Telat lulus kuliah apalagi IPK tak sampai tiga bisa membawa derita.

Sewaktu kuliah dulu, layaknya seorang yang baru menginjak umur dewasa, saya gampang terpengaruh dengan perkataan atau kalimat-kalimat pembenaran. Contohnya, “IPK tak menentukan masa depanmu” atau “Lulus tepat waktu tak menjamin kesuksesanmu”. Kalimat-kalimat sejenis ini saya jadikan semacam jimat untuk membenarkan tindakan malas saya.

Sampai pada akhir perkuliahan, saat sebagian teman saya sudah bergelar sarjana, saya masih hilir mudik di kampus untuk bimbingan skripsi. Tiba pada waktu dimana saya terancam D.O. saya lalu mulai mengencangkan sabuk dan menyelesaikan skripsi mulai dari seminar hingga sidang dalam waktu tiga bulan saja. Saya berpikir, selama dua tahun setelah judul skripsi saya diterima, saya ngapain aja?

Memang benar saya sibuk bekerja untuk biaya perkuliahan, namun jika saya niat dan giat sejatinya kerjaan saya tak terlalu mengganggu proses penulisan skripsi. Intinya rintangan terbesar adalah rasa malas dan selalu mencari pembenaran untuk merasa baik-baik saja. Akhirnya saya menjadi sosok yang benar-benar ada dalam kalimat-kalimat pembenaran tadi, lulus sangat terlambat dengan IPK tak sampai 3.

“Hanya itu masalahnya?” tunggu dulu, banyak masalah yang akhirnya menghampiri seiring dengan gelar yang saya terima. Setelah euforia wisuda, masalah mulai datang bertahap. Diawali dengan problem mendasar seperti yang orang lain alami yaitu kesulitan mencari kerja. Negeri ini kan memang terkenal dengan sumber daya manusia yang melimpah namun lowongan kerja sedikit. Ditambah lagi dengan umur saya yang sering kali melampaui persyaratan umur di lowongan yang tersedia. Akhirnya setelah putar otak, saya mendapat pekerjaan sebagai penulis freelance di beberapa media.

Masalah kedua, tiba-tiba saya ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang S2. Tentu ini adalah cita-cita yang mulia, tapi siapa yang mau membiayai. S1 dulu saya masih sanggup biaya sendiri, tapi untuk S2 saya harus kerja apa untuk mencukupi biaya kuliah? Terlebih lagi saya berambisi S2 di luar negeri. Terkadang saya bingung dengan pikiran saya yang seringkali tak tau diri. “Sometime my mind play trick on me” seperti kata Green Day.

Beasiswa bisa diraih namun sulit, terlebih dengan IPK yang tak sampai 3 padahal banyak beasiswa yang menentukan syarat minimal IPK 3.00. Dengan begitu tak mungkin saya bisa mendaftar beberapa beasiswa yang memberi bantuan biaya secara penuh seperti LPDP.

Masalah yang ketiga, mungkin ini yang paling pelik bagi saya pribadi namun rawan diremehkan oleh orang lain. Yah tak apalah, yang meremehkan kan sejatinya memang tak merasakan dan tak mengerti. Sebenarnya masalah ini sudah terjadi sebelum saya wisuda. Saya ditinggal menikah oleh pacar. Remeh? Remeh sih, yang membuat itu berat adalah karena dia satu-satunya pacar saya yang satu frekuensi dan satu pemikiran dengan saya.

Saya tak perlu kerepotan mencari-cari topik saat ngobrol dengannya, Obrolan mengalir begitu saja membahas apapun yang kami mau. Kami menertawakan hal yang sama dan bisa berkompromi dengan perbedaan yang ada, seperti saat dia tidak tersinggung ketika saya mengatakan bahwa saya kurang suka dengan pengacara padahal ayahnya adalah seorang pengacara tanpa sepengetahuan saya. Tapi dia tidak tersinggung, Bahkan dia malah tertawa melihat tingkah saya yang langsung kikuk saat tahu bahwa ayahnya adalah seorang pegacara.

Pada akhirnya dia kecewa karena saya tidak bersungguh-sungguh memperjuangkan kelulusan. Memperjuangkan kelulusan saja tidak sungguh-sungguh apalagi memperjuangkan dia, mungkin begitu pikirnya. Dia menikah dengan seorang pria yang datang ke rumahnya dan menyatakan keinginan untuk menikahi. Seperti dalam dongeng, mereka menikah dan sekarang sudah dikaruniai buah hati.

Yah itulah beberapa masalah yang akhirnya membuat saya menyesal kenapa saya dulu malas sekali dan tak serius dalam menempuh perkuliahan. Padahal jika dipikir baik-baik, saya bisa kuliah bukan karena kaya atau pintar, tapi karena Tuhan yang membantu saya dan saya berhasil menyia-nyiakan kesempatan itu. Memang IPK dan lulus cepat tak menentukan masa depan kita, tapi ternyata berpengaruh. Jangan telat lulus kuliah, apalagi IPK tak sampai 3.

Editor : Hiz

Foto : Pexels