Pandemi belum usai. Per tanggal 27 Januari 2021 WHO mencatat, Covid-19 sudah menjangkit 99.864.391 jiwa di seluruh dunia, dengan korban yang meninggal dunia sebanyak 2.149.700 jiwa. Bagaimana dengan Indonesia?

Pemberlakuan PPKM (usut punya usut ini nama lain dari PSBB) kembali diberlakukan hampir di seluruh wilayah Indonesia, mengingat penyebaran virus ini belum juga mereda. Masih menurut WHO, di Indonesia, 1.012.350 orang terjangkit virus Covid-19. Banyak negara yang masih berjuang melawan Covid-19.

Beberapa hari belakangan ini muncul di pemberitaan adanya varian baru Covid-19 di Inggris dan Afrika. Hal ini juga menyebabkan dan menyebarkan kekhawatiran di sebagian orang, namun tidak sedikit pula yang (masih) acuh dengan organisme parasit ini. Upaya pemerintah dalam mensosialisasikan penyuntikan vaksin sudah dimulai sejak 13 Januari 2021. Presiden Jokowi menjadi orang pertama yang disuntik vaksin dari Sinovac, pada 27 Januari 2021 menerima suntikan vaksin kedua yang disiarkan di channel YouTube Sekretariat Negara.

Dampak Pandemi terhadap Perempuan

Dampak pandemi memang sangat terasa, baik itu di bidang ekonomi, sosial, budaya dan kawan-kawannya. Pemulihan ekonomi nasional menjadi sorotan pemerintah. Di sisi lain, dampak terhadap individu juga tak bisa diabaikan seperti kelompok rentan yang salah satunya adalah kaum perempuan yang hendak disorot dalam tulisan ini.

Berdasarkan catatan CNN Indonesia, pada tahun 2020, LBH Apik menangani sebanyak 1.178 kasus. Jumlah ini jauh lebih besar daripada 2018 (837 kasus) dan 2019 (794 kasus). KBGO menempati urutan kedua kasus terbanyak yang masuk, yakni 307 kasus setelah KDRT sebanyak 418 kasus.

Selanjutnya, Executive Director, Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Maya Juwita dalam katadata.co.id mengatakan, penelitian menunjukkan bahwa resesi dan pandemi Covid-19 telah memperbesar dampak bagi perempuan baik dari sisi keamanan ekonomi, pekerjaan, representasi politik hingga kesehatan.

Covid-19 telah menempatkan perempuan dalam kondisi yang tak menguntungkan. Kebijakan work from home  (WFH) seakan menjadi beban ganda yang dipikul oleh perempuan. Yaitu, sebagai perempuan pekerja dan juga mengurus tugas domestiknya di rumah.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, 40 persen pekerja perempuan di dunia, bekerja pada sektor bisnis yang paling terdampak pandemi, misalnya restoran, perhotelan, akomodasi, dan asisten rumah tangga. Data lain mencatat 54 persen dari total 75 juta pekerja di bisnis restoran dan akomodasi merupakan perempuan.

Tak hanya di sektor formal, 60 persen dari total 740 juta pekerja perempuan di sektor informal telah kehilangan pekerjaan sejak awal pandemi. Sementara, dari sisi jumlah jam kerja, pekerja perempuan kehilangan jam kerja mencapai 50 persen, sedangkan pekerja laki-laki 35 persen di tengah pandemi. Secara total, pandemi membuat pekerja perempuan maupun laki-laki secara rata-rata kehilangan 18,9 persen jam kerja dari 340 juta pekerjaan penuh waktu.

***

Kendati demikian, kita juga harus mengapresiasi para perempuan yang tetap berjuang dan bertahan dalam kondisi pandemi ini. Di lingkungan sekitar, penulis banyak menemukan para perempuan berdaya yang bertahan dengan segala usahanya secara konsisten agar dapur tetap mengepul.

Ada yang tetap bertahan dengan setumpuk tugas work from home-nya sekaligus pekerjaan domestik dan mengawasi anak-anaknya sekolah daring. Ada pula yang berinisiatif untuk berjualan, apa pun yang bisa dilakukan asalkan itu halal dan tidak melawan norma, tentunya.

Semoga para perempuan hebat ini, dimana pun kalian berada, selalu diberikan kesehatan dan kekuatan oleh Yang Maha Kuasa.

Editor: Nirwansyah