Privilese Itu Bukan Cuma Tentang Uang, Tampang dan Popularitas

Bagi banyak orang, termasuk saya, kehidupan seorang Maudy Ayunda begitu sempurna. Dia cantik, cerdas, berbakat dan mapan secara finansial di usia muda. Popularitasnya sebagai artis bukan diperoleh dengan menjual sensasi dan kontroversi melainkan melalui prestasi. 

Kariernya di dunia hiburan sudah dimulai sejak Maudy berumur 11 tahun dengan membintangi film Untuk Rena. Maudy juga membintangi beberapa film, seperti Perahu Kertas (2012), Refrain (2013) dan Habibie & Ainun 3 (2019). Selain berakting, Maudy juga menekuni dunia tarik suara dengan merilis album pertamanya Panggil Aku pada tahun 2011 dengan single hitsnya yang berjudul “Tiba-tiba Cinta Datang”. 

Meski telah sukses sebagai aktris, penyanyi, penulis lagu dan bintang iklan, gadis bernama asli Ayunda Faza Maudya ini tidak lupa untuk berpendidikan. Ia melanjutkan pendidikan sarjananya di Universitas Oxford, Inggris dengan mengambil jurusan PPE (Philosophy, Politics and Economics). Pada tahun 2019, aktris kelahiran 19 Desember 1994 itu melanjutkan pendidikan S2 di Amerika Serikat dan berhasil diterima di dua kampus ternama dunia, yaitu Universitas Harvard dan Universitas Stanford. Namun, akhirnya ia memilih Universitas Stanford dengan meraih gelar ganda pada jurusan administrasi bisnis (M.B.A) dan pendidikan (M.A). 

Alih-alih mengapresiasi, ada saja orang-orang yang nyinyir. Kesuksesan Maudy Ayunda dianggap hanya karena privilese. Terlahir dan besar di keluarga berada tentu membuat Maudy punya akses pendidikan yang lebih berkualitas dibandingkan anak-anak Indonesia pada umumnya. Sejak SD sudah sekolah di sekolah internasional, ketika SMA konsumsi bacaannya sekelas The Economist, mau tes IELTS juga tidak perlu pusing mikir biaya, maka wajarlah jika ia bisa kuliah di kampus top dunia. 

Saya tahu tidak semua anak seberuntung Maudy. Namun, privilese itu bisa menjadi bumerang bagi Maudy jika ia tidak pandai memanfaatkannya. Coba lihat, berapa banyak anak orang kaya yang bisanya hanya menghabiskan uang orangtua untuk foya-foya? Berapa banyak pesohor muda dan terkenal yang karier atau reputasinya rusak karena narkoba, alkohol, seks bebas atau terlalu sering bikin sensasi? 

Privilese atau hak istimewa seringkali diidentikkan dengan kekayaan (uang dan harta benda), tampang yang rupawan (biasa disebut sebagai beauty privilege), jabatan, popularitas, koneksi ke orang-orang penting dan hal-hal yang bersifat materi. Hal ini memang tidak salah. Namun, selain hal-hal tersebut ada juga lho, privilese yang patut disyukuri jika kamu memilikinya. Apa saja itu?

Maudy Ayunda dan Support system yang solid 

Walaupun kamu bukan anak konglomerat atau pejabat, tapi kamu punya keluarga yang selalu mendukung cita-cita dan pilihan hidupmu, itu adalah privilese yang patut kamu syukuri. Ketika kamu berhasil, mereka bangga. Namun, ketika kamu gagal, mereka tidak menyalahkan atau memojokkanmu. Saya yakin kamu pasti bahagia kalau punya orangtua seperti ini. 

Lalu, apakah kamu punya teman-teman yang selalu ada dalam suka maupun duka? Apakah kamu punya pasangan yang mencintai dan menghargaimu sebagai manusia yang utuh? Apakah lingkungan kerjamu cukup inklusif dan memfasilitasi kamu untuk berkembang? Jika iya, kamu adalah orang yang beruntung. Sebab banyak orang di luar sana mengeluh terjebak dalam hubungan pertemanan, percintaan dan lingkungan kerja yang toksik sehingga hidup mereka hancur.

Kesehatan fisik dan mental

Kamu cantik, ganteng, kaya, cerdas, terkenal, tapi sakit-sakitan atau mengidap masalah mental? Pasti tidak nyaman kan? Kalau kamu sakit, semua kesuksesan dan apapun yang kamu punya serasa tidak berarti. Alih-alih bahagia dan menikmatinya dengan tenang, kamu terpaksa menghabiskan waktu, tenaga, biaya untuk pengobatan yang bisa jadi tidak murah. Jadi, buat kamu yang beruntung karena sehat jasmani dan rohani, jangan lupa untuk selalu menjaganya, ya. 

Keteladanan dari orangtua, guru dan orang dewasa di sekitar kita

Setiap anak yang lahir ke dunia ini diibaratkan seperti kertas putih. Mau dibentuk jadi apa seorang anak, pertama kali tergantung dari bagaimana ia dididik di rumah. Apakah orang tuanya menanamkan pemahaman agama, etika dan nilai-nilai kehidupan ke dalam diri anak tersebut? Atau orangtuanya hanya menyuruh ini itu, menceramahi anak anu, anu dan anu, tapi tidak pernah memberi contoh yang baik lewat tindakan nyata? 

Ketika anak mulai masuk sekolah, ia akan punya guru dan teman yang juga dapat mempengaruhi perkembangannya. Dengan demikian, orangtua, guru dan masyarakat seharusnya bisa jadi role model bagi anak-anak atau generasi muda. 

Selain public figure atau tokoh-tokoh terkenal, role model saya adalah ibu. Dari beliau saya belajar tentang menjadi perempuan yang independen, cerdas, berprinsip kuat tapi tetap empatik dan menghargai orang lain. Apa yang saya pelajari dari beliau bermanfaat bagi kehidupan, terlebih ketika saya sudah dewasa. Nah, adakah orang terdekat yang kamu jadikan panutan? Apa yang kamu pelajari darinya? 

Sukses karena ada faktor privilese seperti Maudy Ayunda itu tidak salah, kok. Adalah suatu kebodohan apabila kamu punya privilese (apapun itu) tapi tidak kamu manfaatkan dengan baik. 

Lagipula, mengandalkan privilese saja tidak cukup. Tanpa belajar dan latihan secara kontinyu, kamu bakal gitu-gitu aja alias tidak berkembang. 

Editor: Ciqa

Gambar: google.com