Sejak masuk MTs, saya nggak pernah berekspetasi untuk masuk ke dunia guru TPA. Saya pikir, selama sekolah saya tidak akan jadi guru dadakan layaknya Ramadhan ini. Pada awalnya memang nggak berpikiran bakal berbaur dengan anak-anak TPA. Namun, karena tuntutan sekolah, mau tidak mau harus menyelam ke dunia tersebut untuk beberapa saat. Saya kira akan susah untuk “PDKT” dengan mereka semua, atau bisa dikatakan efforts-nya harus ekstra.

Setelah pelepasan keputusan tugas dari sekolah, saya dibuat bingung bagaimana mau melaksanakannya. Pada dasarnya, saya bukan seseorang yang langsung terlihat ekstrovert kalau ketemu orang baru. Sejak dapat kesempatan waktu dan tempat, bersyukur sekali bisa bertemu mereka. Memang ada benarnya jika kita belum mencoba, maka belum tau rasanya. Kesempatan langka ini benar-benar luar biasa dan tentunya mengisi waktu untuk berbagi dan berkelana.

Belajar dari Anak-anak TPA

Sehabis salat ashar, menyempatkan diri mengayuh sepeda lipat kuning menuju TPA menjadi kebiasaan baru. Di jam belajar-mengajar selalu disambut baik oleh mereka semua, dari berebut meja sampai urutan maju buat ngaji. Apa yang saya suka dan belajar dari mereka banyak macamnya, tentang menghargai waktu dan selalu tersenyum, contohnya.

Siang hari, saya sering melihat anak-anak kampung bermain dengan teman-temannya yang lain, tetapi pada saatnya pergi mengaji satu per satu mulai pergi ke rumah masing-masing. Suatu hari di belakang rumah, segerombolan anak-anak memancing ikan saat menjelang ashar.

Ada yang yang secara natural bilang, “aku tak ngaji dulu ya, nanti balik lagi.” Kalau dipikir-pikir, itu cuma perkataan sederhana, namun sangat bagus. Adanya rasa tanggungjawab tersebut, memotivasi diri saya sendiri untuk lebih menghargai masa yang ada dalam melaksanakan kewajiban.

Bagaimana pun, kegiatan mereka selama di rumah nggak menghalangi untuk menyempatkan belajar mengaji di TPA. Ada kalanya memang di paksa oleh orang tua mereka, tetapi selalu mengencangkan urat senyum tatkal sudah bertemu teman-temannya. Selain itu, cerita-cerita konyol sampai curhatan ringan menjadi celotehan harian rutin yang menggema di langit-langit bangunan.

Jika ditelisik lagi, jenis setiap anak-anak TPA memang berbeda-beda. Ada yang sudah baik membacanya, ada yang masih bingung membedakan huruf, sampai cedal pelafalan. Adapun yang harus mode “high five” dulu baru mau mengaji. Dan jarang sekali saya melihat anak yang cemberut. Hampir semua cerah ceria dengan urat senyum yang tak henti tampak. Apalagi senyum adalah salah satu ibadah kecil yang bermakna pahala. Dengan melihat senyum mereka luar biasa sekali pelet nya!

***

Rasa-rasanya, tiada hari tanpa senyum. Namun, jangan di jalan kemudian senyum-senyum sendiri hehe. Kepolosan dan ketulusan mereka benar-benar mengalahkan rasa canggung dan ekspetasi buruk. Yang selama ini saya anggap mereka hanya anak-anak yang belajar mengaji itu salah, banyak yang bisa dipelajari jika sudah menyelam ke dunianya, bahkan saat jangka hari memutuskan untuk berpisah, perasaan sedih melanda di hati.

Semangat serta pecahan-pecahan cerita kecil mereka sangat membantu untuk melepas penat yang membendung di kepala. Hanya dengan tertular pelet senyum, rasa lapang untuk menghadapi hari-hari selanjutnya menjadi lebih baik dan berenergi.

Harapan saya untuk ke depannya, banyak orang yang bisa melepas senyumnya dengan tulus dan lebar. Dengan perbuatan kecil seperti ini bisa melegakan hati dan pastinya membuat orang di sekitar kita merasa bahagia juga! Dan jangan lupa untuk selalu belajar dari orang-orang sekitar kita.

Selamat berpuasa!

Editor: Nirwansyah

Gambar: BKKBN