Bagi seseorang yang baru belajar menulis yang kastanya masih berada di level amatiran seperti saya, mendapatkan notifikasi e-mail dari sebuah media online bahwa tulisan kita terbit merupakan kebahagiaan tersendiri. Sama bahagianya ketika baru bangun pagi, tahu-tahunya kamu sudah menerima chat dari si ayang besti yang mengucapkan selamat pagi buat kamu dan menyemangati kamu. Bahkan mungkin bisa lebih bahagia lagi dari sekadar menerima chat pagi-pagi dari pacar.

Saya pernah iseng bertanya ke beberapa teman sesama penulis pemula perihal alasan mengapa mereka sangat senang ketika mengetahui bahwa tulisan mereka tayang di media. Ada yang menjawab senang karena bisa dijadikan bahan pamer di media sosial. Namun jawaban yang paling revolusioner adalah yang mengatakan bahwa dengan tulisannya terbit di media dan dibaca banyak orang, hal tersebut menjadi harapan baginya semoga saja bisa turut berkontribusi dalam memajukan peradaban bangsa. 

Demikian pula ketika ternyata tulisan kita ditolak oleh media yang bersangkutan, rasa sedih, mental down, dan mungkin tidak ingin lagi menulis akan seketika timbul dalam diri kita, terutama bagi orang-orang seperti saya yang masih sangat minim pengalaman di dunia kepenulisan. Tentu saja hal tersebut wajar dan manusiawi. Namun larut dalam rasa sedih yang berkepanjangan itu yang harus dihindari.

Salah satu kecenderungan negatif manusia adalah ingin langsung berdiri di anak tangga paling atas tanpa terlebih dahulu melalui beberapa anak tangga sebelumnya. Tidak sedikit penulis pemula yang ingin langsung menghasilkan karya yang bagus dan tulisan-tulisannya tayang di banyak media online. Padahal untuk sampai pada tahap tersebut butuh proses dan waktu yang tidak sebentar. Pengalaman mengalami berkali-kali penolakan bahkan hal yang harus dialami terlebih dahulu sebelum akhirnya tulisan kita lolos kurasi dan diterbitkan.

Banyak penulis hebat tanah air yang pernah mengalami penolakan berkali-kali sebelum akhirnya berhasil meraih kejayaannya. Siapa yang tidak kenal dengan Dee Lestari? Ya, dialah yang menulis novel “Perahu Kertas”, salah satu novel yang menjadi paling terlaris sehingga membuat namanya termasuk sebagai daftar penulis top nasional. Namun, sebelum meraih kejayaannya tersebut, penyanyi yang merangkak sebagai penulis ini pernah mengalami penolakan berkali-kali oleh penerbit.

Ada juga Asma Nadia, seorang penulis perempuan tanah air yang sudah menerbitkan puluhan novel. Dia dikenal sebagai penulis yang sangat produktif. Tak ayal jika berbagai penghargaan sebagai penulis pun diraihnya. Namun, seperti yang pernah dialami Dee, Asma Nadia juga pernah merasakan tulisannya berkali-kali ditolak oleh banyak majalah. 

Dan pastinya masih banyak lagi penulis-penulis hebat tanah air lainnya yang pernah karyanya ditolak berkali-kali. Belum lagi kalau kita juga mengikutsertakan penulis-penulis terkenal yang ada di mancanegara, seperti Charles Dickens, Stephen King, J.K Rowling, yang mana semuanya juga pernah merasakan karyanya sering mengalami penolakan.

Para penulis hebat tersebut ketika karya mereka ditolak, yang mereka lakukan alih-alih terpuruk dalam rasa sedih yang berlarut-larut, mereka justru tetap gigih dan konsisten untuk terus menulis. Karena mereka melihat kegagalan bukanlah pertanda bahwa mereka tidak bisa, bagi mereka kegagalan justru sebagai awal untuk sampai kepada tujuan. Pola pikir yang semacam ini seharusnya juga dimiliki oleh setiap penulis terutama yang masih tergolong sebagai pemula. 

Ketika tulisan kita ditolak, kita seharusnya menjadikannya sebagai motivasi dan tetap semangat untuk terus berkarya. Bukan malah merasa galau, patah semangat, kemudian bikin status di media sosial dengan caption, “Sepertinya saya memang tidak berbakat untuk jadi penulis.” Aneh, ingin jadi penulis handal tapi bermental kerupuk, itu kan sama saja bohong.

Lagian kita ini kan hidupnya di dunia, bukan di surga. Di dunia ini, dalam proses kita meraih sesuatu, kegagalan demi kegagalan sudah pasti akan kita alami terlebih dahulu sebelum akhirnya sesuatu yang kita impikan tersebut berhasil kita capai. Hal yang mustahal itu kalau ada orang yang bisa langsung mencicipi manisnya kesuksesan tanpa terlebih dahulu merasakan pahitnya kegagalan. Kita ingin jadi penulis dan melihat tulisan-tulisan kita tayang di banyak media online, namun sebelum itu terlebih dahulu kita pasti akan merasakan pengalaman tulisan kita ditolak. 

Lagi pula tidak ada masalah kok kalau  tulisan kita ditolak dan tidak lantas akan membuat kita tidak layak untuk jadi penulis. Buktinya, ya, para penulis hebat yang saya sebutkan tadi, nyatanya mereka juga punya sejarah tulisan-tulisan mereka ditolak berkali-kali. Maka dari itu, tidak usah lah buang-buang waktu untuk bersedih ketika ternyata tulisan yang kita kirim ke media tidak diterbitkan. 

Ketimbang menghabiskan energi untuk bersedih, tentu akan lebih afdal jika kita tetap konsisten dan terus semangat untuk menulis meski harus babak belur menerima kenyataan pahit bahwa tulisan kita ditolak melulu. Sebab, hanya itulah cara terbaik yang bisa kita lakukan. Asal tahu saja, “Carrie” yang merupakan novel perdana Stephen King, sebelum menjadi internasional best seller dan diadaptasi menjadi film sebanyak dua kali, novel tersebut dulunya pernah ditolak 30 kali oleh penerbit, sehingga membuat King sempat merasa putus asa dengan membuang karyanya tersebut ke tempat sampah. 

Editor: Saa

Gambar: Pexels