Ada satu jabatan yang mudah untuk didapatkan tanpa perlu untuk bersusah payah berjuang. Tanpa perlu membuang keringat untuk melakukan semacam kudeta. Jabatan tersebut adalah jabatan Ketua Kelas.

Sangat jarang ada yang mau menjadi ketua kelas, sehingga ketika anda menjadi Ketua Kelas tidak perlu khawatir akan ada kudeta Ketua Kelas yang sah ataupun kelas terpecah menjadi dua faksi.

Ada beberapa hal yang menyebabkan para siswa tidak tertarik dengan jabatan Ketua kelas, yang pertama dari segi gaji, Ketua Kelas ini tidak bergaji. Lain ceritanya kalau seandainya Ketua Kelas bergaji, tentu semua siswa berbondong-bondong mendaftarkan diri menjadi Ketua Kelas. 

Kemudian yang kedua, Ketua Kelas ini seringkali menjadi pesuruh para anggota kelas, mulai dari menjemput guru di kantor, meminjam buku di perpustakaan, bahkan hal yang remeh sekalipun yaitu mengisi tinta spidol dilakukan oleh Ketua Kelas. Saya bisa bilang, jabatan ini memang mudah didapat, tapi sulit dilepas, ya karena jarang yang mau.

Selanjutnya adalah sering tertinggal pelajaran, Ketua Kelas harus hadir dalam rapat Majelis Permusyawaratan Kelas atau MPK, dan rapat ini diadakan ketika jam pelajaran. Akibatnya tertinggal pelajaran. Berikutnya sosok Ketua Kelas sering disalahkan ketika kelas kalah dalam perlombaan classmeeting, padahal Ketua Kelas tidak ikut main, hanya sebatas mondar mandir menjadi Tim Hore.

Selain itu, kalau ada anggota kelas yang bermasalah, mulai dari membolos sekolah, atau merokok di sekolah, sampai ada anggota kelas yang tidak mengembalikan buku di Perpustakaan. Maka Ketua Kelas selalu dipanggil untuk ikut menjadi saksi untuk dimintai keterangan.

Penentuan Ketua Kelas

Pemilihan Ketua Kelas sendiri lebih sering dilakukan secara aklamasi. Biasanya Wali Kelas, menunjuk tiga nama yang dikenal memiliki reputasi tinggi alias bintang kelas. Selanjutnya yang lainnya disuruh memilih di antara ketiga calon itu, dan ketika proses pemilihan ini terdapat provokator yang memperkeruh suasana, menggalang dukungan untuk memilih salah satu kandidat. Konyolnya lagi, anggota kelas yang lain mengikuti provokator tersebut.

Dalam pemilihan Ketua Kelas ini tidak perlu khawatir jika  gagal menjadi Ketua Kelas. Karena tetap akan mendapatkan jabatan, baik itu berupa Wakil Ketua Kelas, Sekretaris, ataupun Bendahara. Tapi anehnya, mereka yang tidak terpilih menjadi Ketua Kelas tampak senang, dan tak henti-hentinya mengungkapkan rasa syukur. Tetapi sebaliknya Ketua Kelas yang terpilih terlihat murung. Fenomena tersebut sungguh sangat bertolak belakang dengan keadaan politik negeri ini.

Namun, bukan berarti Ketua Kelas penuh dengan derita, namun ada juga sisi enaknya menjadi Ketua Kelas. yaitu tidak pernah ditarik uang kas, hal ini dikarenakan Bendahara tidak berani menagih Ketua Kelas. Selanjutnya adalah ketika ada rapat seringkali dimanfaatkan untuk makan di kantin sekolah, atau sekedar menikmati pendingin AC di perpustakaan.

Keuntungan berikutnya adalah namanya begitu tersohor, karena banyak yang mengenal, baik itu oleh para Guru, kakak kelas, ataupun adik kelas. Kalau kelas mendapatkan penghargaan sebagai kelas terbersih dalam Class Meeting atau perlombaan dalam Class Meeting, maka Ketua Kelas yang akan maju untuk menerima piala dan piagam penghargaan. Hal ini yang mengagumkan dan membuat bangga.

Cerita di atas berdasarkan pengalaman saya pribadi yang selalu menjadi ketua kelas di bangku Sekolah. Namun kini saya sudah pensiun dari Ketua Kelas, dikarenakan sudah lulus dari bangku Sekolah. Ironisnya karier politik saya hanya itu doang, saya selalu gagal dalam memperebutkan jabatan yang lain. Ternyata pengalaman menjadi ketua kelas selama beberapa periode tak cukup mengantarkan ke jabatan yang lebih tinggi dan bergengsi.

Kini saya memutuskan untuk membuat negara sendiri di mana rakyatnya adalah mereka yang sama sama senasib. Nama negara tersebut adalah Republik Mahasiswa Rebahan, dalam negara tersebut saya menjabat menjadi Imam Besar Republik Mahasiswa Rebahan.

Editor : HIZ

Foto : Pexels/Max Fischer