Setelah puluhan kali plesiran di Jogja, akhirnya saya menemukan Jogja (baca : Daerah Istimewa Yogyakarta) berhati nyaman. Akan tetapi, saya menemukannya bukan di tempat wisata, rumah makan, atau penginapan. Saya malah menemukannya di Masjid al-Akbar.
Fyi, Masjid al-Akbar adalah masjid yang berdiri di kawasan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA), Kulon Progo. Masjid ini terkenal dengan desain bangunannya yang indah dan unik. Desain masjid ini mengusung konsep ramah lingkungan. Selain itu, masjid ini juga diklaim sebagai masjid yang tahan bencana tsunami.
Di sini, saya nggak bermaksud membahas desain bangunan dari masjid ini. Lantaran, saya nggak punya dasar-dasar ilmu arsitektur. Lha wong, saya ini lulusan ekonomi syariah kok. Saya hanya ingin menceritakan pengalaman saya selama transit di masjid tersebut.
Sebagai seorang pegawai yang merantau di Sulawesi, saya masih memiliki sisa jatah cuti tahunan yang belum saya ambil. Daripada hangus, lebih baik saya gunakan untuk mengunjungi mertua di Cilacap dan orang tua di Cikarang pada libur akhir tahun ini.
Biasanya, saya memilih rute penerbangan dari Bandara Sultan Hasanuddin Makassar (UPG) ke Bandara Soekarno-Hatta Tangerang, mengingat Bandara Soetta jaraknya nggak terlalu jauh dari rumah orang tua. Tapi kali ini agak berbeda, saya memutuskan untuk naik pesawat rute penerbangan Bandara UPG ke Bandara YIA. Karena bandara YIA adalah bandara terdekat dari rumah mertua, yang melayani banyak penerbangan.
Selain itu, moda transportasi dari Bandara YIA ke rumah mertua di Cilacap juga cukup banyak. Mulai dari bus sampai travel. Saat itu, saya memilih menggunakan jasa travel, untuk sampai ke tempat tujuan.
Pesawat saya mendarat di Bandara YIA, sekitar pukul 16.30. Sedangkan travel yang menjemput saya, akan tiba di bandara sekitar pukul 20.00. Pihak travel menyarankan saya untuk menunggu di Masjid al-Akbar.
Pada akhirnya, saya mengikuti saran tersebut. Untungnya, jarak dari tempat kedatangan bandara, cukup dekat dengan lokasi masjid, berbeda dengan beberapa masjid bandara yang jaraknya cukup jauh dari tempat kedatangan di bandara. Jujur, saya nggak memiliki ekspektasi apa-apa terkait Masjid al-Akbar. Bisa rebahan dengan nyaman di pelataran masjid, sudah sangat cukup bagi saya.
Saat saya masuk ke bagian depan masjid, sudah ada delapan tempat duduk berbentuk persegi panjang, dengan bahan dasar kayu. Sepertinya, tempat itu sengaja disediakan masjid sebagai tempat tunggu wisatawan yang menanti jemputannya. Setiap tempat duduk dilengkapi dengan satu buah colokan di dekatnya, jumlah lubang colokan tersebut juga cukup banyak. Dan semua fasilitas ini disediakan masjid secara cuma-cuma.
Saya memilih duduk di area dekat tempat penitipan barang, yang dijaga oleh salah satu takmir masjid. Setelah sekian lama saya duduk untuk melepas lelah, sang takmir penjaga tempat penitipan barang mulai menyapa dengan ramah. Cara menyapanya sangat santun, khas orang Jogja pada umumnya.
Walaupun, tempat duduk di Masjid al-Akbar bukan tempat duduk yang berbahan super nyaman. Tapi saya tetap betah berlama-lama duduk di situ. Mungkin karena tempatnya cukup bersih, ada colokan dan nggak panas.
Saking betahnya, saya duduk di sana, tau-tau sudah terdengar adzan maghrib. Sebelum pergi mengambil air wudhu, saya menitipkan tas dan barang bawaan saya di tempat penitipan barang. Berbeda dengan beberapa masjid yang sudah menetapkan tarif penitipan barang. Di Masjid al-Akbar, nggak ditetapkan tarif penitipan barang sama sekali, sehingga ada juga jama’ah yang nggak memberikan uang penitipan barang. Sedangkan, jika ada jama’ah yang memberikan uang penitipan barang, uangnya akan dimasukan ke dalam kotak infaq masjid, oleh si penjaga tempat penitipan barang.
Fasilitas lain yang bikin saya nyaman transit di Masjid al-Akbar adalah tersedianya kantin kejujuran 24 jam. Makanan dan minuman yang dijual pada kantin tersebut cukup beragam. Mulai dari pop mie, kopi sampai teh, ada di kantin itu. Nggak cuma makanan instan saja, ada juga kudapan dan minuman yang sehat seperti air mineral, tahu dan tempe bacem. Harganya pun cukup terjangkau untuk ukuran makanan dan minuman yang dijual di bandara.
Fasilitas terakhir dari Masjid al-Akbar yang bikin saya kagum adalah ada tempat menginapnya. Fasilitas ini baru dibuka sekitar jam 19.30 atau 19.45, setelah selesai shalat isya berjama’ah. Karena lokasi tempat menginapnya berada di bangunan bekas tempat wudhu perempuan.
Cukup dengan infaq sebesar lima belas ribu rupiah, jama’ah sudah bisa beristirahat di tempat tersebut. Nominal yang sangat-sangat terjangkau. Meskipun saya nggak tau tingkat kenyamanan tempat menginap tersebut. Minimal keberadaan tempat menginap tersebut, dapat menyelamatkan sepasang suami-istri muda dari Bengkulu yang duduk di sebelah tempat saya.
Mereka habis plesiran di Kota Yogyakarta dan sekitarnya selama tiga hari. Sialnya, saat mereka ingin menginap di hotel bandara, semua kamar sudah penuh. Mau keluar bandara untuk mencari hotel, takut tersesat. Mau kembali ke daerah kota, penerbangan mereka jam tujuh pagi, khawatir ditinggal pesawat. Makanya, mereka memutuskan untuk menginap di masjid. Untungnya, Masjid al-Akbar menyediakan tempat menginap, sehingga mereka aman dari dinginnya angin malam.
Begitulah cerita saya menemukan Jogja berhati nyaman di Masjid al-Akbar Bandara YIA. Semoga Jogja tetap berhati nyaman, bukan hanya untuk wisatawannya, tapi untuk warganya juga.
Editor: Saa
Gambar: Liputan6
Comments