Putus cinta adalah pengalaman kompleks yang seringkali sulit dijelaskan, dan seringkali kita tidak pernah benar-benar dipersiapkan untuk menghadapinya. Ketika kita menghadapi perpisahan, kita melewati berbagai masa-masa emosional yang seringkali membuat kita bingung. Katanya “proses dewasa” memang menghadirkan luka, entah dari kepergian, kehilangan, kegagalan, dan sebuah perasaan yang awalnya semanis permen kapas harus berakhir juga karena dihempas. 

Rasa sakit yang rasanya seperti diterjang gelombang ombak yang tak terduga. Awalnya, kita mungkin akan mencoba melepaskan semuanya dengan pikiran, berharap bahwa hati akan ikut ikhlas. Ternyata, seni mengikhlaskan cinta begitu membingungkan. Dalam pikiran kita, yaudahlah, lepasin aja di otak, diklasin aja. Tapi di dalam hati, ceritanya nggak sesederhana itu.

Masa Orang Putus Cinta

Sadar nggak sadar sebagian besar dari orang-orang yang mengalami putus cinta akan mengalami masa-masa yang dilewati. Pikiran kita berusaha keras untuk melepaskan, tapi di dalam hati, tak pernah terasa plong. Hingga suatu saat, setelah berjalannya waktu kita menyadari bahwa rasanya udah nggak ada lagi. Tapi jujur, proses ini tidak mudah. Seni “move on” ternyata lebih rumit daripada sekadar membuang barang-barang mantan atau kenangan bersama. Barang-barang tersebut, seperti barang pemberian atau kenangan, membawa makna emosional bagi kita. Ketika kita membuang barang itu, sejujurnya bukan salah barangnya atau kenangannya, melainkan orangnya atau hubungannya. 

Bahkan ketika barang-barang itu pergi, kenangan itu tetap hidup dalam hati kita. Ini cukup rumit karena ada pertarungan antara ego, hati, dan pikiran kita. Kita harus belajar untuk mempercayai hati kita, bahkan saat logika kita memberontak. Kita harus mengikhlaskan banyak hal dan orang dalam proses ini.

Kalut Dengan Keadaan

Kadang-kadang, kita akan menangis, merasa sedih, bahkan sampai pada titik membenci diri sendiri. Kita mungkin merasa bahwa orang pergi karena kita tidak cukup baik. Padahal, itu tidak selalu benar. Kadang-kadang, keadaan memaksa perpisahan itu. Terkadang, perpisahan adalah hal yang terbaik untuk semua pihak. Itulah saatnya kita harus memfokuskan perhatian pada diri sendiri dan mencari kebahagiaan tanpa bergantung pada orang lain.

Denial, Kekesalan, atau Rasa Ngedumel

Denial, kekesalan, atau rasa ngedumel akan hadir sebelum kita akhirnya bisa melepaskan. Ini bukan perang melawan seseorang, melainkan perang melawan diri kita sendiri. Kita harus rela melepaskan apa yang sudah tidak lagi menjadi milik kita. Proses dewasa mungkin paling sakit ketika kita belajar untuk benar-benar mengikhlaskan, untuk merelakan sesuatu yang pernah kita anggap sebagai milik kita. Ketika pasir pantai saja kita paksa genggam dengan mengepal erat untuk dapat lebih banyak saja pasir itu akan keluar melalui sela-sela jari. Namun jika kita coba untuk menengadahkan tangan saja, pasir itu akan diam dan bahkan yang kita dapatkan lebih banyak. Aneh bukan? Jangan dipaksa yah. 

Sedih

Salah satu tahap pertama yang sering kita alami setelah putus cinta adalah perasaan sedih yang mendalam. Ini adalah momen di mana kita merasa hancur, dan kita mungkin menyalahkan diri sendiri. Perasaan terpuruk dan sulit menerima kenyataan bahwa hubungan kita telah berakhir adalah hal yang wajar. Namun, penting untuk membiarkan diri kita merasakan kesedihan ini dengan tulus, karena ini adalah langkah penting menuju kesembuhan. Menangis wajar, jangan berlarut-larut yah segera isi waktu dan hari-hari dengan hal positif.

Denial/Menyangkal

Setelah tahap sedih, seringkali muncul masa penyangkalan. Kita cenderung menyangkal kenyataan bahwa hubungan telah berakhir. Pikiran kita mungkin berusaha untuk meyakinkan diri sendiri, “Yaudah pergi aja, silahkan” Tapi di dalam hati, kita masih merasa sakit, dan kadang-kadang kita bahkan berharap agar semuanya kembali seperti dulu. Ini adalah saat di mana kita berada dalam perang batin antara pikiran yang rasional dan perasaan yang dalam.

Marah/ Ngedumel

Kemudian, datanglah masa kemarahan. Saat kita merasa marah, kita mungkin merasa telah mengorbankan banyak hal untuk hubungan tersebut, seperti waktu, uang, perasaan, atau ambisi. Semuanya terasa terbuang sia-sia. Kita bisa marah pada diri sendiri, mantan pasangan, atau bahkan pada keadaan. Ini adalah masa di mana kita merasa frustrasi, dan mungkin kadang-kadang merasa dendam. Hari-hari diisi dengan berisiknya isi kepala seolah berkata “Loh ini aku ngapain sih selama ini?”,  “Buang-buang waktu aja!”, “Kurang ajar banget dia sakiti aku”.

Pulih Seiring Waktu

Namun, seiring berjalannya waktu, proses ini membantu kita sembuh. Mungkin membutuhkan waktu, dan proses ini tidak selalu mudah, tetapi kita akan mencapai tahap di mana kita bisa melihat mantan tanpa perasaan berlebihan. Kita tidak lagi merasa dendam, benci, atau bahkan mengharapkan kembali. Kita mulai menerima kenyataan bahwa hubungan tersebut telah berakhir, dan kita siap untuk melangkah maju.

Setiap tahap ini adalah bagian dari proses alami dalam mengatasi perasaan patah hati, dan tidak ada jalan pintas untuk melewatinya. Penting untuk membiarkan diri kita merasakan setiap tahap ini tanpa menekan perasaan kita. Dengan dukungan dari teman-teman dan keluarga, kita akan bisa melewati masa-masa sulit ini dan keluar sebagai pribadi yang lebih kuat.

Saat menghadapi perasaan patah hati, jangan terlalu keras pada diri sendiri. Setiap tahap ini adalah bagian dari perjalanan menuju kesembuhan. Ingatlah bahwa kalian tidak sendirian, dan waktu akan membantu kalian untuk sembuh. Teruslah maju, dan jadikan pengalaman ini sebagai pelajaran berharga dalam perjalanan hidup kalian. Masa-masa setelah putus cinta memang sulit, tetapi dengan waktu, kalian akan sembuh dan menjadi lebih kuat dari sebelumnya.

Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk melalui proses ini dengan baik dan keluar sebagai pribadi yang lebih kuat. Ingatlah, kita tidak pernah sendirian dalam perjalanan ini. Teman-teman dan keluarga selalu ada untuk mendukung kita. Semangat untuk pulih!

Editor: Assalimi

Gambar: Pexels