Bagaimana cara berhenti menjadi ekspektasi orang lain? Buku The Courage to be Disliked karya Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga memperlihatkan bagaimana kita dapat memandang dunia dengan lebih banyak perspektif. Buku yang diangkat dari alur pemikiran psikologi milik Alfred Adler dengan penyajian berupa percakapan antara seorang pemuda dan filsuf, membuat konteks bahasa yang bisa dibilang rumit menjadi lebih mudah dipahami. 

“Mengapa semua orang merasa ingin berubah? Hanya ada satu jawaban karena mereka tidak bisa berubah.”

Dalam buku ini kita sebagai pembaca diajak untuk berpikir, diajak untuk paham, diajak untuk membuat sketsa sendiri tentang semua percakapan yang ada untuk memandang dunia dalam kacamata yang baru. Buku ini mengajarkan kita untuk memandang segala sesuatu lebih banyak berdasarkan rasionalitas dibandingkan emosional.

“Kalau kau tidak bisa benar-benar merasa bahagia, jelas ada yang tidak beres dengan keadaanmu saat ini. Kau harus melangkah dan tidak berhenti.”

Kalimat ini memberikan penekanan makna pada saya bahwa alur kehidupan manusia sangat beragam. Seringkali manusia merasa tidak bahagia karena beberapa alasan yang dibuatnya, bahkan sekedar alasan kecil seperti tinta pulpen yang habis dapat membuat manusia menjadi tidak bahagia. Melalui penggalan kalimat yang dikatakan oleh filsuf, saya mendapatkan pemikiran bahwa ketika seseorang tidak merasa bahagia itu karena dirinya belum mencapai letak kebahagiaan itu.

Setiap manusia di dunia hidup untuk mencapai tujuannya masing-masing, dan melalui perjalan itu mereka berharap untuk menemukan sebuah kebahagian. Tidak semua orang memiliki kebahagiaan yang sama, apa yang menjadi kebahagian saya tentu akan berbeda dengan kebahagiaan orang lain. Kebahagian tidak dapat diukur melalui nilai universal, kebahagian itu dinilai dari subjektifitas setiap manusia.

Terkadang manusia terlalu menuntut apa yang menjadi kebahagiaan dirinya kepada kebahagian milik orang lain, secara sadar dan tidak sadar manusia melakukan generalisasi terhadap makna kebahagiaan bagi semua orang. Menuntut orang lain untuk mencari kebahagiaannya berdasarkan standar kebahagian kita yang berujung pada pemberian ekspektasi.

Ekspektasi dapat diartikan sebagai sebuah harapan kepada sesuatu. Harapan ini yang pada akhirnya akan berdampak pada bagaimana cara manusia berpikir, menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan kebahagiaan seperti apa yang ingin dia miliki. Perlu diingat, bahwa tidak semua ekspektasi akan memberikan realita yang kamu inginkan. 

Tidak semua ekspektasi dapat mewujudkan mimpi-mimpi kamu di siang hari, tidak semua ekspektasi perlu untuk disematkan kepada orang lain, dan tidak semua ekspektasi harus dilakukan untuk membuat kamu dinyatakan “lulus’’ mencapai kebahagian kamu.

Meskipun untuk sebagian orang pemenuhan ekspektasi yang disematkan pada dirinya dijadikan sebagai sebuah tujuan, tapi ekspektasi pada akhirnya tidak digunakan untuk mencapai seluruh kebahagian pada diri manusia. Ekspektasi hanyalah harapan dan itu tidak selalu berarti menjadi tempat kebahagiaanmu dapat diraih. 

Jika pencapaian dari ekspektasi adalah sebuah kebahagian, lalu bagaimana dengan ekspektasi yang tidak menjadi realitas? Kita sebagai manusia perlu terbiasa untuk tidak disukai oleh orang lain hanya karena tidak memenuhi ekspektasi mereka.  

“Kesepian adalah mengetahui bahwa ada orang lain, masyarakat dan komunitas di sekitarmu, namun merasa benar-benar dikecualikan dari mereka. Untuk merasa kesepian, kita perlu orang lain.”

Ini sama seperti ketika manusia mengeluhkan kesepian dalam dirinya, sadar ataupun tidak sadar manusia paham jika di dunia ini dia tidak hidup sendiri. Ada eksistensi lain yang mungkin tidak terlihat, tapi dia tahu kalau eksistensi itu ada.

Kemudian jika manusia menyadari bahwa hadirnya seseorang menciptakan kesepian baginya, lalu bagaimana manusia berani untuk tidak disukai karena tidak memenuhi ekspektasi mereka? Bagaimana berhenti hidup dalam ekspektasi orang lain?

Hal ini sedikitnya menarik simpulan dari apa yang diucapkan filsuf,,

“Alasan begitu banyak orang yang tidak benar-benar merasa bahagia ketika membangun kesuksesan mereka di mata masyarakat karena mereka hidup dalam kompetisi.”

Ketika manusia merasa bahwa dirinya perlu menjadi lebih baik dan berhenti menjadi ekspektasi dari orang lain, ia berharap untuk disukai oleh orang lain. Ketika manusia menempatkan kebahagiaannya akan menjadi kebahagian orang lain, maka ia memandang bahwa kebahagian orang lain adalah “kekalahan” baginya.

Pada akhirnya, kamu tidak perlu berusaha untuk disukai oleh semua orang, kamu tidak perlu hidup hanya untuk memenuhi ekspektasi mereka, kamu tidak perlu menempatkan segala bentuk ekspektasi hanya sebagai alasan bahwa mungkin saja itu adalah kebahagian mu. Berhenti menjadi ekspektasi orang lain! Kebahagian tidak muncul dari kemungkinan, kebahagiaan muncul dari hal yang tepat untuk dirimu.

Gambar: Pexels

Editor: Ciqa