Prosa Awal dan Mira awalnya berbentuk drama satu babak, namun drama satu babak ini diubah menjadi bentuk prosa yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1957. Prosa Awal dan Mira merepresentasikan kondisi pasca perang. Hal ini dapat dilihat dari setiap kejadian yang ada di dalam cerita tersebut. Kondisi pasca perang dalam prosa Awal dan Mira dapat diperjelas dari peristiwa pada tahun 1951, yaitu di kedai kopi milik Mira. Kedai kopi tersebut sebenarnya serambi muka rumahnya Mira tetapi dibangun menjadi kedai kopi. Kedai kopi tersebut didirikan di atas bekas runtuhan rumah batu yang hancur karena peperangan. Hal ini merepresentasikan kondisi pascaperang, yakni adanya runtuhan batu yang hancur karena peperangan sehingga terbentuknya kedai kopi yang dibangun di atas bekas runtuhan tersebut. 

Kondisi pasca perang selanjutnya yang digambarkan di dalam prosa Awal dan Mira dapat diperjelas ketika Awal pergi meninggalkan Ibu Mira, Si Baju Putih, Si Baju Biru dari kedai kopi seolah-olah marah. Si Baju Putih sudah mengira bahwa Awal berasal dari golongan menak. Begitupun Si Baju Putih mengatakan bahwa celaka bagi orang menak yang hidup di zaman pasca perang lantaran zaman sudah berubah, tetapi bagi golongan menak ingin hidup seolah-olah seperti di zaman sebelum perang, yaitu golongannya selalu dihormati. Akan tetapi, jika itu terjadi pada masa pasca perang maka dianggap sebagai orang yang tidak waras. Hal ini merepresentasikan bahwa orang-orang pada keadaan pasca perang tidak selalu menghormati orang menak saja karena mulai menyadari bahwa bukan orang golongan menak saja yang harus dihormati, melainkan siapa pun harus dihormati lantaran zaman sudah berubah. 

Selanjutnya, representasi kondisi pasca perang di dalam prosa Awal dan Mira dapat diperjelas ketika datang seorang lelaki tua. Lelaki tua menggambarkan bagaimana kondisi pasca perang, yaitu lelaki tua berkata bahwa rumahnya tidak sebesar rumahnya sebelum peperangan, apabila saat malam hari ketika membuka mata di rumah tidak masalah lantaran pemandangan yang tidak sempit. Akan tetapi, karena akibat penjajahan maka kondisi rumah pasca perang tidak bisa disebut sebagai rumah melainkan tempat yang hanya cukup untuk tidur saja. Selain itu, lelaki tua pun merepresentasikan kondisi pasca perang, ia mengatakan bahwa sebelum perang apabila ada orang yang memiliki rumah gedung maka kondisi rumah pada pasca perang tidak dapat tinggal di tempat gedung lagi, layaknya runtuhan gedung rumah Mira yang terjadi pada peperangan hanya bisa dijadikan kedai kopi pada masa pasca perang. 

Di dalam novel Awal dan Mira, sosok Si Lelaki Tua yang datang ke kedai kopi Mira seolah-olah merepresentasikan keadaan pasca perang. Ia banyak bercerita kepada Mira, bahkan ia berkata kepada Mira bahwa dirinya sering bertanya-tanya lantaran pada masa pasca perang sering terjadi kondisi yang kacau, seperti perampokan, pembunuhan, penggedoran, dan tidak ada cinta antar sesama manusia, bahkan para pemimpin yang berteriak menganjurkan damai tetapi justru mempersenjatai diri sehingga kondisi di masa pasca perang sering terjadi kegelisahan dalam masyarakat. Lelaki Tua pun memberitahu juga bahwa pada masa pasca perang perlu adanya pegangan, yaitu kepercayaan kepada Tuhan. 

Kondisi pasca perang selanjutnya yang digambarkan di dalam prosa Awal dan Mira dapat diperjelas ketika Mira yang menunjukan kondisi keadaan yang sesungguhnya, yaitu pasca perang justru Mira dalam kondisi yang cacat dengan menggunakan kruk pada kedua ketiaknya. Mira yang memiliki wajah yang cantik sampai orang yang datang mengunjungi kedai pasti selalu memuji kecantikan Mira. Di balik kecantikan Mira, hanya ibunya yang mengetahui bahwa Mira mengalami kondisi yang cacat. Awal yang menaruh hatinya kepada Mira bahkan menyerahkan kepercayaan sepenuhnya kepada Mira untuk dijadikan teman hidupnya justru terkejut melihat kondisi Mira yang cacat. Mira memperlihatkan kondisi tersebut kepada Awal sambil menangis dengan berkata bahwa kenyataanya Mira itu cacat sehingga apa yang Awal lihat itu hanya bagian tubuh atasnya saja yang cantik, tetapi bagian tubuh bawah Mira mengalami kondisi cacat. Mira berkata kepada Awal bahwa kakinya buntung akibat peperangan. Dalam hal ini, novel Awal dan Mira merepresentasikan kondisi pasca perang yang harus dialami oleh Mira dengan kondisi kakinya yang cacat lantaran korban peperangan. 
Editor : ciqa

gambar: pexels