Seberapa penting peran guru BK dalam pemilihan jurusan kuliah?
Bangku SMA seringkali dianggap sebagai masa yang paling indah karena pada masa ini, siswa sedang memasuki masa remaja yang sedang mencari jati diri. Kenakalan-kenakalan khas remaja biasanya mulai membuyarkan konsentrasi belajar mereka. Bukan tidak mungkin, para siswa ini malah terjerumus ke arah yang kurang baik apabila tidak mendapatkan bimbingan yang optimal.
Padahal, bangku SMA juga menjadi titik checkpoint yang penting bagi para siswa untuk menentukan arah masa depan mereka, apakah ingin melanjutkan ke dunia perkuliahan atau langsung mencari pengalaman kerja di dunia luar. Emosi dari remaja yang belum terkontrol dengan baik bisa menjadi bumerang dalam menentukan pilihan tersebut, apalagi jika para siswa ini malah semakin menjauh dari jalan menuju masa depan yang lebih baik dikarenakan pencarian jati diri yang sedang mereka lakukan.
Oleh karena itu, peran Guru BK dalam melakukan bimbingan kepada para murid menjadi sangat esensial. Seperti yang kita ketahui, stigma yang melekat pada Guru BK di Indonesia tak jauh dari guru yang terlalu kaku, sering mendisiplinkan murid, hingga memberikan hukuman kepada siswa yang “bandel”. Oleh karena itu, Guru BK tak jarang dianggap sebagai guru yang harus dijauhi.
Hal tersebut tentunya sangat kontradiktif dengan tugas dan fungsi Guru BK yang seharusnya memberikan bimbingan konseling kepada para siswa. Apabila siswa saja sudah menganggap Guru BK sebagai “ancaman”, lha terus mereka-mereka ini harus mengonsultasikan masa depan mereka kemana?
Masih banyak saya temui di kehidupan sehari-hari, bahkan di sosial media dimana para siswa kebingungan terhadap jalur masuk ke perguruan tinggi, padahal waktu menuju seleksi menuju perguruan tinggi tersebut sudah tidak lama lagi. Fenomena tersebut tentunya harus digarisbawahi oleh pelaku pendidikan di Indonesia. Bagaimana para siswa ini ingin meraih cita-cita mereka apabila jalan menuju ke sana masih gelap gulita? Alias nggak ada sosialisasi sama sekali dari pihak sekolah mereka.
Mungkin dulunya saya termasuk siswa yang beruntung karena mendapatkan Guru BK yang cukup sigap dalam melakukan pendataan minat dan bakat seluruh siswa. Data tersebut kemudian dibagikan kepada para murid untuk dijadikan sebagai gambaran peta persaingan sesuai jurusan yang kami inginkan. Itu pun proses pencarian minat dan bakat kami tidak difasilitasi, alias cari-cari sendiri. Tapi, tentunya kami sudah memiliki privilese seperti internet dan lingkungan yang begitu paham mengenai pentingnya mencari tahu tentang perguruan tinggi beserta minat jurusan.
Bayangkan saja sekolah yang belum mendapatkan privilese seperti yang kami dapatkan, ditambah lagi tidak ada sosialisasi atau bimbingan dari pihak sekolah. Dari mana siswa-siswa tersebut bisa mengejar ketertinggalan, sedangkan start saja belum dimulai sama sekali. Belum lagi tidak semua Guru BK memiliki kesadaran seperti yang sama seperti Guru BK yang ada di SMA saya dulu. Padahal, persaingan antar siswa dalam sekolah pun bisa menjadi salah satu aspek penting dalam melakukan pertimbangan pilihan jurusan.
Pada akhirnya, para siswa tersebut harus mencari tahu sendiri lewat sosial media atau internet mengenai jurusan pilihan mereka. Pilihan tersebut pun masih belum dikonsultasikan lebih lanjut mengenai keketatan Prodi hingga keketatan Universitas. Masih banyak siswa yang memilih jurusan hanya sekadar alasan minat tanpa melihat aspek lain yang juga penting dalam melakukan pemilihan jurusan kuliah. Maka jangan heran apabila banyak siswa yang nekat mendaftar pada Prodi dan Universitas favorit tanpa melihat aspek nilai dan saingan sesama pendaftar. Ketidaktahuan tersebut tentunya menjadi bom bunuh diri bagi siswa-siswa yang malang tersebut.
Oleh karena itu, sudah seharusnya Guru BK sebagai guru yang memegang peran dalam membimbing dan memberikan konseling kepada para siswa untuk lebih proaktif dan peka terhadap kebutuhan para siswa. Paling tidak kegiatan seperti sosisalisasi perguruan tinggi atau pencatatan data mengenai minat perlu dilakukan untuk setidaknya memberikan gambaran kepada murid dalam memilih jurusan di perguruan tinggi. Ibarat perlombaan, kuota kursi yang disediakan oleh perguruan tinggi sudah sedikit, ditambah lagi kurangnya sosialisasi dari pihak sekolah. Lalu, bagaimana cara mereka bisa memenangkan pertandingan tersebut? Murid yang mendapatkan privilese sudah berlari memilih kursi mereka sendiri, sedangkan murid yang kurang diperhatikan masih tidur di rumah masing-masing. Terakhir, saya memiliki sedikit untuk para tenaga pendidik khususnya Guru BK yang lebih pas dalam pekerjaan ini. Daripada melakukan razia rambut dan jaket setiap hari, mending waktunya digunakan untuk melakukan kegiatan yang lebih memiliki urgensi.
Editor: Ciqa
Gambar : Pexels
Comments