Sudah penasaran dengan lanjutan dari “Wisata Esai bersama Muhidin M. Dahlan” di bagian pertama? Mari baca lanjutannya.

Tema dan Topik Esai

Setelah ruangan tentang pengertian esai, selanjutnya ada ruangan tentang tema dan topik esai. Gus Muh seperti ingin menyumpal mulut-mulut penulis pemula yang selalu mengeluh karena kebingungan menentukan tema dan topik tulisannya. Mungkin beliau jengkel, karena sebenarnya banyak sekali yang bisa dijadikan tema dan topik oleh kita. Semisal politik, ideologi, energi, pendidikan, hukum, dan apa saja yang bisa mengandung inti dari sebuah esai.

Enggak tanggung-tanggung, Gus Muh bahkan menyebutkan nama-nama penulis yang konsisten membahas tema dan topik tersebut dalam esainya. Bisa dikatakan Gus Muh menunjukan “jurusan” apa saja yang bisa kita pilih saat memutuskan menjadi seorang penulis, khususnya esais.

Sumber Esai

Lanjut ke ruangan tentang “sumur” untuk menimba sumber esai. Satu catatan penting dari Gus Muh yang masih saya ingat dari ruangan ini yaitu pembeda si produktif dan si mandul adalah penguasaan kata kunci saat menggunakan internet untuk sumber esai. Jika penulis menguasai si kata kunci ini, maka internet bisa membuat kita kaya pengetahuan, produktif, dan cepat dalam mengeksekusi sebuah esai. Namun tentu saja ini bukan hal yang mudah, maka dari itu beliau juga bilang bahwa kata kunci terkait erat dengan sistem berpikir juga kedisiplinan penulis.

Hemat saya, maksud sistem berpikir di sini adalah bagaimana kita menggali sumber untuk sebuah topik. Misalnya saat topik mie goreng vs mie rebus naik di media sosial, apa saja sih yang bakal kamu cari? Asal-usul mie goreng dan mie rebus; manfaatnya; kemasannya; dan seterusnya. Sementara disiplin maksudnya kita tidak boleh cepat menyerah. Karena berdasarkan pengalaman saya, mencari sumber untuk satu buah topik saja bisa lama sekali, belum harus baca satu per satu sumbernya.

Gaya Menulis

Ruangan selanjutnya adalah gaya menulis esai. Jika kamu merasa buntu atau bahkan merasa tulisanmu monoton, coba pahami apa yang dibicarakan Gus Muh di bab ini. Bayangkan, ada 16 pilihan gaya esai yang bisa kita pelajari. Nggak tanggung-tanggung, esai yang ditulis saat masa perang dunia kedua sampai dengan esai-esai yang ada di Mojok pun ia bahas. Saya jamin, kamu bakal menemukan banyak sekali gaya menulis esai di bab ini.

Judul Esai

Berikutnya, ruangan yang membahas tentang judul esai. Buat penulis pemula, membuat judul sama saja susahnya dengan menulis esai itu sendiri. Karena suka enggak suka, judul-lah yang jadi penentu tulisan kita bakal dilirik redaktur atau dibuang begitu saja. Di ruangan ini, kamu akan ditunjukkan banyak esai dengan berbagai macam judul yang bisa dicontoh-dikembangkan-ditulis ulang. Totalnya ada tiga belas gaya judul. Kira-kira cukup enggak tuh segitu?

Pembuka Esai

Setelah itu, lanjut ke ke pembuka esai. Selain judul, paragraf pembuka sebuah esai, saya kira, merupakan musuh bersama para penulis pemula. Saat berada dalam ruangan ini, sebaiknya pusatkan perhatianmu karena akan ada delapan jalan menyingkap esai yang dibahas oleh Gus Muh.

Isi

Selanjutnya masuk ke ruangan tentang tubuh sebuah esai, lengkap dengan masalah-masalah umum serta cara membuat tubuh esai lebih berisi. Meskipun enggak dijelaskan soal membangun argumen atau memaparkan penjelasan -yang merupakan kelemahan saya- saya pikir bagian ini nggak bisa dilewatkan begitu saja.

Penutup

Terakhir ada paragraf penutup esai. Banyak pembaca yang sering mengacuhkan bagian penutup. Padahal, sebenarnya penutup bisa menjadi inti esai, lho. Seperti Esainya Alm. Rusdi Mathari yang disebut oleh Gus Muh di bab penutup ini.

***

Buku ini sangat cocok dijadikan sebagai pintu menuju dunia esai. Karena setelah saya membaca buku ini, saya menyadari satu hal: saya enggak memiliki modal utama yang dibutuhkan oleh seorang penulis, yaitu: banyak membaca.

Dari seratusan judul esai yang disebutkan Gus Muh dalam buku ini, yang saya tahu mungkin hanya 5-10 judul saja, bahkan bisa jadi lebih sedikit lagi.

Di luar isinya, Gus Muh juga menuliskan setiap bab dengan cara yang enggak membosankan, enggak menggurui dan enggak berbelit-belit. Saya yang engak biasa baca buku pun jadi mudah memahaminya.

Akhir kata, selamat berwisata esai bersama Muhidin M. Dahlan.

Penulis: Gilang Oktaviana

Penyunting: Aunillah Ahmad