Sebagai seorang mahasiswa, salah satu pertanyaan yang kerap ditodongkan kepada kita adalah “Nanti mau kerja apa?” Entah karena saking pedulinya, sekadar basa-basi, atau memang tetangga kita yang kelewat kepo. Tidak heran dilematis antara realita dan mimpi sering menjadi konsumsi sehari-hari bagi seorang mahasiswa.

Kita semua tahu bagaimana fakta di lapangan berbicara bahwa para mahasiswa yang lulus dan menyandang gelar sarjana seringkali tak mendapat pekerjaan yang sesuai dengan studi yang diambilnya. Mirisnya tak sedikit pula yang berakhir menjadi pengangguran semata. 

Coba saja ketikkan di kolom pencarian Google, “Jumlah sarjana pengangguran” maka akan kita dapati angka-angka yang membuat kita mengelus dada dan banyak-banyak menghela napas dalam.

Berakhir bak buah simalakama, kerja dengan gaji kecil dan tidak sesuai studi kuliahnya, atau menganggur menanti pekerjaan impian itu datang. Keduanya sama-sama dicibir orang. Terkadang pun yang bekerja sesuai studi kuliahnya tidak dianggap sebagai sebuah pencapaian, tapi keharusan.  

Berangkat dari keresahan itu, saya menemukan sebuah drama dengan judul “Jimi ni Sugoi! Koetsu Garu Kono Etsuko” yang tayang pada 2016 silam, atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Pretty Proofreader” Ya, drama lama yang saat ini tayang di aplikasi streaming film, WeTV.

Drama ini bercerita tentang Kouno Etsuko yang kerap berpenampilan modis dan trendi, ia bercita-cita menjadi editor fesyen. Namun justru berakhir menjadi korektor bahasa yang bertugas memeriksa aksara, bertemu penulis, dan mengecek fakta dari naskah yang dikoreksinya. Bagi Kouno, pekerjaan itu sangat jauh dari kata glamor dan bukan pekerjaan yang diimpikannya.

Meski demikian, Kouno tetap menerimanya dan bekerja dengan gigih agar suatu hari ia dapat dipindahkan ke divisi majalah fesyen. Di tengah kekhawatiran realita dan mimpi miliknya, Kouno mengabdikan diri sepenuhnya pada pekerjaannya sebagai korektor bahasa. Ternyata dengan cara uniknya ia perlahan memancarkan daya pikatnya di pekerjaan tersebut.

Di WeTV disebutkan bahwa drama ini memiliki genre komedi-romantis, saya pikir cerita akan berfokus pada pengembangan hubungan antara tokoh Kouno Etsuko dan Orihara Yukito yang diperankan oleh Masaki Suda. Tentunya dengan bumbu-bumbu komedi di dalamnya dengan berlatarkan tempat kerjanya di divisi korektor bahasa. Namun rupanya dugaan saya salah besar.

Drama ini justru membahas sesuatu yang menjadi keresahan sebagai mahasiswa semester tua, yang sebentar lagi akan terjun ke dunia kerja dan masuk menjadi bagian masyarakat. Maka dari itu, saya sangat tertarik dengan drama ini, terlebih kala mendapati dua episode terakhirnya yang sangat menyentuh hati saya.

Tidak Meremehkan Pekerjaan Sebiasa Apapun Itu

Barangkali ini adalah tema utama yang diusung drama itu. Mengingat di judulnya tertera kata jimi yang dalam bahasa jepang berarti biasa. Lebih tepatnya drama ini menceritakan bagaimana Kouno menjalani pekerjaannya yang tidak glamor atau dengan kata lain ‘biasa’ dan sangat jauh dari pekerjaan impiannya.

Tidak cukup sampai di situ, pada akhir episode akan kita dapati pesan mendalam betapa di dunia ini ada banyak sekali pekerjaan penting namun kerap dipandang sebelah mata bahkan diremehkan. Padahal tanpa banyak orang tahu, justru pekerjaan itulah yang selama ini membuat kita dapat menjalani hari dengan lancar dan tanpa hambatan. Bahkan boleh jadi pekerjaan sepele dan biasa itu telah menyelamatkan dan melindungi banyak nyawa.

Antara Pekerjaan Impian dan Tuntutan Realita

Sebagaimana kebanyakan mahasiswa, ketika lulus nanti yang dibayangkan adalah mendapatkan pekerjaan impian. Dengan jenis pekerjaan dan gaji sesuai dengan keinginan. Namun kenyataan kerap berkata lain, ketika kebutuhan ekonomi kian mencekik maka mau tidak mau, pekerjaan apapun, gaji berapapun akan diambil pula demi bisa tetap bertahan hidup.  Dilematis antara realita dan mimpi

Lantas harus bagaimana? Apa kita benar-benar harus mengubur mimpi kita dalam-dalam?

Barangkali itulah yang coba disampaikan oleh drama ini lewat tokoh Kouno Etsuko yang sebelumnya bercita-cita sebagai editor fesyen tetapi malah harus masuk bekerja menjadi korektor bahasa. Namun, apakah lantas ia melakukan pekerjaannya dengan setengah hati?

Mungkin akan ada yang berpendapat, “Tentu, kan Kouno ini mau cari muka supaya bisa pindah ke divisi Majalah.” Eits, sayang sekali, itu salah besar, hal terbukti kala di episode 9 dimana Kouno Etsuko dihadapkan pada pilihan antara mengejar pekerjaan impiannya atau memenuhi tanggung jawabnya sebagai korektor bahasa.

Kouno Etsuko memilih untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai korektor bahasa, tanpa harus mengubur impiannya untuk bekerja sebagai Editor Majalah.

Meski tentunya ia mengalami banyak pergulatan batin antara realita dan mimpi, tentang apakah dirinya pantas untuk masuk ke divisi Majalah dan menjadi editor fesyen? apakah dirinya sudah cukup bersungguh-sungguh dalam mengejar cita-citanya? Bahkan Kouno pernah sampai pada tahap dimana ia merasa pekerjaannya sebagai korektor bahasa benar-benar biasa saja dan tidak ada apa-apanya dibanding pekerjaan impiannya. 

Semua kegelisahan itu hilang berkat Orihara Yukito menunjukkan pada Kouno, bahwa ada banyak pekerjaan di dunia ini yang kelihatannya sepele dan biasa saja namun dibaliknya ada peran penting mereka yang membuat kita dapat menjalani kehidupan dengan lancar dan nyaman.

“Di dunia ini, ada orang yang dapat mewujudkan impiannya, ada pula yang tidak dapat mewujudkannya. Ada pekerjaan yang dirasa keren, dan ada yang biasa saja. Di antara orang-orang yang telah mencapai impian mereka, mereka masih menemukan hal yang tidak sesuai harapan mereka. Tapi bagaimanapun perasaanmu terhadap pekerjaanmu sekarang dan bagaimana pekerjaan yang kamu miliki. Bersiaplah untuk tekun dan melakukan pekerjaan tersebut. Lakukan kesenangan di luar kerja untuk membantu mengubah rutinitas kerja sehari-hari.”

Orihara Yukito

Foto : Pexels

Editor : Elsa