Bjorka… Bjorka…, gara-gara ulah ‘entitas gaib’ ini membuat pejabat negeri blingsatan panas bukan kepalang, mulai dari sekelas Denny SiregaR dan PeRmadi Arya, Mbak Puan, Pak Johnny, (Maaf izin) Opung Luhut hingga selevel Presiden semua ‘dipukul rata’. Terlepas dari valid atau tidaknya data-data yang di obral beliau, para pejabat terpaksa harus melayani dan mengcounter semua serangannya, jika tidak maka indonesia akan jadi ‘majelis ghibah’ se-alam raya akibat tak becus mengurus data-data pribadi milik ‘orang dalam’, kalau begitu apa yang hendak dikatakan oleh rakyat? “Kalaulah data para pejabat gampang dibobol, apalagi data rakyat, jangan-jangan sebelum adanya Bjorka data-data rakyat sudah berceceran duluan di deep web atau bahkan dark web?”.

Aktivitas curi-mencuri data seperti yang dilakukan Bjorka ini disebut Doxing, berasal dari dox yang berarti dokumen. Menurut kamus Cambridge, doxing sendiri adalah tindakan negatif mempublikasikan data atau informasi pribadi seseorang tanpa izin melalui internet. Baik hanya sekedar untuk mempublikasikannya ataupun dengan niat untuk menjual data tersebut.

BSSN, BIN dan Kominfo selaku pemilik otoritas dalam hal menjaga kerahasiaan data negara menjadi pihak yang paling disorot, bagaimana keamanan data-data pribadi selevel para menteri bahkan Presiden bisa meluber kemana-mana, terlepas dari pernyataan BSSN sendiri bahwa itu adalah hoax, data Presiden dan BIN masih aman terenkripsi secara berlapis, itu semua tidak mengurangi asumsi dan persepsi masyarakat bahwa sistem keamanan cyber negara kita jauh dari kata ‘High Security Level’, para pejabat sekelas Menkominfo dan Menko Polhukam sendiri mengakui bahwa benar data-data negara tersebut bocor, walaupun menurut mereka data tersebut adalah data-data lama yang sifatnya umum, waduh! gimana dengan nasib data saya dan wong cilik lainnya ya? jangan-jangan gadis cantik yang sering calling-calling untuk menawarkan kartu kredit itu adalah bagian dari data pribadi saya yang sudah bocor?  Oalah…

Informasi yang diketahui sampai saat ini Bjorka adalah nickname seorang peretas yang katanya berasal dari Warsawa, Polandia, apakah dia memang bermukim disana atau tidak wallahu a’lam. Dilansir detik.com motif Bjorka menyerang RI sebenarnya motif personal, dia mengatakan bahwa orang dekatnya pernah menjadi korban kebijakan Orde Baru pasca 1965 dan sudah wafat akhir 2021 kemarin, seorang kakek cerdas yang berjasa merawatnya sejak lahir. Kemudian kakek tersebut kehilangan status kewarganegaraannya akibat insiden tahun 1965 tersebut, sekali lagi ini kata si Bjorka  bukan kata saya, benar atau tidaknya silahkan para aparat meringkus Bjorka lalu menginterogasi beliau lebih lanjut.

Dari Bjorka untuk Netizen Indonesia

Entah kenapa Bjorka seperti menjadi ‘oase di tengah padang pasir’, mewakili suara hati netizen negeri yang gundah gulana akibat naiknya BBM bersubsidi. Dia memberikan pencerahan paripurna pada publik tentang identitas Denny Siregar yang ternyata memiliki 10 nomor ponsel, betapa full bahagianya netizen termasuk saya, seperti mendapat rezeki dari arah yang tak terduga, sekarang netizen benar-benar haqqul yakin tentang status seorang Denny Siregar, Kok bisa ya beliau menggunakan 10 nomor ponsel? Yang lebih ‘asyiknya’ lagi Bjorka menyebut Densi dibayar dari uang pajak rakyat untuk menjadi biang keonaran dan mempolarisasinya. Terkhusus untuk Denny Siregar, Abu Janda, dan kroni-kroninya ingat pesan saya ini, Tuhan tidaklah tidur, Dia mengetahui segala perbuatan bahkan apa yang tersimpan di dalam hati setiap manusia, harta yang didapatkan dengan cara yang haram apalagi dengan cara memecah belah bangsa maka nerakalah tempatnya.

Bukan Kali Pertama

Saya masih ingat Bulan Agustus tahun 2009 lalu Australia kedapatan menyadap Ponsel Presiden SBY selama 15 hari, bukan hanya SBY, tetapi total ada 9 orang yang disadap Badan Intelijen Australia termasuk Almh. Ibu Ani. Mantan Intelijen AS Edward Snowden memperoleh data rahasia tersebut dari agen Intelijen Elektronik Australia The Defence Signals Directorate (DSD, sekarang The Australian Signals Directorate) dan disiarkan ABC (Australian Broadcasting Corporation) serta The Guardian pada Senin (18/11/2013). Motto badan intelijen ini adalah ‘ungkap rahasia mereka, sembunyikan rahasia kita’. Hal ini menyebabkan Presiden SBY murka dan menarik Dubes RI dari Australia lalu mereview kembali seluruh perjanjian bilateral dengan Australia, pokoknya hubungan kedua negara jadi hot pokoknya. Dari kejadian itu kita bisa tarik satu kesimpulan bahwa Sistem Keamanan Cyber milik negara kita sepertinya memang masih ‘medioker’.

Bjorka bukanlah Hacker, Melainkan ‘Cracker’

Maaf, cracker yang saya maksud disini bukanlah biskuit yang renyah itu ya, melainkan bahasa awamnya adalah peretas jahat. Hacker dan Cracker itu beda tipis tapi berefek tebal, Hacker menginfiltrasi ke dalam sistem dengan maksud untuk menginformasikan kepada pemilik sistem bahwa ada celah keamanan atau bahasa kerennya vulnerability sistem yang sudah dibobol oleh si hacker, tapi si hacker tidak berniat untuk mencuri data, memodifikasi data, menghapus data atau mengambil alih sistem tersebut, melainkan hanya menginformasikan kepada pemilik sistem. Masih ingat tahun 2017 lalu tentang kasus Haikal si pemuda yang bahkan tak lulus SMP membobol ribuan website termasuk website milik Polri? Nah, itulah hacker. Sebaliknya beda dengan cracker, bukan hanya menginfiltrasi melainkan mencuri data bahkan memanfaatkannya untuk meraih cuan, nah itulah Bjorka. Saya sedikit banyaknya paham akan hal ini karena latar belakang saya yang kuliah di jurusan komputer. So, salah satu cara untuk menyelesaikan kasus Bjorka ini pemerintah harus bekerja sama dengan negara lain yang memiliki teknologi keamanan yang lebih canggih untuk melacak posisi Bjorka sesungguhnya dan mengidentifikasi siapa itu Bjorka yang sampai saat ini masih menjadi teka-teki.

Editor : Ciqa

Gambar: Google