Para mahasiswa baru (maba), biasanya, akan banyak mendengar petuah bijak dan cerita kepahlawanan dari para senior. Para senior hebatnya minta ampun kalau sedang berargumen di hadapan junior.

Banyak junior yang tenggelam saat para senior memberi petuah. Ya, walau tak semuanya tenggelam, sebab tak semua mahasiswa baru hanyut dalam bualan senior, banyak juga yang ternyata tahu berenang sehingga tak tenggelam.

Para junior yang tenggelam sering jadi mahasiswa KRS. Mahasiswa KRS, kalau perempuan nantinya akan jadi korban PHP, kalau laki-laki jadi korban (bingung korban apa). Eh, memang mahasiswa KRS itu apaan sih?

Dalam sistem informasi akademik, KRS itu kepanjangan dari “Kartu Rencana Studi”. Namun, dalam kehidupan sosial mahasiswa di kampus, maka KRS adalah kepanjangan dari “Korban Retorika Senior”. Jadi, mahasiswa KRS itu ya mahasiswa yang jadi korban retorika senior.

Mahasiswa Aktivis Romantis

Jurus KRS, umumnya jadi jurus jitu para senior yang adalah mahasiswa aktivis berdarah romantis. Si aktivis berdarah romantis, saat menyampaikan materi kajian di hadapan junior, jiwa aktivisnya membara, beragam kampanye disampaikan pada para maba.

Namun, ternyata oh ternyata itu pencitraan saja. Sebab, diam-diam, ternyata si mahasiswa aktivis berdarah romantis ini suka menjebak kader baru dengan ragam pencitraan dan retorika. Saat menyampaikan materi, matanya jelalatan mencari mangsa mahasiswi junior yang bakal jadi KRS. Semangatnya kalau lihat banyak mahasiswi baru yang cantik-cantik saja.

Mahasiswa Aktivis Pragmatis

Ada juga aktivis berdarah pragmatis. Ia adalah aktivis yang profesinya sebagai pedagang, mendagangkan hak-hak rakyat untuk kepentingan pribadi. Kata-katanya seakan membela rakyat yang tertindas, padahal itu hanya pencitraan saja. Ujung-ujungnya malah memanfaatkan isu untuk keuntungan kepentingan pribadi.

Kadang, tak semua aksi itu murni untuk kepentingan rakyat. Kadang, tak semua mahasiswa yang ikut aksi murni untuk membela kepentingan rakyat. Kadang, aksi justru dipakai untuk kepentingan pribadi. Mahasiswa yang aksinya seperti ini adalah aktivis berdarah pragmatis. Kulitnya aktivis, tapi darahnya pragmatis.

Tapi tak semua aksi seperti itu. Karena itu untuk mahasiswa yang masih imut-imut kalau mau ikut aksi, pahamilah aksinya. Jangan hanya tahu keren-kerenan foto ikut aksi di jalan. Kamu mahasiswa harus bisa kritis, harus bisa berpikir. Kalau ikut aksi jangan hanya sekadar ikut-ikutan sebagai tim hore, pas ditanya orang “Itu aksi apa? Apa tuntutannya?” Kamu jawab, “Saya tak tahu.” Kamu mahasiswa berpendidikan, jangan mau dimanfaatkan untuk sebuah “kepentingan”, plus jangan sampai dibodoh-bodohi.

Mahasiswa Aktivis ‘Sok Kritis’

Ada juga aktivis yang sebenarnya penakut. Bicaranya hebat di depan junior, “Hanya ada satu kata kawan-kawan, LAWAN!!!” Wah, hebat. Tapi, giliran ikut ujian skripsi seperti tikus basah saja.

Para junior umumnya menganggap senior mereka itu pemberani. Maklum, setiap hari mendengarkan cerita kepahlawanan seniornya, setiap hari juga jadi korban KRS. Junior tak tahu kalau sebenarnya banyak senior yang takut dengan dosen. Apalagi kalau dosennya juga senior di organisasi, wah, lebih takut lagi. Namun, ada pembelaan kalau itu sebenarnya bukan takut, melainkan sikap diplomatis biar lancar urusan akhir studi. Memang, perkara wisuda bisa membungkam auman singa yang sedang kelaparan.

Di depan junior dada membusung sambil memberi wejangan, “Kalau ada pendapat dosen yang berseberangan denganmu, bantahlah, jangan takut. Kamu mahasiswa, bukan lagi siswa.” Wah, berani sekali.

Tapi coba kalau senior itu sedang di depan dosen, apalagi saat ujian Skripsi. Syukur-syukur masih bisa mengeluarkan satu dua auman. Kebanyakan hanya bisa bilang: “Iya pak…”, “iya pak saya perbaiki…”, atau “terima kasih masukannya pak…” Mana sabda perlawanannya, bro?

Dosen juga, biasanya, tak lupa bilang, “Kamu jangan sombong hanya karena dikenal sebagai aktivis kampus, sebab saya ini dulu juga aktivis.” Wah, si dosen jadi nostalgia, mungkin dia ingat kalau dulu dia yang dikenal aktivis kampus, pas ujian skripsi perilakunya sama tak berani mengeluarkan auman.

Nasihat untuk Maba

Apa semua mahasiswa senior seperti itu? Oh, tidak. Tak semuanya seperti itu, ada juga yang benar-benar berani. Bahkan ada yang tampak diam, namun diamnya justru diharapkan oleh dosen atau pemberi materi saat sedang kajian. Sebab jika dia bicara benar-benar terlihat bahwa dia mahasiswa.

Seperti halnya serial kartun One Piece, di kalangan mahasiswa selain ada Buggy juga ada Shanks Si Rambut Merah. Ada Buggy yang hanya banyak bicara, namun penakut. Ada juga Shanks yang suka ketawa-tawa dan kelihatannya tak ada tanda hebat, namun saat menghadapi lawan menjadi berdarah dingin dan tak kenal ampun.

Dua tipikal mahasiswa senior, yaitu mahasiswa buggies dan mahasiswa shankis. Mahasiswa buggies yang banyak omong kosong dan penakut. Mahasiswa shankis yang terlihat biasa saja, tapi hebat dan pemberani.

Terakhir, untuk para mahasiswa yang masih imut-imut, hati-hati, jangan sampai jadi mahasiswa KRS, ya.

Penulis: Mohammad Rivaldi Abdul

Penyunting: Aunillah Ahmad