Beberapa waktu yang lalu, banjir ucapan ‘selamat tahun baru Hijriah’ di berbagai linimasa. Tidak sedikit kelompok yang mengekspresikan penyambutan tahun baru islam ini dengan berbagai variasi kegiatan. Mulai dari pengajian, konser akbar, sampai kepada meluncurkan petasan sebagai peringatan ekspresi peristiwa bersejarah ini.
Tidak ada yang salah dalam proses mengekspresikan kegiatan tersebut. Tetapi, sebenarnya apa sih yang terjadi pada Rasulullah ketika peristiwa hijrah dari mekah ke Yastrib (Madinah)? Yang setiap tahun diperingati sebagai tahun baru hijriah. Pantaskah kita memperingatinya dengan cara tersebut? Dan seperti apa hijrah dilakukan oleh Rasul?
Selintas Sejarah
Dalam keadaan yang mencekam, teror yang dilakukan oleh kafir kuraisy untuk membunuh Rasul. Kala itu, Rasul pergi meninggalkan Mekah bersama Abu Bakar. Dalam perjalanan hijrahnya, Rasul dan Abu Bakar jelas tidak merasakan enaknya kita menikmati konser musik di tengah kota, apalagi seasyik menyalakan petasan dimalam hari dan euforia lainnya yang kita lakukan saat ini.
Panasnya matahari tengah gurun, perjalanan terjal gunung saur, Rasul dan Abu Bakar sembunyi di dalam Goa dari kejaran kafir kuraisy yang menghadiahkan seratus unta bagi siapa saja yang berhasil menemukannya. Selama tiga hari tiga malam bersembunyi di dalam Goa, dan hanya berlindung kepada Allah. Melalui sarang laba-laba, seekor burung yang sedang nemplok di atas pohon dalam goa, Allah memberikan mukjizat padanya untuk mengelabui kejaran kafir kuraisy yang ingin membunuhnya. Dan saat itu pula timbul kata-kata mutiara dari Rasul, “La Tahzan Innallaha Ma’ana”.
Tidak sampai situ saja, ketika mula sedikiti aman, Rasul dan Abu Bakar kembali berjalan menuju Yastrib, kali ini Abdullah bin Uraiqit yang berasal Bani Du’il menjadi tourguide untuk mengantar Rasul. Sepanjang malam dan siang selalu berada diatas kendaraaan. Ya, Demi tetap dijalan Allah dan menyampaikan kebenaran. Mereka tidak mengenal lelah, rintangan, kesulitan, bahkan kekejaman kafir kuraisy. Karena mereka yakin Allah bersamanya, dan Allah pasti akan menolong hambanya, jika hambanya menolong dirinya dan sesamanya.
Selama tujuh hari terus menerus, dengan panas yang membakar, melewati batu karang, lembah yang sangat curam, dan mengarungi lautan pasir sahara. Hanya karena ketenangan kepada Allah, dan kilauan bintang-bintang pada gelap malam, membuat hati mereka menjadi tenang. Hehehe.
Membangun Perdamaian
Singkat cerita, hijrah Rasul sangat dirindukan kedatanganya oleh warga Yatsrib, dan sesampainya di sana, hijrah Rasul tidak berhenti sampai sini saja. Banyak hal yang dilakukan oleh Rasul. Ya, hijrahnya Rasul bukanlah merubah pakaiannya menjadi pakaian yang branded, bukan pula dari sarungan jadi celana jeans, bukan juga memaksa wanita untuk memakai hijab sampai menyengser ke tanah, apalagi menutup hati dan pikiran dari kebenaran yang datang, dan merasa benar sendiri, bukan, bukan itu!
Hal yang diutamakan Rasul setelah membangun masjid untuk tempat tinggalnya, Rasul membangun peradaban dengan cara memberikan ketenangan jiwa dengan jaminan kebebasan beragama, bagi Muslim, Yahudi, atau Nasrani masing-masing punya kebebasan yang sama dalam menganut kepercayaan, kebebasan yang sama menyatakan pendapat dan kebebasan yang sama pula menjalankan dakwah agama.
Hanya kebebasanlah yang menjamin dunia ini mencapai kebenaran dan kemajuannya. Setiap tindakan yang menentang kebebasan yang berarti memperkuat kebatilan, berarti pula menyebarkan kegelapan yang akhirnya mengikis habis percikan cahaya dari hati nurani manusia.
Dengan wahyu Allah, Rasul juga sangat mendambagakan perdamaian dan tidak menyukai perang. Jikalau tidak terpaksa karena membela kebebasan, membela agama, kepercayaan, dan keselamatan manusia. Maka perang bukanlah pilihan, bahkan jika musuh tersebut mengajak untuk damai dan mengikuti aturan yang sudah disepakati maka Rasul sangat lapang dada untuk berdamai.
Dalam hal ini semua, Rasulullah adalah orang yang besar, lambang kesempurnaan insani par exellence dalam arti dan non-muslim yang kita kenal sebagai Piagam Madinah. Rasul meletakkan sistem masyarakat yang adil, bebas dan penuh dengan kasih damai. Salah satu isi konstitusinya ialah “Bahwa harus melingungi yang lemah, antara mereka harus tolong-menolong, berkewajiban saling menasihati, berbuat kebaikan, dan bila diajak damai maka sambutlah perdamaian tersebut”.
Refleksi Tahun Baru Hijriah
Inilah hijrah yang harus bisa kita refleksikan bersama, pada intinya ketika awal tahun hijrahnya Rasul tidaklah ada yang peringati dengan konser musik yang super megah dan kilauan petasan mahalnya. Mari kita refleksikan dengan sesuatu yang positif dan tidak mubazir, jangan sampai kita memperingati tahun baru hijriah dengan eoforia yang membawa kemaksiatan dan perpecahan antar manusia.
Catatan penulis:
Dan semua cerita diatas bisa dikaji dalam buku Hayat Muhammad karya Muhammad Husein Haikal, 1927. Dan saya membaca terjemahan dari Ali Audah cetakan ke-39, pada Agustus 2010.
Wallahu a’lam Bishoab. Semoga Bermanfaat.
Penulis: Rezza Perwiranegara Sudirman
Ilustrator: Muhammad Ni’mal Maula
Comments