Sebelum mengenal lebih jauh dengan manisnya Iman, alangkah baiknya kita mencari tahu apa Arti Iman? Pengertian Iman dalam Al-Qur’an, yaitu membenarkan dengan penuh keyakinan bahwa Allah Swt. memiliki kitab-kitab yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul pilihan-Nya dengan kebenaran yang nyata dan petunjuk yang jelas. Sedangkan arti Iman dalam Hadits, yaitu pembenaran dalam batin. Nabi Muhammad SAW menyebutkan hal-hal lain sebagai Iman, yaitu seperti akhlak yang baik, bermurah hati, sabar, cinta Rasul, cinta sahabat, rasa malu, dan lain-lain.
Seseorang dapat dikatakan memiliki Iman yang sempurna apabila orang tersebut bisa memenuhi tiga unsur keimanan, yaitu membenarkan atau meyakinkannya dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan atau perbuatan.
Bagaimana Cara Merasakan Iman?
Seseorang akan merasakan manisnya Iman bermula ketika di dalam hatinya terdapat rasa cinta (mahabbah) yang mendalam kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya. Manisnya akan semakin dirasakan apabila seseorang berusaha untuk senantiasa menyempurnakan cintanya kepada Allah Swt, yaitu dengan memperbanyak amalan yang dicintai Allah Swt. dan menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan kecintaan Allah Swt.
Bukti Telah Merasakan Manisnya Iman?
Buktinya, ia akan selalu mengutamakan kecintaannya kepada Allah Swt. daripada mementingkan kesenangan dan kemegahan dunia, seperti bersenang-senang dengan keluarga, lebih senang tinggal di rumah ketimbang merespons seruan dakwah dan asyik dengan bisnisnya tanpa ada kontribusi sedikitpun terhadap perjuangan di jalan Allah Swt. Sebagaimana firman Allah Swt:
“Katakanlah: jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang- orang yang fasik” (QS. at-Taubah:24).
Secara rinci Allah Swt. Menyebut tantangan dan penghalang kecintaan terhadap Allah Swt. dalam surat at-Taubah tersebut. Termasuk di dalamnya adalah lingkungan tempat kita bergaul, alat komunikasi canggih yang dimiliki, hobi dan kesukaan atau sejenisnya. Nah, kalau semua itu lebih kita cintai dan kita pentingkan dibandingkan Allah Swt. berarti kita belum cinta kepada-Nya. Contohnya, saat kita sedang beraktifitas dunia, saat itu ada panggilan adzan berkumandang, apa yang kita lakukan? Di sini menentukan kuat-lemahnya kecintaan kita kepada Allah Swt.
Hal yang Mendatangkan Manisnya Iman
Ada hal-hal yang bisa kita lakukan yang dapat mendatangkan manisnya Iman. Syarat mendapatkan manisnya sesuatu adalah dengan mencintainya, maka barangsiapa yang mencintai sesuatu dan bergelora cintanya, ia akan merasakan manis, lezat, dan kegembiraan. Banyak sekali Hadits yang menyebutkan hal-hal yang dapat mendatangkan manisnya Iman, di antaranya seperti hadits: “Telah merasakan lezatnya Iman seseorang yang ridha Allah sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya” (HR. Muslim).
Hadits ini sangat agung maknanya, termasuk dasar-dasar Islam. Para ulama berkata: “Arti dari manisnya Iman adalah merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridha Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan ridha-Nya daripada kesenangan dunia, serta kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.”
Hadits lain: “Ada tiga hal yang barangsiapa berada di dalamnya ia merasakan manisnya keimanan; berinfak dari kekikiran, bersikap adil terhadap manusia dari dirinya, dan mengupayakan keselamatan (salam) bagi alam” (HR. Bukhari).
Hadits yang dibawakan oleh Ammar Ibn Yasir ra. tersebut di atas, juga menjelaskan tiga hal yang dapat mendatangkan manisnya Iman. Pertama, berinfak secukupnya, tidak berlebihan sehingga mengabaikan hak-hak lainnya, tetapi tidak juga kikir dengan hartanya.
Kedua, bersikap objektif, tidak menghalanginya untuk berbuat baik dan adil kepada manusia, walaupun ada kaitannya dengan kepentingan diri sendiri Misalnya, walaupun disakiti dan dizalimi oleh seseorang, tetapi tidak menghalanginya untuk memaafkannya dan tetap berbuat baik kepadanya.
Ketiga, menyebarkan manfaat dan kesejahteraan kepada seluruh alam semesta, memperjuangkan sesuatu demi kebaikan manusia dan seluruh makhluk lainnya, seperti aktif dalam kegiatan organisasi di masyarakat, sekolah, maupun kampus.
Editor: Nirwansyah
Gambar: Berani Hijrah Baik
Comments