaannya. Bila kekerasan verbal itu berlebihan, maka langkah terbaik adalah segera melaporkan pada pihak kampus, orang tua, bahkan polisi.
Karena dalam KUHP, sesungguhnya bentakan dan makian dalam ospek mempunyai peluang untuk dijerat dengan pasal-pasal tidak menyenangkan dan penghinaan. Ini sebagai bentuk tindakan menjerakan para oknum mahasiswa senior yang menyimpang.
Mengenai tindakan bentakan, lazimnya terbagi menjadi tiga jenis bentakan, antara lain perintah melakukan sesuatu, perintah untuk tidak melakukan sesuatu, atau peringatan atas sesuatu. Apabila ketiga perintah itu disampaikan dengan cara yang tidak menyenangkan, maka bisa dikenakan Pasal 335 KUHP Bab XVII tentang Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang.
Kemudian, mengenai makian, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penghinaan dan diatur dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP. Apabila unsur ‘sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal’ dan unsur ‘maksud untuk diketahui umum’ terpenuhi, maka dapat dikategorikan sebagai penghinaan.
Keempat, Lupakan
Melatih mental adalah alasan usang yang sering kita dengar saat mahasiswa senior melakukan kekerasan kepada mahasiswa baru. Namun, hal itu hanyalah dalih belaka, karena sebenarnya praktik kekerasan dalam ospek adalah bentuk balas dendam yang menjadi warisan turun temurun. Dendam yang lahir ketika mahasiswa senior pernah mendapatkan kekerasan saat menjadi mahasiswa baru, merasa bahwa hal yang dialaminya harus dialami juga oleh mahasiswa baru berikutnya.
Jadi, sebagai mahasiswa baru, yang nantinya akan menjadi mahasiswa senior, alangkah baiknya segera melupakan rasa sakit hati akibat mendapatkan kekerasan verbal. Agar nantinya, seorang mahasiswa baru tidak menjadi seorang pendendam dan melanjutkan warisan dendam ke angkatan selanjutnya. Di titik inilah, mahasiswa baru yang akan menjadi senior di periode berikutnya harus berani memutus rantai penyakit dalam ospek, agar tidak terjadi penyimpangan di kemudian hari.
Kalau Ospek Bisa Dilaksanakan Dengan Gembira, Kenapa Harus Menyimpang?
Lantas, kalau ospek bisa dilaksanakan dengan perasaan gembira dan menyenangkan, kenapa ospek tidak dilakukan dengan cara tersebut? Agar, keakraban antara mahasiswa senior dan mahasiswa baru benar-benar terjalin; dan, menjadi sebuah kenangan indah yang layak dirayakan suatu hari nanti.
Penulis: Gilang Kusuma Wardana
Penyunting: Aunillah Ahmad
Comments