Salah satu fenomena yang populer di Indonesia pada saat ini adalah gerakan hijrah. Gerakan hijrah merupakan suatu gerakan yang mengajak orang-orang untuk hidup menjadi lebih Islami dan lebih mendekatkan diri kepada Allah. Gerakan hijrah ini banyak diminati dan diikuti oleh orang Indonesia, terutama para anak muda.

Kemunculan gerakan hijrah juga berpengaruh terhadap kehidupan di masyarakat, terutama dalam ranah kehidupan sosial. Gerakan hijrah di Indonesia pada saat ini telah berkembang menjadi sebuah tren sosial yang menarik perhatian banyak orang, khususnya para anak muda. Gerakan hijrah pada dasarnya membawa dampak positif untuk Indonesia, terutama untuk anak-anak muda.

Banyak anak muda yang berubah menjadi lebih Islami ketika mengikuti gerakan hijrah. Namun sayangnya perubahan tersebut hanya sebatas ritual dan simbolis saja. Contohnya seperti menjadi berjanggut, rajin salat berjama’ah, memakai celana cingkrang, dan lain sebagainya. Perubahan seperti itu memang bagus, namun kalau hijrah hanya sebatas  ritual dan simbolis saja, itu sangat problematis.

Itu sama saja dengan mempersempit makna dari hijrah. Dalam agama Islam, hijrah merupakan doktrin yang sangat penting dan maknanya sangat luas serta mendalam. Artinya kalau ingin berhijrah, maka harus mencakup seluruh aspek kehidupan kita. Berhijrah tidak hanya sebatas berpakain Islami dan rajin berubadah saja.

Maka apabila ingin melakukan hijrah,  paling tidak harus mencakup empat aspek. Apa aja sih? Check this out!

#1 Aspek Spiritual/Sufistik-Tasawuf

Inti hijrah pada aspek ini adalah pemurnian jiwa. Caranya seperti yang pernah diajarkan oleh Imam Ghazali, yaitu takhalli dan tahalli. Takhali artinya membersihkan hati dari sifat-sifat tercela. Kemudian dilanjutkan dengan tahalli, yang artinya adalah mengisi hati dengan sifat-sifat terpuji. Maka hijrah yang benar harus dimulai dari hati yang tulus dan ikhlas, bukan sekadar ikut-ikutan.

#2 Aspek Kultural

Dalam aspek ini, hijrah berarti mengakulturasi ajaran Islam yang datang dari negeri Arab dengan kebudayaan setempat, bukan malah sebaliknya. Hal tersebut tidak masalah, asalkan kebudayaan setempat tidak bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam. Sebagaimana yang dilakukan oleh para wali songo ketika mendakwahkan Islam di Indonesia.

 Mereka menggunakan kebudayaan yang ada di Indonesia sebagai sarana untuk berdakwah. Contohnya seperti berdakwah lewat pagelaran wayang. Dengan cara seperti itu, ajaran Islam akan lebih mudah diterima oleh masyarakat luas di berbagai tempat.

Dengan adanya kebudayaan, ajaran Islam akan lebih mudah untuk didakwahkan. Orang yang mengaku berhijrah tidak pantas mencela suatu kebudayaan, apalagi menganggap kalau budaya itu haram. Orang yang telah berkomitmen untuk hijrah harus bisa menghargai kebudayaan yang ada di Indonesia ini, sekaligus ikut melestarikannya.

#3 Aspek Filosofis

Hijrah pada aspek ini adalah membawa peradaban Islam dari keterbelakangan menuju kemajuan. Sebab, sebagian besar orang Islam bahkan negara Islam, pada saat ini sedang mengalami kemunduran dalam bidang keilmuan, contohnya dalam bidang sains dan teknologi. Artinya bahwa orang-orang Islam harus berhijrah dari kebodohan menuju kepintaran.

Maka berhijrah tidak hanya sekadar memperbaiki perilaku dan ibadah, tetapi juga ilmu. Bahkan ketika beribadah kita juga harus memiliki ilmu terlebih dahulu, tidak boleh hanya sekadar meniru dan bermodalkan niat saja. Selain itu jaran Islam juga melarang melakukan taqlid buta. Taqlid buta adalah mengikuti dan meniru pendabat orang lain tanpa mengetahui sumber dan alasannya.

#4 Aspek Sosial

Seseorang yang telah berkomitmen berhijrah harus dapat membumikan Islam dalam dirinya dan orang lain. Orang yang telah berhijrah tidak boleh hanya berpenampilan sesuai sunnah atau saleh secara ritual saja, tetapi juga harus saleh secara sosial. Jangan sampai setelah berhijrah, ibadah dan akhlak pribadi menjadi lebih baik tetapi tidak ada rasa kepedulian terhadap sesama.

Jangan sampai semakin baik ibadah kita, kita malah enggan untuk bersosialisasi karena takut tertular perilaku buruk orang-orang yang belum hijrah. Perbuatan seperti itu sangat keliru dan tidak baik. Orang yang telah berhijrah juga harus lebih rajin melakukan ibadah horizontal, contohnya seperti berbuat baik kepada orang lain, suka menolong, murah senyum, dan sedekah.

Itulah empat aspek yang harus terpenuhi ketika berkomitmen untuk hijrah. Empat aspek tersebut saya kutip dari bukunya Habib Husein Ja’far Al-Hadar yang berjudul “Tuhan Ada di Hatimu”. Bagaimana menurut kalian?

Penyunting: Halimah
Sumber gambar: kalam.sindonews.com