Pagi-pagi, H+2 lebaran, pasca mabuk rendang, saya terbangun dan secara reflek langsung mengecek HP. Iya, memang itu adalah kebiasaan buruk saya yang akhir-akhir ini jadi problem tiap bangun tidur. Lebih buruk lagi, lini masa Twitter sedang padat merayap. Meskipun biasanya memang demikian, ada satu tweet menarik dari Kak Miracle Sitompul yang membuat banyak akun berkerumun. Tanpa raup air dingin atau ngulet dengan banyak gaya, badan saya langsung terasa segar dan siap menghadapi twitwar.

Jujur, saya tidak terlalu paham beliau ini siapa, tapi sepertinya Kak Mira ialah influencer yang aktif di dunia pendidikan, khususnya di kalangan ‘ambisverse’ dan pejuang UTBK. Kalau tak salah juga, Kak Mira juga menjadi mentor di salah satu platform belajar daring yang populer di Indonesia.

Di tweet-nya yang berkicau sekitar jam 10 malam tadi, ia bilang kalau dia bingung dengan orang-orang yang sampai sekarang masih minta didoakan lulus UTBK (yah kenapa bingung sih mbak? Heran deh). Katanya, sih, dengan doa yang dipanjatkan, tidak akan ada yang berubah dari hasil UTBK. Sebab, ya UTBK-nya udah selesai. Lebih jelasnya, akan saya sisipkan saja tautan tweet-nya di bawah ini. Takut saya salah nangkep.

Di sini saya tidak mau meng-counter pertanyaan Kak Mira. Saya paham kapasitas saya sebagai mahasiswa semi-pengangguran yang cuma bisa komen dan ngga mampu ngasih solusi konkrit. Jadi, kalau Kak Mira ngajak saya ‘berlari’, maaf, Kak. Lebaran gini banyak orang yang ngga bisa diajak diet. Apalagi beradu soal logika dengan sampean. Aduh, saya mata kuliah Dasar-dasar Logika aja masih plonga-plongo.

***

Sebagai komentator internet amatiran, saya menangkap beberapa hal yang kiranya bisa jadi pelajaran buat kita semua. Secara khusus, mungkin kepada Anda yang bercita-cita jadi influencerbiar terhindar dari blunder-blunder fatal yang bisa menghancurkan mimpi Anda. Selayaknya hidup Rachel Vennya, dari Kak Miracle kita belajar bahwa…

Pertama, nggak semua pertanyaan dalam kepala bisa ditanyakan via sosmed. Yap, orang di internet yang kebanyakan nanya segala macem hal itu jelas orang yang ngeselin. Apalagi, pertanyaan yang disebarkan cenderung sensitif dan mengundang perdebatan tak berujung. Jangankan perdebatan, serangan dan hujatan pun pasti juga akan datang. Tahu sendiri, kan, level etika warganet kita. Microsoft saja sudah mengakui, lho. Saya pun tahu, rendahnya kesopanan warganet kita memang ngga bisa dimaklumi begitu saja, tapi kita juga bisa antisipasi dari dalam diri sendiri.

Lagipula, pertanyaan Kak Mira juga ngga bisa dijawab sekali duduk. Dalam kasus ini, ada beberapa aspek yang dibahas. Logika, ketuhanan, fallacies, nirsubstansi, dan hal-hal berat lain yang ngga akan saya bahas karena ketinggian. Dan kalau tujuannya mau cari kesimpulan yang (menurut Kak Mira) benar, justru jangan melempar pertanyaan ke warganet.

Sebab, yang ada malah keburu diserang dan dicengcengin. Sekalipun sudah menemukan jawaban, jejak digital pertanyaan akan melulu dibahas dan menjadi bahan perbincangan di banyak forum dalam waktu yang tidak sebentar. Maka, memang ada baiknya untuk menahan pertanyaan tersebut agar tidak di-share begitu saja lewat sosmed.

Kedua, tanyakan hal-hal ngehe kepada orang yang lebih paham saja. Saya ngerti kalau Kak Mira ini orangnya kritis – senada dengan bio twitter-nya. Tapi, pertanyaan tadi malam bijaknya diajukan kepada teman-teman, mentor, atau relasi beliau yang jauh lebih paham. Jadi, kesimpulan yang didapat juga jauh lebih memuaskan ketimbang reaksi dari para warganet. “Paham” di sini bukan melulu soal substansi yang dipersoalkan. Namun, juga paham karakter dan kondisi Kak Mira secara personal. Jadi, meskipun bertanya kepada teman yang berbeda pandangan, setidaknya perdebatan yang terjadi adalah perdebatan yang sehat dan tidak menimbulkan pertengkaran yang alot.

Ketiga, hindari potensi ketersinggungan. Ada beberapa balasan di tweet Kak Mira semalam yang mengaitkan pertanyaannya dengan persoalan kepercayaan – topik yang sangat sensitif bagi kebanyakan warganet di negeri kita tercinta. Di sisi lain, Kak Mira juga menanggapi bahwa beliau tidak sedang membahas kepercayaan. Namun, ya, begitulah adanya. Secuil sisi lain dari kejadian ini menyiratkan bahwa potensi ketersinggungan di masyarakat masih besar. Kak Mira bisa saja meng-counter bahwa beliau tidak bermaksud menyinggung siapapun. Tapi, kalau setiap ada geger geden bilang begitu, ya namanya nggak tahu diri.

Maksud saya begini, tidak ada seorang pun yang bisa menebak reaksi orang terhadap apa yang akan kita katakan. Baik hal itu akan menyinggung, maupun sebaliknya. Namun, yang bisa kita lakukan adalah memprediksi bagaimana kira-kira reaksi yang akan muncul. Tentunya, kita harus memahami indikator dan batasan-batasannya. Poin ketiga ini justru merupakan dasar dari 2 poin sebelumnya. Berpikir sebelum bertindak. Merenung dahulu, apakah pertanyaan ini harus dibagikan di sosmed, atau sekadar berbagi lewat percakapan dengan orang terdekat. Atau bahkan, bisa dicari sendiri jawabannya. Perencanaan sangat penting untuk menghindari konflik dan berbagai macam pertengkaran di internet, sekalipun yang disampaikan adalah hal yang cenderung receh.

Keempat, sosmed itu keras. Selain Kak Mira yang menjadi bahan pembicaraan dengan pertanyaan ngehe-nya, kejamnya warga-warga internet kadang juga bikin saya mengelus dada. Saya berandai-andai, bagaimana kalau saya ada di posisi Kak Mira. Secara mental, tentu begitu melelahkan. Di posisi beliau, saya harus membalas satu per satu argumen yang mencoba meng-counter apa yang saya tanyakan. Belum lagi kalau ada orang yang meng-quote retweet dan justru menyerang saya secara personal, bukan membahas substansi yang sudah disampaikan.

Tapi, ya mau gimana, kalau sudah kejadian, mau menyalahkan siapa? Lagipula, saya pikir, inilah konsekuensinya (meskipun ada beberapa reaksi yang tidak bisa diterima). Konsekuensi atas luputnya 3 poin sebelumnya yang mungkin tidak Kak Mira pikirkan sebelumnya.

***

Kak Mira dan cuitannya membuat saya tersadar dari mabuk rendang dan menciptakan tulisan ini (yang sama ngehe-nya juga). Tanpa riset yang detail, tanpa persiapan, juga tanpa niat yang kuat. Mudah-mudahan Anda bisa menangkap apa yang saya barusan tulis. Meskipun rada ngawur, semoga buah pikiran saya ini sesuai dengan akal sehat dan logika kita semua. Selamat menghabiskan opor dan rendangmu!

Editor : Hiz