Pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia mematrikan duka yang mendalam di hati miliaran umat manusia. Sebagaimana negara-negara lain, Indonesia juga ikut merasakan dampak dari pandemi ini. Oleh karena itu, kesalehan sosial sudah semestinya ditingkatkan.
Di samping itu, dampak ini bisa kita rasakan, mulai dari sulitnya bersosialisasi dengan sesama karena adanya peraturan untuk menjaga jarak, PPKM, dan anjuran untuk di rumah saja. Namun, saya tetap meyakini bahwa serangkaian peraturan tentang pembatasan sosial adalah demi kebaikan kita semua.
Dampak lain yang tidak bisa dianggap remeh adalah di bidang ekonomi. Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK terhadap karyawannya, karena tidak bisa lagi memberikan upah. Ada pula perusahaan yang gulung tikar dan berhenti beroperasi. Karenanya, jumlah pengangguran di Indonesia kian meningkat. Di masa sulit seperti sekarang ini, sikap tolong menolong tentu sangat diperlukan. Saat ini bantuan-bantuan dari mereka yang memiliki rezeki berlebih menjadi sesuatu yang sangat dinanti oleh mereka yang membutuhkan.
Berbagi Itu Keharusan
Sebagai seorang Muslim, membantu sesama yang sedang menderita adalah sebuah keharusan. Rasulullah Saw. memberi perumpamaan, bahwa orang-orang Islam itu seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit, maka rasa sakit itu dirasakan oleh semua anggota tubuh. Bahkan di Hadits lain Rasul Saw. bersabda, “Kalian tidak dikatakan beriman, sampai kalian mencintai saudara kalian sebagaimana kalian mencintai diri kalian sendiri.”
Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa tolok ukur keimanan sesorang adalah kepedulian terhadap sesama. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka kepeduliannya kepada sesama akan semakin tinggi pula. Pun sebaliknya, jika ada seseorang yang mengaku beriman tapi sama sekali tidak memiliki kepedulian kepada sesama, maka keimanannya perlu dipertanyakan. Karena bisa jadi dia masuk ke dalam golongan yang oleh Al-Qur’an disebut dengan ‘orang yang mendustakan agama’.
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (1) Itulah orang yang menghardik anak yatim, (2) dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (3) Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (4) (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (5) orang-orang yang berbuat riya. (6) dan enggan (menolong dengan) barang berguna (bagi orang lain). (QS. al-Maa’uun:1-7).
Ayat ini memberi informasi kepada kita bahwa indikasi-indikasi seseorang yang mendustakan agama di antaranya adalah mereka yang tidak memperdulikan sesama. Mulai dari tidak memperdulikan anak yatim bahkan sampai menghardiknya, enggan memberi makan orang miskin, serta enggan memberikan bantuan. Maka, celakalah bagi orang yang hanya mengerjakan shalat, haji dan ibadah ritual yang lain, namun tetangganya masih kelaparan, sedangkan di rumahnya masih banyak makanan lebih.
Kesalehan Sosial
Ibadah-ibadah individual (shalat, dzikir, puasa, dan lain-lain) yang kita lakukan mestinya memberikan efek kepada kesalehan sosial kita. Kesalehan sosial yang dimaksud adalah kesalehan yang menunjukkan pada prilaku orang yang peduli dengan nilai-nilai islami, yang bersifat sosial. Perintah-perintah agama terkait dengan ibadah individual selalu memperlihatkan fungsi ganda. Pertama, adalah agar seorang hamba lebih mendekatkan diri kepada Rabb-Nya. Kedua, menuntut manusia untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan kemanusiaannya.
Ibadah shalat di satu sisi adalah sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Di sisi lain, ibadah shalat akan menumbuhkan kesadaran dalam hidup untuk senantiasa menjauhi perbuatan buruk dan senantiasa berbuat baik. Allah Swt. berfirman:
“Dan dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar dan ingatlah kepada Allah yang Maha Besar, dan Allah Maha mengetahui apa yang kalian perbuat” (QS. al-Ankabut: 45).
Menurut ayat ini, orang yang benar shalatnya tidak akan pernah melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Hidupnya akan selalu dipenuhi dengan perbuatan-perbuatan baik kepada Tuhannya maupun kepada sesama manusia.
Sama halnya dengan ibadah shalat, puasa juga memiliki fungsi ganda sekaligus. Di satu sisi puasa adalah proses menghadirkan Tuhan ke dalam diri seorang Muslim. Di sisi lain, orang yang melakukan puasa menurut Al-Qur’an akan menjadi pribadi yang bertaqwa.
Orang yang bertaqwa adalah pribadi yang menjauhi segala larangan Allah dan melaksanakan segala perintahnya. Termasuk di dalamnya adalah menjaga diri dari menyakiti orang lain, menghalangi dan merampas hak-hak orang lain pada satu sisi, dan menyayangi, mengasihi dan menghormati hak-hak orang lain di lain sisi.
Selain itu, dengan berpuasa seorang Muslim bisa merasakan lapar sebagaimana orang-orang miskin. Maka, orang yang berpuasa akan terdorong hatinya untuk membantu mereka yang berkekurangan.
Di masa sulit seperti sekarang ini, kesalehan sosial setiap Muslim mestinya ditingkatkan. Sehingga, seorang Muslim tidak hanya asyik shalat di masjid, tetapi juga melaksanakan tanggung jawab sosial dan kemanusiaanya.
Editor: Nirwansyah
Ilustrasi: Republika
Comments