Nama Soeratin sudah tidak asing di telinga, khususnya bagi pecinta sepak bola Indonesia. Nama Soeratin melekat dengan kompetisi usia muda yang biasa diadakan oleh PSSI setiap daerah maupun nasional. Untuk era saat ini, nama Soeratin tidak setenar Shin Tae Yong, Luis Milla, ataupun Iwan Bule dalam kancah sepak bola nasional. Namun,perlu diketahui bahwa Soeratin ialah bapaknya sepak bola tanah air. Sehingga namanya disematkan sebagai kompetisi bola usia muda.
Soeratin dilahirkan di Yogyakarta pada 17 September 1898. Pria kelulusan Sekolah Tinggi Teknik di Heklenburg, Jerman memiliki nama lengkap Soeratin Sosrosoegondo. Sepulang dari jerman, Soeratin menikahi saudara sepupu yang bernama R.A. Srie Wulan yang merupakan adik kandung Dr.Soetomo. Soeratin sendiri terlahir dari keluarga berpendidikan, ayahnya yang bernama Soerosogondo merupakan guru KweekSchool ( Sekolah Guru) dan seorang pengarang.
Pendiri PSSI
Tahun 1930 menjadi tahun yang fenomenal bagi sepak bola Indonesia. Pada tahun itu berdirilah federasi sepak bola bernama PSSI sebagai bentuk perlawanan bangsa Belanda. Berdirinya PSSI diprakarsai oleh Soeratin yang menjabat sebagai ketua umum periode pertama. Kecintaan Soeratin terhadap sepak bola sangatlah tinggi. Ia bergerilya menemui tokoh sepak bola Jakarta, Bandung, Magelang, Surakarta, Yogyakarta, Surabaya, dan Madiun untuk pembentukan sebuah badan Sepak Bola yang memiliki tujuan Nasionalisme. Alhasil pada tanggal 19 April 1930 di ruangan gedung Handeprojo, Yogyakarta.
Pendirian PSSI dinilai sangat berani, mengingat Indonesia masih dibawah pendudukan kolonial Belanda. PSSI dinilai sebagai semangat pemuda Indonesia dalam hal Olahraga pasca Sumpah Pemuda 1928. Selain dorongan Nasionalisme, pembentukan PSSI dilatar belakangi adanya penghinaan yang dilakukan Belanda. Oleh karena itu, Soeratin menganggap Sepak bola sebagai bentuk Perlawanan.
Sepak Bola sebagai Perlawanan
Pembentukan PSSI bermula dari penghinaan yang dilakukan Belanda. Pada awal 1930,orang Indonesia membentuk sebuah panitia untuk pertandingan amal yang bertempat di Yogyakarta. Panitia merencanakan akan mengundang klub yang berada di luar Yogya, namun terganjal izin dari NIVB (Federasi Sepak Bola Belanda). Namun jawaban Belanda/NIVB sungguh menyakitkan dan cenderung menghina : “Tidak bisa. Anggota NIVB dilarang bermain dengan perkumpulan sepak bola inlander yang belum teratur baik”. Jawaban tersebut yang membuat tokoh sepak bola geram dan membentuk persyarikatan sendiri.
Pengadaan kompetisi tandingan merupakan salah satu bentuk perlawanan dari PSSI. Pihak belanda tidak melarang pemainnya untuk berlaga, mereka menganggap kejuaraan hanya bisa dilaksanakan sekali saja. Bahkan mereka yakin PSSI tidak bisa jalan karena ketiadaan dana, selain itu masyarakat sudah terbiasa menyaksikan pertandingan NIVB yang lebih menarik.
Estimasi NIVB meleset total. Bertempat di alun-alun Solo, pertandingan dipenuhi oleh ribuan penonton. Pertandingan yang mempertemukan tiga tim yakni, VIJ Jakarta, PSIM Yogyakarta dan VVB Solo dimenangkan oleh VIJ Jakarta yang merupakan cikal-bakal Persija Jakarta.
Bentuk perlawanan yang dilakukan Soeratin ketika pemberangkatan Piala Dunia 1938. Soeratin menolak pemain yang berisikan pemain NIVU saja. Ia menghendaki pertandingan antara NIVU dengan PSSI sebelum pemilihan pemain. Sratin juga tidak menghendaki bendera yang dipakai ialah bendera NIVU sesuai perjanjian kerja sama.
Hidup Sederhana
Soeratin memiliki gaya hidup yang sederhana. Pada awal pendirian PSSI, ia memilih mundur dari perusahaan bangunan Belanda karena menentang dominasi Belanda. Padahal gaji yang diperoleh setara dengan gaji orang Belanda. Alhasil ia mendirikan perusahaan bangunan yang digunakan untuk menghidupi keluarga dan juga kas PSSI. Bahkan Soeratin juga merogoh kantong untuk mengadakan kompetisi usia muda.
Setelah tidak aktif memimpin PSSI, Soeratin tinggal di Bandung. Ia tinggal di pavilium 4×6 m, bersama sang istri dalam keadaan sakit-sakitan. Kehidupan Soeratin hanya mengandalkan santunan keluarga karena tidak mendapat dana pensiun dari pemerintah. Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat separoh usianya disumbangkan untuk kebangkitan nasional melalui sepak bola.
Editor : Faiz
Gambar : Google
Comments