Tentu Sobat Milenialis pernah marah, baik yang taat agama ataupun yang kurang patuh. Jujur sajalah. Eh, tanpa jujur pun sepertinya saya sudah tahu. Hahahaha. Ya, karena kemarahan adalah emosi yang manusiawi. Tak mungkin manusia tidak punya amarah. Ada banyak hal yang membuat kita marah. Kadang dibohongi, di-bully, frustasi, karena kesalahan orang lain ataupun diperlakukan tidak adil.
Marah akan selalu berhubungan dengan orang lain. Dalam KBBI marah berarti tidak senang. Sikap tidak senang melihat orang lain, karena kita tidak setuju. Tidak senang bukan berarti meluapkan emosi. Marah memang hal yang wajar dan lumrah. Hanya saja marah itu ada 2 macam. Ada marah pada tempatnya dan marah tidak pada tempatnya. Marah yang tidak dibenarkan dalam agama adalah marah yang tidak pada tempatnya. Atau pada tempatnya tapi melampaui batas.
Marah dalam Agama Islam
Sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. dalam kitab Arbain Nawawi. Saat itu seorang lelaki berkata kepada Nabi, “Berilah aku wasiat.” Beliau menjawab, “Janganlah engkau marah.” Lelaki itu mengulang-ulang permintaannya, (namun) Nabi (selalu) menjawab, “Janganlah engkau marah.” Maksud dari nasehat jangan marah memiliki dua makna.
Pertama, adalah menahan amarah. Menahan dimaksudkan agar jangan sampai kita marah tidak pada tempatnya.
Kedua, jikalaupun marah, jangan sampai terbawa emosi dan melampaui batas.Menurut Prof. Quraish Shihab, orang yang marah tidak pada tempatnya dipicu oleh setan. Selain itu, marah yang dipicu oleh setan membuat kita tidak bisa menguasai diri. Agama tidak melarang marah, tetapi yang diminta oleh agama adalah menahan amarah. Menahan marah bukan berarti tidak marah. Menahan amarah dimaksudkan untuk berpikir.
Apa yang pertama dipikir? Pertama, dipikir sebelum marah adalah apakah sudah sewajarnya kita marah? Jika hanya hal-hal sepele, buat apa kita marah. Apa lagi jika bisa diselesaikan dengan baik-baik. Misalnya nih, Sobat Milenialis lagi di makan di warung makan (ya iyalah, masak makan di tukang cukur) terus Sobat Milenialis pesen es teh. Eh, kok yang datang ndilalah es jeruk. Tenang Sob. Tenang. Tak perlu marah, tinggal bilang baik-baik minta ganti pelayannya pasti deh diganti tuh, es jeruk dengan es teh.
Kedua, jika memang sudah sewajarnya marah, hendaknya berpikir lagi, apakah sudah tepat kita marah? Bisa jadi kesalahan orang lain yang membuat kita marah disebabkan oleh orang lain.
Misalnya nih Sob, motor kesayangan Sobat Milenialis tiba-tiba lampu depannya hancur dan yang Sobat Milenialis tahu motor itu dibawa oleh pembantu Sobat Milenialis. Pasti deh marah. Namun, tahan dulu. Pastikan, apakah yang merusakknya pembantu Sobat Milenialis atau bukan. Jika bukan atau karena kesalahan keluarga sendiri kan bisa malu. Udah marah-marah, eh ternyata salah. Hadeeuh. Jangan sampai deh. Kalau memang benar bolehlah kita marah. Eits, tapi ukurlah kemarahan kita.
Orang yang Paling Kuat Itu…
Sebisa mungkin jangan sampai wajah kita terlihat marah. Jikalau memang tak bisa menyembunyikan kemarahan di wajah, jangan sampai mulut kita berkata kasar. Jika memang tidak bisa, jangan sampai tangan kita bergerak.
Jadi, bertingkat-tingkat. Agama tidak mau kita marah tidak pada tempatnya. Agama ingin kita menahan dan mengukur amarah agar diri kita bisa tidak dikuasai amarah. Karena, pengendalian amarah sama dengan dengan pengendalian nafsu.
Oleh sebab itu, Nabi berpesan. Jika ada orang yang membuat jengkel dirimu saat berpuasa, maka sampaikanlah. Aku puasa. Begitu pesan Nabi. Selain itu, Nabi juga menganjurkan kita berwudhu saat marah. Sebagaimana sabdanya “Marah itu berasal dari setan. Sementara, setan diciptakan dari api dan api hanya dapat dipadamkan dengan air. Karena itu, jika di antara kalian ada yang marah segeralah berwudhu.” (HR. Ahmad bin Hanbal)
Menahan amarah memang sulit. Itu sebabnya orang yang paling kuat bukanlah orang yang ahli bela diri. Bukan pula orang yang tak mempan dengan senjata tajam. Bukan pula orang yang mampu mengangkat beban berkilo-kilo. Sabda Nabi, orang yang paling kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah.
Jadi siapkah Sobat Milenialis menjadi orang yang paling kuat?
Comments