Di Indonesia, kita sering banget dengan mudah menyalahkan pemerintah atas segala permasalahan yang ada. Internet dan media sosial yang berkembang cepat nan pesat juga memiliki andil besar dalam hal ini.

Kita bisa nge-tweet atau posting story di media sosial tentang masalah yang kita lihat atau kita hadapi. Kita cenderung mudah untuk memberikan “label” bahwa permasalahan yang kita lihat dalam kehidupan sehari-hari adalah salah pemerintah. Tapi, apakah kita pernah berpikir, bagaimana masalah bisa dianggap sebagai “masalah”?

“Masalah” itu apa sih?

Secara umum, masalah adalah suatu kondisi dimana terdapat jarak atau perbedaan antara kondisi ideal dengan fakta. Atau secara sederhana, masalah adalah kondisi yang tidak seharusnya atau tidak wajar itu terjadi. Sesuatu bisa dianggap sebagai sebuah “masalah” apabila hal tersebut menimbulkan dampak negatif atau menimbulkan kerugian. Tentu hal ini menjadi suatu beban bagi banyak orang atau justru diri kita sendiri bukan?

Lalu, apakah semua permasalahan yang terjadi harus diselesaikan oleh pemerintah? Belum tentu Sob, tidak semua permasalahan yang terjadi harus diselesaikan oleh pemerintah.

Ada banyak pihak yang bisa menyelesaikan sebuah permasalahan, baik sektor swasta, komunitas, NGO, atau bahkan justru diri kita sendiri. Misalnya aja, kamu yang sedang belajar online dan menggunakan kuota internet, lalu kuota internet kamu habis, apakah itu permasalahan yang harus diselesaikan pemerintah? Kita harus berpikir bahwa: jangan-jangan kuota internet yang digunakan itu cepat habis karena kita tidak menghitung pemakaian kuota yang kita gunakan. Kecuali, kalau yang dipermasalahankan adalah harga kuota yang tidak terjangkau dan jaringan infrastruktur internet tidak merata, sehingga membuat belajar online tidak maksimal.

Petakan Akar Permasalahan dan Siapa yang Punya Andil

Selain itu, penting sekali bagi kita untuk memetakan siapa saja yang terlibat dan siapa yang bisa berperan untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi. Dalam kasus belajar online diatas, ada banyak pihak yang terlibat, mulai dari pemerintah (baik pusat maupun daerah), perusahaan telekomunikasi (swasta maupun BUMN), dan diri kita sendiri. Harga kuota yang tidak terjangkau dan jaringan infrastruktur internet yang tidak merata bisa diselesaikan apabila pemerintah dan perusahaan telekomunikasi saling berkolaborasi satu sama lain. Sedangkan, diri kita sendiri harus belajar untuk mengelola penggunaan kuota sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Selain memetakan siapa saja yang terlibat dan berperan dalam menyelesaikan sebuah permasalahan, kita juga harus menyadari posisi kita. Sebagai contoh adalah penyebaran COVID-19 yang belum terkendali hingga saat ini. Tentu, dalam kondisi ini kita akan sangat mudah menyalahkan dan meminta pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tapi, dimana posisi kita? Kita adalah masyarakat dimana kita merupakan subjek dan memiliki peran bukan? Disaat pemerintah maupun tenaga kesehatan sedang berjibaku melawan COVID-19, kita bisa berkontribusi untuk melawan COVID-19. Caranya adalah dengan mematuhi protokol kesehatan yang telah dibuat oleh pemerintah. Tentu akan tidak bijak bukan ketika kita mengkritik pemerintah karena belum mampu menanganani penyebaran COVID-19, tetapi kita justru malah tidak menggunakan masker ketika berpergian?

Jadi, menyikapi sebuah masalah itu membutuhkan deep thinking atau berpikir secara mendalam. Kita tidak boleh gegabah atau menunjukkan sikap yang reaktif yang berlebihan. Cobalah untuk berpikir dengan mendeskripsikan masalah, siapa saja yang terlibat dalam masalah dan bisa berperan untuk menyelesaikan permasalahan, dan yang tidak kalah penting juga adalah menyadari dimana posisi kita dalam masalah tersebut. Yuk kita melatih diri dan membiasakan diri untuk melakukan ini!