Melihat antrian novel Dunia Sophie yang sangat panjang di iPusnas dan ulasan buku yang luar biasa, rasa penasaran saya pada buku-buku Jostein Gaarder yang lain pun muncul. Akhirnya karena keterbatasan biaya, saya memilih novel Dunia Anna sebagai medium untuk berkenalan dengan Gaarder.

Soal membaca buku, saya memang tipe yang harus lihat dulu ulasan bukunya. Kalau misalnya banyak yang bilang “bagus buat blablabla” atau “rekomendasi buat kamu yang blablbla” besar kemungkinan buku itu saya baca juga. Ya, semacam usaha agar tidak menyia-nyiakan budget beli buku yang sudah sangat minimum.

Sialnya, usaha ini kadang bisa menjebak juga karena saya jadi punya ekspektasi tinggi sebelum membaca bukunya. Termasuk untuk novel Dunia Anna ini. Judul kecil “sebuah novel filsafat semesta” di cover-nya bikin saya jadi makin pengin membaca novel ini. Nah, ekspektasi tinggal lah ekspektasi, karena pada akhirnya novel ini buat saya overrated.

Dunia Anna

Novel Dunia Anna menceritakan tentang Anna, seorang remaja perempuan berusia enam belas tahun kurang beberapa jam saja, yang sering mendapatkan mimpi yang aneh: menjadi gajah, lebah, bahkan menjadi orang lain. Mungkin jika sekadar mimpi, itu bukan masalah yang besar. Namun, Anna sering kali merasa mimpnya sangat nyata hingga membuatnya kebingungan antara dunia nyata dan dunia mimpi.

Lalu Anna bermimpi menjadi cicitnya, Nova, yang hidup di tahun 2082. Nova hidup di bumi yang sudah sangat rusak dan sulit menyembuhkannya lagi. Tahun 2082 banyak sekali spesies flora dan fauna yang punah; es di Antartika sudah mencair; Arab Saudi menjadi lautan pasir yang mustahil ditinggali. Semua ini, karena pemanasan global yang tak terkontrol sejak tahun 2012.

Suatu hari, Nova menuntut nenek buyutnya–Anna sendiri–untuk mengembalikan bumi seperti dulu lagi. Bumi yang indah tanpa pemanasan global dan kepunahan spesies flora dan fauna; bumi yang jika dilihat dari luar angkasa seperti kelereng berwarna biru dengan bercak-bercak hijau yang menyebar di dalamnya.

Anna yang sejak umur sepuluh tahun sudah sadar akan kerusakan lingkungan tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab untuk memenuhi permintaan cicitnya. Lalu ia mulai berencana untuk menyelamatkan 1001 jenis flora dan fauna yang ada di dunia.

Untuk menjalankan rencana “utopis” miliknya, Anna meminta bantuan pacarnya yang bernama Jonas. Mereka berdua mengumpulkan berbagai macam bacaan dan pengetahuan tentang flora dan fauna. Mereka juga mencari cara agar rencana ini tidak lagi menjadi rencana “utopis”.

Kekurangan Novel Dunia Anna

Cerita tentang Anna yang ingin memberikan tempat tinggal terbaik bagi generasi setelahnya memang menarik. Di saat remaja-remaja seumurannya sibuk dengan cinta monyetnya, Anna justru sudah memikirkan kehidupan cucu dan cicitnya. Namun sayang sekali, cerita yang menarik ini memiliki beberapa kekurangan di sana-sini.

Pertama, dan yang paling sangat terasa adalah kualitas terjemahan yang tidak konsisten: kadang bagus, kadang sangat membosankan. Beberapa bagian buku diterjemahkan dengan sangat baik sampai saya mengira buku ini ditulis ulang oleh penulis Indonesia yang hebat. Namun, di beberapa bagian yang lainnya sangat terlihat sekali terjemahan yang dipaksakan dan membuat cerita menjadi kaku.

Kesan kaku banyak saya temui dalam dialog antartokoh. Meskipun menggunakan diksi yang tidak baku, namun struktur kalimatnya masih menggunakan struktur kalimat bahasa Inggris. Pada akhirnya, saya harus merasa aneh dan tidak nyaman saat membaca dialog antartokoh. Selain itu, banyak pemilhan diksi yang tidak tepat dan hanya menguatkan kesan-kesan kaku dalam buku ini.

Kedua, ada bagian yang cukup sulit dipahami. Seperti dalam bab ke 17 di mana Nova bertemu dengan sekelompok orang yang sedang menebang pohon, lalu berbicara dengan salah satu dari kelompok itu. Di sana, perwakilan kelompok penebang pohon itu membicarakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Bab yang terlalu singkat ini kemudian diakhiri dengan ucapan “seandanya saya punya satu ton bensin dan sebuah gergaji bermotor, saya akan bisa menyelesaikan pekerjaan ini beberapa hari saja” dari si penebang pohon. Maksudnya apa? Entah lah, saya juga bingung.

Selanjutnya, ada juga beberapa hal yang kontradiktif dalam buku ini. Misalnya, fakta bahwa di tahun 2082 fosil dan minyak bumi sudah sangat jauh berkurang jumlahnya, namun teknologi juga sudah semakin maju.

*

Padahal kan, fosil dan minyak bumi jadi sumber utama penghasil energi yang dibutuhkan untuk menggerakan teknologi. Dari mana manusia di masa depan mendapatkan energi untuk teknologinya? Sayang sekali, Gaarder tidak menjelaskan apakah di masa depan manusia sudah menemukan energi alternatif atau teknologi canggih seperti yang menempel di dada Tony Stark.

Atau peraturan tentang izin membawa spesies yang terancam punah keliling dunia menggunakan mobil berwarna merah. Saya tidak habis pikir, kenapa spesies yang terancam punah justru dipamerkan pada banyak orang di seluruh dunia. Apa di masa depan istilah “kejadian di luar dugaan” atau “kecelakaan” sudah hilang dari kamus? Bisa saja, kan, mobil itu tiba-tiba mengalami kecelakaan di tengah jalan. Lalu spesies yang dibawanya mati dan punah. Atau mungkin juga ada orang jahat yang ingin menjadikan spesies itu sebagai koleksi pribadi.

Dalam buku ini juga diceritakan tentang tiga ekor pukang yang dibawa keliling dunia. Setahu saya, hewan yang terlalu lama berada di dalam mobl rawan menjadi stress dan mungkin dia bisa saja mati karena stress yang dideritanya. Dengan gambaran masa depan yang ada di dalam novel ini, harusnya ada cara lain yang lebih aman dan menarik untuk memperlihatkan pukang-pukang ini pada khalayak umum–lewat virtual reality mungkin? 

Mengisahkan tentang Kelestarian Lingkungan

Terlepas dari itu semua, saya pikir novel ini bisa menjadi awal yang bagus untuk membuat anak kita sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Dengan catatan, harus dibarengi dengan praktik menjaga lingkungan dalam skala kecil, misalnya membuang sampah pada tempatnya.

Kesadaran yang muncul sedari kecil sangat mungkin membentuk kebiasaan yang “ramah lingkungan” selama anak mendapatkan arahan yang tepat. Meskipun ada titel “filsafat” di cover-nya, tidak menjadikan buku ini masuk ke dalam kategori “buku yang bikin ngantuk” dan “bahasanya tingkat tinggi”. Singkatnya, Dunia Anna adalah novel yang ramah anak.