Siapa yang tidak kenal VOC di masa Penjajahan Belanda? Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) adalah maskapai dagang Hindia Timur. Tentu setiap orang tahu dong materi sejarah Indonesia di sekolah menengah pertama ini. Kongsi dagang yang pernah berjaya di masa kolonial ini memiliki prestasi yang sangat menakjubkan. Meskipun demikian pada akhirnya VOC kandas dengan korupsi yang membabi buta hingga pailit, mewariskan hutang dan dibubarkan.
Kejayaan VOC
Sebagai Kongsi Dagang yang potensial, VOC digandeng oleh Kerajaan Belanda dan diberikan hak Oktroi yang di antara isinya adalah diizinkan mencetak mata uang sendiri dan diberi wewenang memungut pajak di daerah yang mereka kuasai itu. Hak Oktroi ini menjadikan VOC berdiri gagah di negeri jajahan.
VOC diberi kekuasaan untuk berdiplomasi dengan kerajaan lain, termasuk Eropa. Dari mulai inilah, VOC melebarkan sayapnya. Tidak hanya kepentingan berdagang, namun juga melakukan kolonialisasi. VOC dijadikan tangan kanan Belanda dan berwenang untuk melakukan perjanjian dagang, berperang, membuat perjanjian damai dan membangun angkatan perang sendiri. Kekuasaan yang sewenang-wenang ini tidak berjalan mulus dan selalu mendapatkan bantahan dari kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Mataram, Gowa-Tallo, Ternate-Tidore, Banten, Palembang dan lainnya.
VOC memiliki teknologi militer yang unggul berupa benteng kuat dan rapat, senjata api yang lebih memadai, serdadu-serdadu sewaan yang terampil serta sekutu-sekutu lokal yang mendukung VOC. Dengan kekuatan ini, banyak kerajaan-kerajaan lokal terpaksa tunduk pada VOC.
Korupsi dan Keruntuhan VOC
Daerah kekuasaan VOC meluas dan peperangan ditumpahkan demi mengalahkan kekuatan negeri jajahan. Anggaran VOC banyak dihabiskan untuk perang. Anggaran pertahanan ini pun tidak berjalan mulus, ada kerikil korupsi di tengah jalan sehingga semakin menguras kas VOC. Pemandangan korupsi juga tampak di Pasar Ikan dimana VOC memegang kendali atasnya. Setiap kapal yang masuk pelabuhan, ditarik uang rokok dan pungutan liar (pungli) lainnya. Korupsi-korupsi kecil sudah membudaya. Pemandangan korupsi juga terlihat di Museum Fatahillah dan Museum Jakarta yang tak jauh dari Pasar Ikan. Tidak hanya pegawai, Gubernur Jenderal pun melakukan hal keji ini.
Dasi sisi eksternal, pesaing dagang Belanda, yaitu Inggris dan Prancis tergolong kuat. Pemasukan VOC semakin kompetitif dengan pesaing. Himpitan internal dan eksternal ini telah merongrong kas VOC sehingga menumpuk hutang sebanyak 136,7 juta gulden. Dilansir dari historia.id, sejak 31 Desember 1799 VOC dinyatakan pailit, hutang dan asetnya diserahkan kepada Pemerintah Belanda. VOC diberi waktu untuk membayar hutang, namun setelah 12 tahun lamanya, akhirnya pada 1811 VOC pun dibubarkan dengan meninggalkan utang sebesar 140 juta gulden.
Pelajaran dari Masa Kolonial untuk Generasi Milenial
Prof Salim Said, pakar politik pernah berkata dalam sebuah talkshow ILC :
“Sebuah negara bisa maju karena ada yang mereka takuti. Taiwan takut sama China. Korea Selatan takut sama Korea Utara. Singapura karena dia mayoritas orang Tionghoa di tanah Melayu. Israel takut karena dia di Lautan Arab. Indonesia (yang notabene Negara Berketuhanan), Tuhan pun tidak ditakuti.”
Perkataan itu sangat tepat untuk menggambarkan jatuhnya VOC. Korupsi besar-besaran dilakukan oleh VOC disebabkan karena mereka merasa berada di negeri yang jauh dan tidak diawasi pemerintah Belanda. Alhasil, VOC melampiaskannya dengan mencari kehidupan sangat mewah. Seorang pejabat Belanda selalu diiringi lima orang budak ketika pergi ke luar rumah. Ada yang bagian membawa payung, membawa tempat untuk sirih atau membuang ludah, dan ada yang kebagian membawa tandu. Kelengahan mereka atas pengawasan Belanda menjadikannya terbuai oleh korupsi.
Generasi Milenial harus belajar dari fenomena ini. Sebagai Warga di Negara yang Berketuhanan, kita harus menyelaraskan hati, perkataan, dan perbuatan untuk senantiasa merasa diawasi oleh Tuhan. Salah satu butir Pancasila Sila pertama adalah tentang bagaimana seorang individu bisa taat akan ajaran agamanya. Korupsi bukanlah ajaran dari agama. Maka Generasi Milenial harus berani mengatakan TIDAK untuk Korupsi, sekecil apapun itu bentuknya.
Comments