Self harm alias segala perbuatan yang bertujuan untuk menyakiti diri sendiri, bukan lagi bahasan tabu untuk dibicarakan di tengah isu kesehatan mental yang belakangan ini sedang naik daun. Saya yakin, sebagian besar dari pembaca bahkan pernah melakukan hal yang satu ini.
Entah itu sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan. Mulai dari pukulan-pukulan ringan pada bagian tubuh, hingga menyayat kulit menggunakan benda-benda tajam. Baik ringan maupun berat, selagi itu menyakiti diri sendiri, tetap self harm namanya!
Bagi sebagian orang yang tak pernah melakukan self harm, mungkin kalian bertanya-tanya mengapa ada orang yang senang menyakiti diri sendiri. Apa mereka tak merasa kesakitan saat melakukan kegiatan self harm ini?
“Apa sih yang ada di pikiran orang satu ini, hingga senang sekali menyakiti diri sendiri? Kok ya bisa?” kiranya begitulah pikiran kalian.
Sebagai salah seorang yang kerap kali melakukan self harm secara diam-diam, bolehlah saya berbagi isi pikiran saya melalui tulisan yang satu ini. Kiranya dengan tulisan yang satu ini dapat membuat kalian memahami jalan pikiran orang yang kerap kali menyiksa diri sendiri. Sedang untuk kalian-kalian yang sama seperti saya, kerap melakukan self harm, tulisan ini bisa dijadikan bentuk penegasan bahwa kalian tidak sendirian.
Tahapan Self Harm
Untuk lebih memudahkan, saya akan membagi gejala self harm dalam 3 tahapan.
1. Pemicu
Ada asap, ada api. Selayaknya permasalahan pada umumnya, self harm tentulah tak muncul begitu saja. Pasti ada pemicu yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Pemicu dapat datang dalam berbagai macam bentuk. Entah itu ingatan akan masa lalu yang berusaha dilupakan, penyesalan, ketakutan akan masa depan, kebencian akan suatu peristiwa, dan lain-lain.
Dalam kasus saya, pemicu ini berbentuk penyesalan dan ingatan akan masa lalu. Ingatan ini biasanya datang ketika malam tiba. Saat saya sedang sendirian. Hanya ditemani kegelapan malam, suara jangkrik, dan kesunyian.
2. Jijik dan Benci Terhadap Diri Sendiri
Tahapan kedua yang muncul adalah perasaan benci, dan jijik terhadap diri sendiri. Setelah pemicu muncul, kebencian terhadap diri sendiri pun mengikuti. Sulit memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu, merasa diri tak berharga karena kegagalan-kegagalan yang ada, merasa rendah diri sebab terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, maka munculah kebencian terhadap diri sendiri.
Bayangkan saja begini, ketika kita teramat benci pada seseorang, kita pasti ingin ia menderita. Begitu pun kebencian yang satu ini. Bedanya kebencian yang satu ini bukan diungkapkan pada orang lain, tapi pada diri sendiri. Tahapan inilah yang akan menggiring pelaku untuk melakukan aksinya menyakiti diri sendiri.
Merasa Tak Berharga Lagi
Setelah kebencian pada diri menumpuk, maka keinginan untuk menyakiti diri sendiri pun bertumbuh dalam diri pelaku. Merasa bahwa diri mereka yang tak berharga memang pantas mendapat hukuman dari diri mereka sendiri. Merasa bahwa diri mereka yang penuh salah dan dosa memang layak mendapat siksaaan dari diri mereka sendiri.
Saat mereka menyiksa diri sendiri-entah itu berupa pukulan, melukai diri dengan benda tajam- muncul kepuasan dalam diri mereka, karena akhirnya perasaan jijik dan benci mereka terhadap diri sendiri tercurahkan.
Nah, kiranya itulah isi pikiran orang-orang yang kerap kali melakukan self harm. Tentulah kebiasaan ini adalah kebiasaan yang akan memberi dampak buruk andai kata terus-menerus dilanjutkan. Bagi pelaku self harm seperti saya, ada baiknya untuk mulai membuka diri. Tak perlu gengsi untuk meminta pertongalan. Entah itu menceritakan dan meminta bantuan pada orang-orang terdekat ataupun psikolog yang sudah ahli di bidangnya.
Bagi orang-orang yang bersedia mendengar curahan hati kami, para pelaku self harm, kami ucapkan terimakasih. Karena nyatanya waktu yang kalian luangkan, meski hanya untuk mendengar cerita kami, berarti cukup besar bagi kami.
Editor : Faiz
Gambar : Google
Comments