Berdiri sejak tahun 1998, Warung Bone yang menyediakan sop konro dan sop saudara ini telah melegenda selama 24 tahun dan menjadi warung makan khas Sulawesi favorit masyarakat. Soal rasa yang disajikan Warung Bone tidak perlu diragukan lagi, begitu kata salah seorang kawan saya yang pernah tinggal di Kendari selama beberapa tahun.

Saya yang baru pertama kali menapakkan kaki di bumi Sulawesi pun penasaran bagaimana rasa sop konro yang terkenal kelezatannya itu. Akhirnya pada hari Kamis (02/06/2022) siang yang terik, saya dan beberapa kawan mendatangi Warung Bone yang terletak di pinggir Jalan Syech Yusuf, Korumba, Mandonga, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. 

Sebuah papan nama bertuliskan “Warung Bone” yang terbuat dari kayu dan dicat warna putih terpampang di halaman warung. Setelah melewati papan nama itu, tampak sebuah warung sederhana yang tidak begitu luas, dan terdapat dua sisi meja makan di dalamnya. Meskipun saya datang rombongan bersepuluh, kursi yang ada di dalam warung masih tersisa. Selain saya dan rombongan, siang itu saya tidak melihat pengunjung lain yang mendatangi Warung Bone untuk sekadar membeli sop atau makan siang di tempat.

Menu yang disajikan di Warung Bone ini ada tiga macam, yakni sop konro, sop saudara, dan sop paru. Namun, saya dan kawan-kawan saya memesan sop konro yang katanya menjadi makanan khas Sulawesi. 

Di tengah cuaca yang cukup terik, tidak sampai lima menit, dua wanita paruh baya menyajikan sepiring nasi bertabur bawang goreng dan semangkuk sop dengan potongan daging dan tetelannya menyatu di dalam kuah berwarna hitam.

Melihat sajian kuah hitam berisi potongan daging dalam mangkuk seketika membuatku teringat dengan makanan khas Jawa Timur, yakni rawon. Aroma harum khas rempah-rempah yang menguar dari mangkok sop membuat saya tak sabar untuk merasakan kegurihan sop konro yang legendaris itu. 

Ketika saya menyuapkan sesendok kuah ke dalam mulut, lidah saya disambut dengan kuah yang mirip dengan rawon. Saya berprasangka jika kuah konro terbuat dari campuran rempah dan kluwek—yang merupakan bahan dasar kuah rawon. Pada suapan kedua, saya berpikir bahwa yang membuat sop konro berbeda dari rawon adalah kuah sop konro tidak sekental rawon sehingga saat menyesap kuah sop konro terasa lebih ringan dan segar.

Sambil menikmati santapan, Riandy (23), salah seorang kawan sekaligus pelanggan yang juga pernah menetap selama beberapa tahun di Kendari bercerita jika warung ini memang sudah lama menjadi warung sop konro yang populer.

“Warung ini kan sudah berdiri lebih dari 20 tahun dan sudah dikenal paling enak di masyarakat,” tutur pria yang membawa saya dan kawan-kawan saya ke Warung Bone.

Menyambung penuturan Riandy, Nadhifah (24) mengutarakan impresi pertamanya ketika merasakan sop konro. “Usai menyantap dua sendok sop konro, saya paham kenapa Riandy bilang kalau ini warung konro terenak di Kendari. Karena memang daging yang disajikan terasa lembut dan bumbunya meresap sampai ke dalam,” jelas Nadhifah.

“Meskipun kita harus sedikit berusaha untuk menikmati daging yang menempel di tulang sapinya, tetapi sensasi ‘menghisap’ daging di sela-sela tulang iga itu justru yang membuat konro semakin nikmat,” tuturnya lagi.  

Setelah menandaskan seporsi sop konro, saya beranjak dari bangku dan mendekati sang pemilik Warung Bone, Irwan (46) yang tengah sibuk menghitung nota dengan kalkulatornya. Terkait warung yang didirikannya 24 tahun silam, Irwan bercerita setelah pindah dari Sulawesi Selatan, dirinya yang berusia 22 tahun memutuskan untuk menetap di Kendari dan mendirikan sebuah warung yang menyajikan makanan khas daerah asalnya dan menamainya “Warung Bone”.

“Bersama istri, saya mendirikan warung sederhana ini dan alhamdulillah, selama 20 tahun ini warung kami selalu ramai pengunjung. Entah saat liburan maupun hari raya, warung kami selalu ramai. Bahkan, beberapa langganan kami yang berasal dari Jawa jika sedang main ke Kendari selalu memesan beberapa porsi untuk dibungkus dan dibawa kembali ke Jawa,” kata pria yang meracik bumbu menu masakan sekaligus mengatur jalannya produksi Warung Bone. 

Irwan menjelaskan jika warungnya buka dari pukul 09.00—21.00 WITA. Selain menyediakan makanan untuk dimakan di tempat, Warung Bone juga menyediakan jasa pesan antar bagi pelanggan yang tinggal di daerah Kota Kendari. 

“Soal harga, kami mematok sop konro seharga Rp38.000,00, sop saudara Rp27.000,00, dan sop paru Rp33.000,00. Semua harga sop yang dipatok sudah termasuk dengan nasi, jika ada yang membeli tanpa nasi, kami juga mematok harga yang sama dan tetap tidak mengurangi harganya,” jelas Irwan. 

Soal rasa, saya lantas menyampaikan impresi saya kepada Irwan bahwa sop konro mengingatkan saya dengan rawon yang kuahnya terbuat dari kluwek.

“Memang benar kalau salah satu bahan dari kuah sop konro terbuat dari kluwek. Jadi, rasanya memang tidak jauh berbeda dari rawon. Namun, yang membedakannya dengan rawon adalah kuah sop konro tidak sekental kuah rawon,” tuturnya.

“Selain terbuat dari kluwek, kuah sop konro ini juga terdiri dari kelapa goreng, pala, dan beberapa rempah pilihan yang tidak bisa saya sebutkan,” lanjut Irwan sedikit sungkan. Pria itu tampak hati-hati saat menyampaikan resepnya karena resep menu di dapurnya masih menjadi rahasia. Ia menjelaskan hanya dirinya dan keluarga yang tahu betul apa saja yang menjadi bahan-bahan dalam sop konro warungnya.

Tak lama kemudian, kawan-kawan saya menuntaskan makan siang lalu membayar makanan dan minuman yang dipesan. Irwan kembali sibuk dengan nota-notanya. Usai melakukan pembayaran, saya dan kawan-kawan berpamitan serta mengucapkan terima kasih untuk makanan yang disajikan. Beliau pun membalas ramah pamitan kami yang kemudian masuk ke dalam mobil dan kembali ke arah penginapan.

Editor: Ciqa

Gambar: Dokumentasi penulis