Rasa-rasanya di zaman sekarang, banyak anak muda maupun orang dewasa Indonesia yang berkegiatan sendirian di luar rumah. Entah fenomena ini memang sudah ada sejak dulu atau baru lazim terjadi beberapa tahun terakhir. Jelasnya, kita termasuk kamu barangkali kerap melihat orang yang makan dine in di restoran sendirian, berbelanja sendirian, menonton bioskop sendirian, atau berjalan-jalan sendirian
Ada kesan elusif tersendiri sebelumnya ketika melihat seseorang berada di tempat umum sendirian. Karena pada umumnya masyarakat kita menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan hidup berkelompok dalam komunitas sosial. Jadi, orang yang berada di publik sendirian dipandang sebagai sosok yang “berbeda” dan menyimpang dari budaya. Terlebih jika fenomena ini terjadi di pedesaan dengan karakter masyarakatnya orientasi kolektif, yaitu masyarakat yang mementingkan kebersamaan dan senantiasa memperlihatkan keseragaman persamaan
Banyak Orang Memilih Sendiri
Namun, saat ini pemuda maupun orang dewasa agaknya mulai menikmati waktu sendiri mereka dan semakin peduli terhadap me time. Me time membuat mereka dapat menikmati momen berkualitas bersama diri sendiri. Menikmati waktu sendiri ini bahkan sampai merambah keputusan mereka untuk tidak menikah.
Saat penulis membaca tulisan mengenai pendapat seseorang yang berkaitan dengan pernikahan di berbagai macam platform media sosial, tidak sedikit dari mereka yang memutuskan untuk hidup sendirian tanpa memiliki pasangan. Yang menariknya adalah di saat banyak orang seolah menggalakkan pernikahan, di sisi lain ada banyak pula orang yang berterus terang untuk tetap melajang. Bagi mereka, pernikahan bukanlah suatu hal yang diprioritaskan, terlebih jika finansial dan mental memang belum stabil. Keputusan tidak menikah dominan merujuk pada alasan mereka yang telah bahagia menikmati hidup bersama dirinya sendiri.
Anak Muda Banyak Menunda Menikah
Nyatanya keputusan menikah dan tidak menikah di kalangan pemuda Indonesia ini telah banyak diteliti oleh para ahli. Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research menunjukkan bahwa setidaknya ada 26 persen kaum milenial yang menunda pernikahan. Penelitian itu juga menunjukkan hampir 70 persen kaum milenial masih lajang atau tidak begitu memikirkan kisah asmara dalam kehidupannya. Alasan kaum milenial menunda pernikahan ialah karena karier, faktor ekonomi, menghindari perceraian, atau memilih hidup dalam kebebasan. Para ahli menyebutkan bahwa pernikahan bukan lagi menjadi prioritas utama di kalangan milenial berusia dua puluhan.
Selain itu, ada pula penelitian yang dilakukan oleh perusahaan riset Populix yang melakukan survei untuk melihat keputusan, rencana, serta pertimbangan gen Z dan milenial dalam mempersiapkan pernikahan yang terangkum dalam laporan berjudul “Indonesian Gen-Z & Millennial Marriage Planning and Wedding Preparation”. Berdasarkan survei itu, sebesar 58 persen gen Z dan milenial menyebut telah berancana untuk menikah, tetapi tidak dalam waktu dekat. Sedangkan, sebanyak 23 persen menyatakan belum atau tidak memiliki rencana untuk menikah
Gaya Hidup Honjok
Kemudian, penulis teringat dengan gaya hidup honjok yang marak terjadi di kalangan masyarakat Korea Selatan sejak beberapa tahun terakhir. Sebab, fenomena budaya honjok di Korea Selatan punya kesamaan dengan gaya hidup individualis yang terjadi di tengah masyarakat kita saat ini. Kamu pernah gak dengar istilah ini sebelumnya? Honjok (diucapkan hon-juk) merupakan istilah yang berasal dari Korea Selatan yang memiliki makna suku penyendiri. Sebagaimana namanya, maka honjok mengacu pada orang yang melakukan kegiatannya sendirian dan memanfaatkan kemandirian mereka.
Awalnya, istilah honjok muncul sebagai kata kunci yang menentang budaya lazim di Korea Selatan. Kata kunci tersebut muncul pada tahun 2017 ketika sekelompok besar anak muda Korea mulai menggunakannya sebagai tagar untuk menggambarkan diri mereka sebagai pribadi yang mandiri dan menggambarkan kegiatan mereka yang dilakukan sendirian.
Anak Muda Korea Frustasi
Fenomena gaya hidup honjok ini dimulai ketika anak muda Korea merasa frustasi terhadap masa depan mereka dengan segala macam tuntutan sosial yang ada. Dengan gaya hidup honjok, mereka dapat hidup bebas dan mandiri tanpa terikat dengan tradisi maupun pandangan masyarakat luas. Mereka bisa melepaskan diri dari tekanan keluarga untuk menikah dan melanjutkan keturunan sebagaimana yang dilakukan oleh generasi terdahulu. Dengan honjok juga, mereka dapat lebih banyak menikmati me time.
Semula honjok dinilai kontroversi dan punya citra negatif, sebab gaya hidup ini bertolak belakang dengan nilai sosial masyarakat Korea Selatan yang menjunjung tinggi kebersamaan, ikatan sosial, serta budaya generasi tua. Terlebih mereka yang menganut gaya hidup honjok cenderung memilih untuk tetap melajang dan tinggal sendirian. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak orang Korea menganut gaya hidup ini. Lambat laun, citra negatif honjok pun terkikis. Honjok justru merupakan gaya hidup yang dinilai positif karena memuat nilai kebahagiaan, kepercayaan diri, efisiensi, serta kebebasan.
Melalui gaya hidup honjok, seseorang dapat memikirkan siapa dirinya di luar norma sosial dan budaya yang sudah mendarah daging. Gaya hidup honjok membuat seseorang hidup sebagai bagian dari dirinya dan membuat seseorang lebih memahami dan menghargainya dirinya sendiri.
Pada akhirnya, kesendirian memang dibutuhkan oleh manusia. Menikmati waktu sendirian itu penting. Kesendirian dapat membuat kamu menjadi pribadi yang mandiri dan membantumu menemukan kekuatan dirimu.
Editor: Assalimi
Gambar: Pexels
Comments