Sebagai guru, barangkali ada momen-momen yang meresahkan ketika melakukan kegiatan pembelajaran dengan para murid di kelas. Salah satu momen tersebut adalah minimnya murid yang bertanya selama sesi pembelajaran berlangsung, misalnya setelah guru selesai menjelaskan materi pelajaran.

Kesediaan murid untuk bertanya perihal materi pelajaran sebenarnya memiliki peran yang cukup penting. Mengukur pemahaman murid, membaca situasi kelas, hingga menandakan adanya antusiasme dalam proses pembelajaran.

Kebanyakan guru cenderung menganggap bahwa pertanyaan menandakan adanya ketidakpahaman atas materi pelajaran tertentu. Jika demikian, ketika tidak ada yang bertanya, apakah berarti murid sudah paham dengan materi yang dijelaskan? Belum tentu. Berikut beberapa motif lain yang dapat melatarbelakangi ketidaksediaan murid untuk bertanya dalam proses belajar mengajar.

Takut Bertanya karena Tidak Paham

Murid dapat berada dalam satu jalur dengan guru. Bertanya menandakan adanya materi yang belum atau kurang paham. Akan tetapi, perbedaan dapat terjadi terkait penilaian atas pertanda tersebut. Jika guru menilai bahwa bertanya adalah hal yang lumrah, maka murid dapat menilai bahwa bertanya dapat menimbulkan masalah baru.

Alih-alih merasa terangkul, murid dapat merasa tertekan ketika guru justru merespons dengan meremehkan ketidaktahuannya. Belum lagi pandangan teman sekelasnya yang sudah lebih dahulu paham dengan materi pelajaran tersebut. Murid juga takut jika pertanyaan atas materi pelajaran yang kurang paham justru dinilai tidak menghargai usaha guru dalam menjelaskannya sedari awal. Oleh karena itu, murid memilih alternatif yang lebih ramah, yakni berkonsultasi dengan temannya yang lebih menguasai materi pelajaran terkait.

Khawatir Dijawab dengan Pertanyaan Apabila Bertanya

Tidak sedikit pula guru yang merespons pertanyaan murid dengan pertanyaan lainnya, semisal pertanyaan untuk memicu pemahaman murid dengan pengandaian tertentu. Cara ini memang terbilang wajar dan mudah diaplikasikan. Akan tetapi, terdapat masalah baru bagi murid yang menghadapinya.

Apabila murid keliru menjawab, ia tentu akan dinilai lebih bodoh dua kali lipat. Sebagai catatan, tidak setiap murid mampu berpikir dengan jernih dalam satu momen semata, terlebih momen yang membuatnya gugup. Dengan kata lain, murid berpotensi untuk salah menjawab karena rasa gugup, kurang fokus, atau memang tidak paham ketika guru berusaha memancing pemahamannya dengan pertanyaan lain. Kesabaran guru pun semakin diuji ketika dihadapkan dengan situasi sedemikian rupa.

Murid Tidak Ingin Dinilai Mencari Perhatian

Jangan salah, situasi drama pun dapat terjadi di kalangan para murid. Dalam beberapa kasus, terdapat beberapa institusi atau kurikulum pendidikan yang mengukur keaktifan murid sebagai salah satu penilaian terhadap murid. Salah satu indikator terkait keaktifan murid tersebut adalah proses bertanya dalam kegiatan pembelajaran.

Tidak jarang murid memanfaatkan momen tersebut untuk mencari perhatian guru sehingga mudah dikenal sebagai murid yang aktif bertanya. Murid juga dapat pura-pura bertanya perihal yang sebenarnya sudah dikuasainya demi penilaian di mata guru. Fenomena tersebut pada akhirnya memberikan kesan yang negatif bagi murid lainnya. Istilah “cari muka” tentu akhirnya tidak asing di kalangan murid sendiri. Jika anggapan tersebut sudah terlalu parah, maka tidak ada murid yang ingin bertanya karena tidak ingin dianggap mencari perhatian.

Ingin Durasi Pelajaran Cepat Selesai

Sudah menjadi rahasia umum di kalangan murid bahwa dibutuhkan kekompakan untuk mempercepat (atau setidaknya mengefektifkan) durasi jam pelajaran. Strategi ini berjalan dengan persetujuan murid untuk tidak bertanya setelah guru memberikan penjelasan terkait materi pelajaran. Dengan demikian, diharapkan guru berekspektasi bahwa murid sudah paham dengan materi pelajaran dan tidak perlu melanjutkan sesi pembelajaran hingga durasinya selesai.

Hal ini juga dilakukan terhadap guru yang terbiasa menggunakan durasi pembelajaran semaksimal mungkin. Adanya murid yang bertanya justru membangkitkan gairah guru untuk terus menjelaskan materi pembelajaran hingga tidak sadar ketika durasinya telah selesai. Sesi pembelajaran selanjutnya hingga sesi istirahat pun menjadi korban karena durasinya berkurang akibat ketidaksadaran tersebut.

Motif-motif di atas mungkin hanya beberapa dari sekian penyebab murid enggan bertanya setelah guru selesai menjelaskan materi pembelajaran. Tidak dimungkiri juga bahwa murid memang tidak benar-benar paham dengan upaya guru menjelaskan kembali sehingga bertanya pun dikira hal yang sia-sia, bahkan ketika guru sendiri yang menawarkan untuk bertanya. Tidak jarang juga guru mengancam dengan tes mendadak untuk menguji pemahaman murid ketika tidak ada yang bertanya.

Hal ini tentu menjadi tantangan bagi guru untuk memahami suasana dalam kelas dan beradaptasi. Tidak hanya agar proses pembelajaran tetap berlangsung secara efektif, tetapi juga mampu memahami sisi psikologis murid sehingga tetap nyaman dalam mengembangkan potensi terbaiknya.

Editor: Nirwansyah

Gambar: Tirto.ID