Dalam masa pandemi yang belum tahu kapan berakhirnya, masyarakat mulai ditimpa berbagai fenomena yang unik. Fenomena yang ada timbul dan tenggelam bak mentari dan rembulan yang datang dan pergi silih berganti. Termasuk dengan tren dan hype-nya fenomena insecure dikalangan kaum muda-mudi calon-calon penerus bangsa.

Insecure (rasa tidak aman) merupakan sebuah rasa takut akan sesuatu yang dipicu oleh rasa tidak puas dan tidak yakin akan kapasitas diri sendiri. Bila meninjau dari kacamata medis, insecure adalah salah satu istilah dalam dunia kesehatan mental (mental illness) yang kini menjadi perhatian bagi khalayak.

Kehadirannya juga kerap dinisbatkan ketika seseorang merasa tidak nyaman terhadap dirinya sendiri atau terhadap suatu situasi. Hal ini bisa mengakibatkan orang yang memiliki rasa insecure malah tidak menjadi diri sendiri.

Namun, bila ditelaah lebih lanjut munculnya tren dan fenomena tersebut, rasa-rasanya insecure itu hadir, karena sikap seorang individu yang lebih memilih untuk meromantisasi perasaan. Hal ini menyebabkan kristalisasi sebuah sikap yang menimbulkan ke-insecure-an itu sendiri.

Kaum Insecure

Di tengah kondisi pandemi terdapat polarisasi dalam masyarakat, ada orang yang memilih untuk bersikap bersahaja dan bahagia, namun ada juga yang malah memilih untuk berada dalam kondisi galau dan risau. Sebenarnya bebas-bebas saja untuk memilih kedua pilihan tersebut, karena setiap orang dapat memilih untuk menjadi ceria atau dirundung nestapa. Tokh, hal itu sah-sah saja dan merupakan otoritas setiap insan yang tidak dapat diganggu gugat.

Namun, hidup tak sepicik itu kawan. Apakah karena ada sebuah ketidaknikmatan engkau malah mengingkari berbagai kenikmatan yang telah diberikan-Nya? Apakah karena itu engkau lebih fokus pada air setitik daripada luasnya samudra?

Mereka yang Masih Insecure

Dengan semangat untuk bersolusi setelah mendapatkan inti dari permasalahan, maka masalah akan lebih mudah untuk diurai. Tinggal bagaimana mau merubah sikapnya atau dirubah oleh sifatnya.

Untuk itu janganlah menganggap diri sendiri lebih rendah dari orang lain, karena setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing, Kita hanya perlu memaksimalkan segala potensi dan meminimalkan segala hal yang dapat mendeskresi.

Dalam QS. Al-Baqarah: 286 yang artinya “Bahwa Allah tidak akan memberi cobaan melebih batas hambanya”. Untuk itu janganlah memperberat dan menyusahkan diri sendiri. Kalau kata AA Gym, jika ada permasalahan mah lebih baik untuk bersifat HHN (Hadapi, Hayati, dan Nikmati) setiap episode kehidupan jadi jangan terlalu diambil pusing kehidupan yang sudah cukup memusingkan ini.

Adapun kata Ali bin Abi Thalib, “Bukan kesulitan yang membuat kita takut, tapi ketakutan yang membuat kita sulit. Karena itu jangan pernah mencoba untuk menyerah dan jangan pernah menyerah untuk mencoba dalam amanah, keikhlasan, dan kejujuran. Maka jangan katakan pada Allah (aku punya masalah), tetapi katakan pada masalah (Aku punya Allah Yang Maha Segalanya)”.

Semua Adalah Pilihan

Kemudian dengan berbagai dinamika yang telah dilalui, gimana pasti cape, ya? Pasti Lelah, ya? Itu manusiawi. Akan tetapi, tindakan kalian yang telah memilih untuk bertahan, kalian hebat kalian kuat. Sebab, berada di posisi ini memang tak mudah, tetapi jangan sampai kehilangan arah.

Walaupun pembahasan masalah ini sangat kompleks dan baru dibahas secara subtil, jadi gimana masih mau tetap berada dalam fase insecure? Karena, terlalu lama larut dalam kemelut dan balada emosi malah hanya akan menyita pemikiran saja. Sejatinya masalah tidak akan muncul jika tidak ada yang mempermasalahkannya, sehingga semuanya akan bermuara kepada mindset setiap individu itu sendiri.

Maka, lihatlah ke bawah dan jangan ke atas untuk urusan dunia. Tetapi, lihatlah ke atas dan jangan lihat ke bawah untuk urusan akhirat. Walaupun mewujudkan dalam tindakan tidak semudah mengucapkan dalam lisan yang penting mujahadah untuk menjadikan diri lebih baik lagi di setiap harinya. Nggak mau kan sampeyan kalau kata surat al-Asr di cap sebagai orang orang yang merugi?