Apakah mengusir anak-anak dari masjid membawa kebaikan?
Masjid merupakan tempat beribadah yang seyogyanya nyaman bagi semua jamaah, termasuk anak-anak. Sayangnya belum semua anak paham hal tersebut. Seperti dunianya, yaitu bermain, kadang ketika di masjid pun mereka masih bercanda, tertawa dan berkejar-kejaran.
Berangkat dari rumah untuk salat atau belajar mengaji, sampai masjid bertemu dengan teman sebaya, akhirnya bermain. Apa pun alasannya, patut disyukuri. Setidaknya generasi penerus kita mau mendatangi masjid.
Salat dengan khusuk menjadi dambaan para jamaah. Suasana tenang diidentikkan dengan datangnya kekhusukan. Mungkin ada yang berpikir, dengan suasana tenang maka doa akan langsung menembus ke langit sehingga dapat segera dikabulkan.
Sebagai orang yang lebih dewasa, kita mempunyai kewajiban untuk mengajarkan adab yang baik kepada anak-anak, termasuk ketika di dalam masjid. Tidak boleh bercanda dan harus tuma’ninah.
Anak-anak belum tentu memahami. Bagi mereka, ketika berkumpul dengan temannya, dimana saja merupakan waktu untuk bermain. Begitu juga ketika di dalam masjid. Namanya juga anak-anak, sekali dua kali diingatkan menurut. Begitu yang mengingatkan lengah, mereka kembali berulah.
Beberapa kejadian, ada kejadian mengusir anak-anak dari masjid karena mengganggu jamaah yang sedang salat. Bahkan ada masjid yang dengan jelas memasang tulisan “Anak-anak dilarang ke Masjid”.
Miris sekali saya membacanya. Saya paham benar bagaimana susahnya menyuruh anak-anak untuk diam dan tidak membuat keributan. Namun bukan berarti juga harus melarang mereka ke masjid.
Bagaimana jika mereka trauma dan menganggap masjid merupakan tempat yang menyeramkan? Tempat menjalani hukuman untuk terus diam? Bagaimana jika kelak besar mereka lebih memilih keramaian diskotik dari pada datang ke masjid? Apa kita tidak akan merasa berdosa? Apa kita tidak menyesal?
Anak-anak memang tidak dapat dipisahkan dengan dunia bermain. Mau diberitahu seperti apa pun, nuraninya ketika berkumpul dengan teman ya bermain. Masih untung mereka tertarik untuk datang ke masjid.
Bukan membiarkan kegaduhan mereka, tetapi ada permakluman yang harus diberikan. Tentu tidak kemudian mengabaikan dan membiarkan begitu saja. Menasihati agar tuma’ninah di dalam Masjid itu pasti, tetapi kalau sampai mengusirnya, bukankah itu sama saja membunuh rasa cinta anak-anak kepada masjid?
Saya sudah lama lebih memilih Salat di mushola dekat dengan rumah disbanding di masjid. Mushola ini terkenal ramah bagi anak-anak. Sebagian besar jamaahnya justru anak-anak, bahkan balita. Jika dalam satu rumah ada 3 anak, ketiga nya datang semua ke mushola. Jangan berharap suasana tenang ketika Salat di sini, tdak pernah ditemukan.
Bocah-bocah berlarian ketika imam mulai membaca Al-Fatihah, itu hal yang biasa. Kami jamaah harus memakluminya. Dari pada mereka menjauh dan trauma pada tempat ibadah, kami memilih untuk bertoleransi dengan jamaah anak-anak ini.
Penceramah pun lebih dibuat seperti mengajar anak TK karena harus menyesuaikan tema materi kajian dengan anak-anak dan berbicara dengan bahasa anak-anak. Menurut saya, ini justru baik. Anak-anak tetap mendapat dunianya.
Setelah salat maghrib, anak-anak belajar mengaji, kemudian bermain bersama. Selain suasana yang familiar, pengurus juga menarik anak-anak untuk datang ke mushola dengan sesekali membagikan makanan ringan. Pokoknya selama anak-anak senang, kami jamaah dewasa yang menjadi minoritas, sangat senang.
Mengusir anak-anak dari masjid tentu bukan tindakan yang bijak. Ibarat ingin memanen pisang, tetapi mematikan bibitnya. Bagaimana kita berharap ada generasi mendatang yang mencintai masjid, jika ketika waktu kecil saja mereka pernah trauma karena diusir.
Mungkin yang mengusir belum pernah merasakan menjemput anak-anak satu demi satu, dari rumah ke rumah untuk mengaji bersama atau belajar salat bersama. Di saat takmir masjid di tempat lain dipaksa berpikir kreatif untuk mengundang anak-anak agar datang dan mencintai masjid, justru ada yang memutuskan cinta itu secara sepihak.
Saya jadi ingat cerita seorang kawan, untuk mengundang anak-anak agar mau Salat berjamaah, takmir masjid di tempatnya sampai membuat acara mainbareng setelah salat. Demi agar anak-anak tertarik untuk datang. Awalnya rajin datang agar diperbolehkan main, selanjutnya dengan kesadaran sendiri datang ke masjid. Teman yang lain membuat acara bakar jangung bersama di halaman masjid. Ini dilakukan agar anak-anak mau datang untuk Salat.
Banyak yang berjuang untuk menanamkan rasa cinta masjid kepada anak-anak. Sangat tidak bijak jika ada yang memutus cinta tersebut dengan melarang mereka ikut salat berjamaah karena mengganggu kekhusukan.
Editor : Hiz
Foto : Pixabay
Comments