Alam adalah manifestasi atau pengejawantahan Tuhan. Begitulah kata Jalaluddin Rumi. Mengobservasi, mengamati, atau mempelajari alam berarti mengamati Tuhan dalam bentuk lain. Secara singkat, seharusnya tidak ada pendikotomian antara ilmu umum dan agama. Karena pada hakikatnya, ketentuan alam yang kemudian termanifestasi dalam hukum-hukum sains adalah ketentuan Tuhan juga. Selain mempelajari hukum-hukum agama yang datang melalui wahyu, mempelajari hukum-hukum alam juga seyogianya dapat mendekatkan si pelajar kepada Pencipta alam itu.
Alam dalam Bahasa Indonesia adalah kata yang berasal dari Bahasa Arab yaitu ‘ālamun yang bermakna semesta atau jagad raya. Dalam Al-Quran, kata ‘ālamun hanya ada dalam bentuk jamak yaitu ‘ālamīna yang disebutkan sebanyak 73 kali dalam 30 surat. ‘Ālamīna bermakna kumpulan sejenis dari makhluk Tuhan yang berakal atau yang memiliki sifat-sifat yang mendekati makhluk yang berakal.
Alam Semesta sebagai Media Tafakur
Dalam proses penciptaan alam, setidaknya terdapat tiga realitas yaitu Allah SWT sebagai pencipta alam, makrokosmos yang biasanya didefinisikan sebagai segala sesuatu selain Allah SWT, dan mikrokosmos yaitu individu atau manusia itu sendiri. Manusia sebagai mikrokosmos telah dibekali Tuhan dengan daya akal yang luar biasa. Menurut Syekh Tanthawi, terdapat sekitar 750 ayat kauniyah (ayat-ayat tentang alam semesta) dalam Al-Quran. Al-Quran selalu mengajak pembacanya untuk memikirkan segala penciptaan Tuhan. Misal dalam Surat Yunus ayat 101 yang bermakna:
“Katakanlah: ‘Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di Bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman’”
Alam bisa menjadi sebab manusia menemukan Tuhan. Tuhan telah lama dipersepsi sebagai sebab yang disebut Sebab Pertama (al-Sabābu al-Awwal). Tuhan telah lama dipersepsi sebagai Sebab Pertama oleh filosof Yunani khususnya Aristoteles maupun para filosof muslim khususnya Al-Kindi. Pandangan tentang Tuhan sebagai Sebab Pertama beranjak dari keyakinan bahwa suatu kejadian tidak bisa terjadi karena sesuatu yang lain. Alam semesta yang demikian teratur ini dipastikan ada sebab sesuatu yang lain. Sebab itulah Tuhan. Maka, adanya alam semesta ini dijadikan dalil bagi pemikir tentang keberadaan Tuhan.
Dalam konsep Islam, alam adalah makhluk Tuhan yang diperuntukkan manusia untuk menyelidiki dan meneliti alam sebagai bahan dari tugas kekhalifahannya di Bumi. Kita mengemban tugas untuk melestarikan alam dengan segala potensi akal yang dianugerahkan Tuhan. Bukan untuk merusaknya guna memenuhi nafsu ketamakan.
Ayat-ayat kauniyah senantiasa mendorong manusia untuk menyelidiki alam guna memahami tabir keajaiban Tuhan. Karena alam adalah media tafakur untuk semakin memahami, menghayati, hingga melahirkan kesadaran tentang Tuhan.
Penulis: Furhatul Khoiroh Amin
Penyunting: Aunillah Ahmad
Comments