Kita semua pasti sudah tidak asing dengan kutipan Soekarno di bawah ini, bukan? Sebuah ungkapan dari Soekarno yang secara tidak langsung menunjukkan betapa penting dan berpengaruhnya seorang pemuda. Begitupun bagi mahasiswa—baik itu mahasiswa aktivis ataupun akademis—yang merupakan pemuda terpelajar dan diharapkan oleh bangsa ini untuk mampu menjadi manusia yang berguna dengan idealisme yang dimiliki.

Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akar-akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia

Soekarno

Penting bagi mahasiswa untuk memiliki idealisme. Namun, tak jarang idealisme tersebut harus berbenturan dengan realita dan membawa mahasiswa pada sebuah pilihan-pilihan yang harus diambil secara bijak. Tatkala menjadi mahasiswa awal (baru), maka seorang mahasiswa tersebut harus mampu berfikir kritis mengenai jalur yang harus mereka pilih. Mematangkan perencanaan dan perhitungan sehingga tahu untuk selanjutnya akan memilih menjadi mahasiswa aktivis, mahasiswa akademis, atau menjadi mahasiswa apatis.

Mahasiswa Aktivis

Mahasiswa aktivis yang sejatinya itu bagaimana sih? Tentunya pertanyaan ini akan sangat beragam jawabannya, bahkan banyak opini yang berbeda-beda dari masyarakat. Aktivis sering dikaitkan dengan mereka yang mengikuti organisasi, mereka yang memiliki pemikiran luas dan kritis akan isu-isu terkini yang berada di masyarakat. Aktivis juga sering dikaitkan dengan mereka yang sering terlibat dalam suatu aksi, baik aksi kemanusiaan, aksi solidaritas, hingga aksi demonstrasi sekalipun. Untuk mengulas mengenai kehidupan aktivis itu sejatinya seperti apa, jawabannya akan sangat panjang dan mungkin bisa menjadi satu artikel tersendiri.

Menjadi aktivis merupakan salah satu pilihan yang bisa diambil oleh mahasiswa yang tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan menjadi aktivis itu salah satunya ialah, kita akan memiliki banyak sekali teman dan relasi. Selain itu, kita juga akan memiliki pemikiran dan ilmu yang luas yang diperoleh dari saling bertukar fikiran hingga bertukar bacaan dengan sesamanya. Pemikiran kita tidak hanya mengenai dunia perkuliahan yang berisi pelajaran belaka, namun lebih terbuka untuk hal-hal lainnya yang tentunya akan sangat bermanfaat dalam hidup kita di kemudian hari.

Menjadi aktivis juga dapat digunkana untuk mengembangkan kemampuan bersosial yang ada dalam diri. Namun, menjadi seorang aktivis mahasiswa tentunya tidak selalu berjalan mulus dan enak. Kita harus mampu membagi antara kepentingan organisasi dan kepentingan perkuliahan (di kelas). Kita juga harus mampu mempertahankan nama baik organisasi atau himpunan yang kita ikuti. Berfikir idealis namun tidak anarkis, barangkali demikian.

Mahasiswa Akademis

Mendengar kata akademis yang berada di benak kita tentunya perihal pelajaran, perkuliahan, dan IP atau IPK. Begitupun dengan mahasiswa akademis, tidak jauh dari pandangan tersebut. Apabila mahasiswa aktivis sangat erat kaitannya dengan organisasi, maka mahasiswa akademis sangatlah identik dengan ilmu pengetahuan atau pelajaran yang bersifat ilmiah.

Mahasiswa-mahasiswa akademis biasanya akan sangat tekun berkutat dengan dunia pekuliahan, rajin mengumpulkan tugas, dan rajin duduk menyimak penjelasan yang diberikan oleh dosen. Banyak orang mengkaitkan bahwa mahasiswa akademis ini sangat berkontradiksi dengan mahasiswa aktivis. Intinya, mahasiswa akademis akan sangat menghargai efektivitas waktu untuk suatu hal yang mampu membuahkan hasil yang baik. Nasib baiknya ialah mahasiswa akademis banyak yang mampu lulus tepat waktu atau bahkan lebih cepat. Namun, tidak jarang pula yang pada akhirnya kurang memiliki pergaulan yang luas.

Melihat uraian di atas, maka manakah yang seharusnya kita pilih sebagai mahasiswa? menjadi mahaiswa aktivis atau akademis? Jawabannya tergantung pada diri masing-masing, karena pada dasarnya kita sebagai mahasiswa telah diberikan peluang atau opportunities yang bisa kita pilih.

Menjadi mahasiswa aktivis tentunya akan sangat berguna untuk masa depan kita di dunia nyata, bahkan dunia kerja nantinya. Menjadi mahasiswa akademis juga mampu membawa kita untuk lulus cepat dengan nilai mata pelajaran yang baik, dekat dengan dosen dan pihak-pihak akademisi kampus lainnya.

Menjadi mahasiswa aktivis atau akademis, keduanya ialah pilihan yang masing-masingnya memiliki konsekuensi dan keunggulan yang bisa kita ambil. Apabila mampu menjadi keduanya sungguh pilihan yang lebih baik. Yakni, pintar dalam bersosial sebagai aktivis dan cerdas sebagaimana seorang akademisi merupakan satu kesatuan yang barangkali merupakan pilihan terbaik sebagai mahasiswa.

Pilihan yang menjadi masalah ialah ketika kita memilih menjadi mahasiswa apatis. Sebab, apatis ialah pilihan bagi orang-orang yang egois. Setiap manusa diberi peluang dalam hidupnya, tinggal bagaimana kita sebagai mahasiswa mampu memilihnya.

Hanya ada dua pilihan: menjadi apatis atau mengikuti arus. Tapi, aku memilih untuk menjadi manusia merdekaSoe Hok Gie

Editor: Nirwansyah

Ilustrasi: Indonesiana