Kata-kata “Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya” saat ini seakan semakin tidak relevan. Dengan persaingan yang semakin ketat, sampul buku justru harus dibuat semenarik mungkin agar bisa menangkap minat para pembeli dan pembaca. Sejatinya manusia memang tidak akan mau repot-repot mengetahui isi sebuah buku jika sampulnya tidak menarik. Begitu juga dengan saya. Dengan sampul yang eye catchy novel berjudul “Orang-Orang Oetimu” karya Felix K. Nesi berhasil membuat saya jatuh hati. 

Setelah tertarik dengan sampulnya, saya lalu mencari tahu novel seperti apa sih Orang-Orang Oetimu ini. Di laman Instagram juga banyak berseliweran postingan-postingan mengenai novel ini. Banyak juga yang merekomendasikan. Novel ini ternyata adalah Pemenang Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta 2018. Novel pemenang sebuah ajang yang sangat bergengsi seharusnya tak perlu diragukan lagi tentang isinya. Dengan sampul menarik, pemenang sayembara, dan direkomendasikan banyak orang, apalagi yang saya tunggu untuk membeli dan membaca novel itu?

Melihat Sejarah Nusa Tenggara Timur dalam Orang-Orang Oetimu

Semua embel-embel menarik tadi ternyata memang diikuti dengan isi yang sangat menarik pula. Orang-Orang Oetimu menceritakan tentang kondisi sosial masyarakat di sebuah desa bernama Oetimu yang terletak di pelosok Nusa Tenggara Timur pada paruh kedua 1990an. Pengaruh sosial yang terjadi sebagai akibat dari lepasnya Timor Timur dari Kolonialisme Indonesia. Bagaimana Negara, tentara, gereja, sopi (minuman keras tradisional), dan seks berperan besar dalam kehidupan sosial.

Yang sangat saya syukuri karena diberi kesempatan sehingga saya bisa membaca novel ini adalah, novel ini mampu memberi saya pandangan dari sudut pandang orang-orang Timor Timur yang saat itu berjuang melepaskan diri dari Indonesia yang mereka anggap hanya penjajah, bukan pengayom seperti yang diakui pihak Indonesia. Jika ingin mengerti sejarah, sangat penting untuk bisa melihat dari semua sudut pandang. Novel ini mampu menceritakan secara gamblang apa yang terjadi tanpa ada sensor termasuk saat Sersan Ipi melakukan hubungan badan dengan Silvy. 

Meski tidak bisa dijadikan sumber penelitian atau rujukan seperti halnya buku-buku ilmiah, akan tetapi sejarah yang dikemas dengan sastra dalam buku ini justru membuat kita lebih paham mengenai kondisi yang terjadi di tengah masyarakat. Saya belum pernah sama sekali mengunjungi Indonesia Timur, tapi melalui novel ini saya bisa membayangkan bagaimana keadaan alam, masyarakat sekitar dan pergumulan fisik juga batin yang dirasakan orang-orang di sana kala itu.

Bisa dibilang novel ini tidak memiliki tokoh utama yang sangat sentral, semua tokoh dalam novel ini memiliki jalan cerita dan perannya masing-masing. Bahkan hampir semua tokoh diceritakan tentang masa lalu dan asal usulnya. Baru kemudian semua cerita tokoh dalam novel ini dirangkai satu-persatu sehingga menjadi sebuah cerita yang utuh.

.

Kekuatan novel ini bisa merangkai semua unsur-unsur sosial masyarakat dengan baik. Hal ini juga diamini oleh Dewan Juri Sayembara Novel DKJ 2018 “Sebuah contoh fiksi etnografis yang digarap dengan baik.” Tak heran jika novel ini mampu memenangkan sayembara dan direkomendasikan banyak orang.

Perpaduan sempurna dari sampul yang menarik, embel-embel penghargaan, dan isi yang melebihi ekspektasi. Jadi, Apalagi yang kalian tunggu untuk membacanya?