Setelah sekian lama menjalani profesi sebagai agent of change yang tak kunjung melakukan perubahan. Akhirnya saat ini mulai kita menyadari akan realita bahwa adanya banyak tipe-tipe mahasiswa yang mendapat stigma aneh-aneh.
Sepertinya pada kesempatan ini stigma tentang tipe-tipe mahasiswa tersebut harus diluruskan. Sebab tak semua benar dan tak pula membuat situasi membaik. Berkaca dari pengalaman, ada tiga tipe mahasiswa yang paling dapat diidentifikasikan.
Tipe Mahasiswa yang Biasa Dikenal
Mahasiswa kura-kura (Kuliah Rapat-Kuliah Rapat), tipe-tipe mahasiswa ini adalah mereka yang aktif berorganisasi, baik itu eksternal maupun internal kampus. Kesibukan mereka menyiapkan proker, diskusi bahkan aksi membuat Sebagian besar kehidupan mereka dihabiskan di kampus.
Kecenderungan mahasiswa pada tipe ini adalah mereka larut dalam dunia organisasinya. Sehingga merasa dirinya yang paling hebat, bermanfaat dan produktif. Tak jarang mereka melakukan hal-hal sarkas pada mahasiswa yang tak sejalan dengannya dengan kata apatis, ampun bang jago.
Mahasiswa kunang-kunang (Kuliah Nangkring-Kuliah Nangkring),nangkring disini adalah bukan nangkring pada angkringan atau warteg, namun lebih pada tempat tongkrongan yang hits dan instagramable. Tipe Mahasiswa ini juga biasa disebut mahasiswa hedon, dengan outfit mahal nan branded.
Pada golongan inilah banyak terlahir para fakboy dan fakgirl, karena memang perawakan juga mendukung. Kebiasaan nangkring mereka dapat dengan jelas terlihat dari snapgram titik-titiknya yang hampir menyaingi snapgram Awkarin. berisi keseruan nongkrong bersama teman dan makanan mahalnya.
Namun pada tipe ini hanya sedikit stigma buruk yang berlabuh pada mereka, kalaupun ada mereka dapat dengan mudah mematahkannya dengan satu kalimat saja, “iri bilang bos”.
Mahasiswa kupu-kupu (Kuliah Pulang-Kuliah Pulang), inilah tipe mahasiswa yang paling banyak mendapatkan lontaran buruk dari kehidupan kampusnya. Mulai dari perkataan si kura-kura bahwa mereka ini adalah anak-anak yang hanya mengejar ipk (ambis) dan penjilat dosen, dan perkataan dari si kunang-kunang bahwa mereka ini anti sosial, wibu dan ndeso. Sungguh, mereka harus menanggung beban ganda. Sudah dilabeli dengan pencari muka didepan dosen maka akan sangat buruk jika mereka yang kupu-kupu ini justru memiliki ipk rendah, parah men.
Stigma yang perlu diluruskan
sebagai mahasiswa atau masyarakat yang bijaksana, sudah seharusnya kita lebih terbuka pada stigma tersebut. Memahami lebih dalam dan senantiasa ber-postive thinking akan hidup pribadi masing-masing.
Pada tipe-tipe mahasiswa kura-kura misalnya. Bukan berarti mereka yang tergabung dalam organisasi dan aktif dalam kegiatan kampus adalah orang-orang yang telah berkompeten sejak dulu atau hanya mencari popularitas.
Bisa jadi mereka yang aktif di dunia kampus dan organisasi adalah mereka yang sebelumnya adalah orang-orang yang introvert, demam panggung, tidak memiliki teman, sehingga mereka melakukan perubahan pada dirinya.
Begitu pula sebaliknya, bisa jadi mereka yang termasuk tipe kunang-kunang dan kupu-kupu adalah mereka yang telah khatam dan bosan dalam dunia organisasi. Sehingga mencoba untuk mencari kehidupan yang baru.
Kemudian pada tipe kunang-kunang, siapa kita yang dengan mudahnya mengatakan bahwa mereka hanyalah kumpulan orang-orang hedon yang hanya menghabiskan uang orangtua untuk hal-hal yang tidak berguna. Karena jika ternyata mereka berprilaku demikian dengan uang hasil usahanya sendiri mampuslah mulut-mulut itu.
Pada mahasiswa kupu-kupu, tipe yang paling sering mendapat stigma tidak enak dari mahasiswa lain. Dengan sikap mereka yang acuh terhadap isu-isu kampus selama itu tidak menyangkut dirinya memanglah sepintas seperti apatis. Namun itu hanyalah pandangan kita yang terlalu sempit akan makna apatis itu sendiri.
Siapa yang mengetahui jika sikapnya yang acuh tersebut ternyata mereka memiliki fokus lain yang mungkin jauh lebih besar dan bermanfaat dari dua tipe sebelumnya. Ada yang sepulang kuliahnya mereka bekerja pencari pundi-pundi rupiah guna meringankan beban orang tua, adapula yang ternyata mereka turun langsung didalam masyarakat dan melakukan perubahan secara nyata, tidak hanya bergulat di kampus saja.
Pada akhirnya, marilah kita semua untuk bijaksana dan jika mengutip perkataan Pramoedya Ananta Toer “seorang pelajar harus sudah berbuat adil sejak dalam pikiran”. Hanya dengan seperti itulah kita dapat mengontrol stigma-stigma yang dapat menjadi energi negatif bagi seseorang.
Comments