Berkenalan melalui karya beliau berjudul “O” saya lalu jatuh cinta pada karya Eka Kurniawan. Seorang Penulis yang menurut saya memiliki kejelian dalam menggambarkan sesuatu dengan baik sehingga seakan memasuki dunia yang telah diciptakan. Lalu dengan penuh semangat saya mencari-cari karya beliau dan sampailah pada salah satu karya yakni Lelaki Harimau. Dari judulnya memang terkesan fantasi tapi begitu dibaca ini sangat mengejutkan.
Sedari awal sebenarnya saya tidak terlalu ingin menyegerakan untuk menyelesaikan buku ini dengan cepat. Karena beban yang saya rasakan saat membaca buku ini, bahasanya yang memang harus dipahami kata demi kata membuat harus menyetorkan waktu yang banyak agar bisa menikmati karya ini. Namun perlahan Eka seperti mengantarkan dari keengganan menuju sebuah pertunjukkan yang menakjubkan. Dengan konflik yang terlihat seperti sederhana membuat saya berpikir apakah hanya akan seperti ini saja? Ternyata tidak. Eka begitu piawai untuk mengiring pembacanya dengan perkembangan psikologi tokoh dalam cerita ini yang semakin lama semakin terlihat bahwa konflik yang ada tidak sesederhana di awal cerita. Membuat saya yang membayangkan ternyata tidak sesederhana itu hal yang dialami tokoh-tokoh dalam cerita ini.
Saya lalu mengibaratkan bahwa ini adalah sebuah gunung es yang ada di lautan yang perlahan surut dan terlihat begitu besarnya konflik yang dalam cerita ini. Semuanya diantar perlahan demi perlahan. Semakin membaca saya semakin mengerti kenapa karya ini menjadi salah satu yang luar biasa. Konflik yang dibahas juga terkait isu-isu yang selama ini mungkin dianggap biasa saja. Mulai dari perjodohan, konflik rumah tangga, perselingkuhan, dan banyak sekali dan semua dikemas dengan apik oleh Eka. Ini membuat saya membuka mata ternyata menikah tidak sesederhana yang dipikirkan saat ini. Tentu ini bukan buku mengenai menikah atau bagaimana, tapi tema yang dibawakan begitu hangat dan ada di sekitar kita. Membuat saya harus memahami kondisi memang tidak pernah sesederhana yang dikira.
Semua hal dalam buku ini diceritakan oleh Eka dengan begitu baik dan detail hingga bisa membayangkan hal yang terjadi di depan mata. Semua bahkan langsung terbayang dalam benak pikiran membuat saya kadang bergidik jijik atau bahkan benci dengan tokoh yang diceritakan. Walaupun begitu Eka meramunya dengan baik dan menjadikan cerita ini layak dinikmati. Namun, memang harus menyetorkan waktu untuk menikmati karya ini dengan baik. Menurut saya ini bukan karya ringan yang bisa dinikmati sambil lalu tapi karya yang memang membutuhkan pengorbanan waktu demi menikmati sebuah pertunjukkan manis dari Eka.
Pertunjukan dalam buku ini juga membuat saya takjub dan tidak berkutik ketika sampai pada bagian akhir. Saya juga cukup berharap akan ada hal yang menyenangkan dari setiap sudut cerita yang ada. Tapi Eka tidak ingin para pembacanya hanya menerima sebuah plot yang biasa saja. Perasaan benar-benar diaduk-aduk antara kesal, sedih, kasihan dan macam-macam. Apalagi ketika puncak dari ceritanya dibuka, saya harus banyak berdamai dengan cerita yang ada. Isunya memang tidak sedang dialami oleh kalangan dekat saya, tapi itu cukup membuka mata bahwa isu nyata dan masih ada di masa sekarang. Bagaimana bisa hati seorang anak dengan tegar menerima kondisi kekerasan dalam rumah tangga yang dilihat setiap hari. Alasan pun sederhana tapi konflik yang dibangun seakan tiada akhir.
Isu dalam buku ini cukup banyak mulai dari membahas masalah kepuasan seksual yang sangat riskan sekali untuk mencapai sebuah keharmonisan, lalu adanya isu mengenai kemiskinan yang juga menjadi poin dalam cerita ini. Bahkan hal itu masih mungkin menjadi fenomena yang ditemui di daerah-daerah. Tentu Eka sangat jeli sekali untuk mengemas isu yang sensual dalam cerita yang saya tidak sanggup untuk menyelesaikan sekali duduk. Cukup berat membayangkan apa yang dialami oleh para tokoh yang ada dalam cerita ini.
Tentu dalam buku ini ada beberapa adegan dewasa dan cukup erotis untuk dinikmati oleh kalangan yang tidak siap. Tapi melihat isu yang dibawakan tidak cukup mudah, saya merasa itu adalah bumbu yang cukup pas untuk dimasukkan dalam cerita ini. Tentu bumbu ini tidak mengurangi isu yang sedang dibahas dan diselesaikan dengan plot cerita yang tidak biasa. Ini adalah buku yang mengajarkan saya untuk lebih hati-hati lagi kelak apalagi berkaitan dengan masalah pernikahan, atau bahkan perjodohan.
Buku ini bercerita mengenai Margio seorang bocah yang bertugas mengiring babi saat musim berburu harus menghadapi kenyataan bahwa dia telah melakukan sebuah pembunuhan yang brutal. Dengan banyaknya motif yang ada dibalik itu, Margio berdalih bahwa bukan dia yang melakukannya. “ Ada harimau di dalam tubuhku”. Apakah benar ada harimau dalam tubuh Margio? Atau sebuah alasan semata? Ataukah ini sebuah cerita fantasi? Mungkin memang harus membacanya agar memahami dan mengetahui cerita lebih lanjut.
Saya tidak akan menggambarkan lebih jelas lagi mengenai cerita dalam buku ini, cukup sayang untuk dilewatkan setiap detail cerita yang diberikan Eka untuk pembacanya. Memang akan terkesan membosankan bahkan tidak sanggup saja membayangkan apa yang terjadi. Tapi untuk mengetahui makna sebenarnya dari kata Lelaki harimau perlu rasanya untuk membacanya hingga akhir.
Akhir kata, Eka tidak sekadar memberikan cerita dengan banyak agenda erotis. Tetapi juga menyajikan sebuah kenyataan mengenai sebuah keluarga dipenuhi dengan banyaknya masalah. Masalah itu juga bisa didapatkan dari hal yang remeh temeh. Tapi bisa berakibat besar bahkan bisa menjadikan lelaki harimau. Saya rasa tidak pantas untuk melewatkan karya Eka yang satu ini.
Editor: Saa
Gambar: Mojok Store
Comments