Tersebut dalam sebuah riwayat, kalau ada seorang dusun yang tak memasukkan (mengikat) untanya, karena katanya bertawakal pada Tuhan. Nabi Muhammad saw tak setuju dengan perbuatan itu, kemudian Nabi saw bersabda, “Ikatlah dahulu untamu, barulah bertawakal.” (Riwayat ini dikutip Buya Hamka dalam salah satu great work-nya: Tasawuf Modern, saat menjelaskan Bab Tawakal).

Tawakal, adalah salah satu sikap yang harus dimiliki pribadi seorang muslim dalam menjalani hidup. Setiap muslim sepatutnya harus bertawakal pada Allah swt, sebab itu termasuk bagian dari sikap mengimani Allah swt sebagai Tuhan semesta alam.

Namun tawakal sendiri haruslah dipahami betul-betul. Buya Hamka dalam “Tasawuf Modern”-nya menjelaskan makna tawakal, 

“…yaitu menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar dan usaha kepada Tuhan semesta alam. Dia yang kuat dan kuasa, kita lemah dan tak berdaya.”

Jadi, tawakal merupakan sikap kepasrahan pada Allah swt. Namun, yang perlu diingat bahwa tawakal beda dengan sikap pasrah buta. Sebabnya, Buya Hamka juga menambahkan kata “ikhtiar dan usaha” saat menjelaskan pengertian tawakal. Sehingga kepasrahan pada Allah swt harus diiringi dengan ikhtiar, plus jangan lupa doa pada Allah swt juga.

Inilah kiranya makna dari riwayat sabda Nabi Muhammad saw, “Ikatlah dahulu untamu, barulah bertawakal.” Jadi, maksudnya, ya usaha dulu, plus iringi usaha itu dengan amalan dan doa. Baru itu bertawakal pada Allah swt, bahwa kita sudah melakukan tugas sesuai porsi seorang hamba, sisanya urusan Allah swt. Serahkan pada-Nya yang Maha Kuasa. 

3 Tanda Orang yang Benar-Benar Bertawakal

Ikhtiar dalam upaya tawakal, bisa berupa usaha-usaha dan juga bisa berupa mengamalkan amalan-amalan. Sebagaimana umum diyakini oleh kita sebagai muslim, kalau ada amalan-amalan atau bacaan-bacaan ayat al-Qur’an (termasuk tulisan-tulisan ayat al-Qur’an) untuk tolak bala, mematahkan guna-guna (santet dan sejenisnya), amalan melancarkan rejeki, dan lainnya. Yang demikian, sudah umum dalam masyarakat muslim Nusantara.

Asal bukan malah pakai jimat, pelet, atau minta bantuan dukun dan perbuatan sejenis ya, kalau ini lain lagi urusannya. Yang demikian, tak bisa lagi dibilang tawakal, sebab sudah agak menyimpang dari prinsip memasrahkan diri hanya pada Allah swt semata.

Qutb al-Irsyad Abdullah ibn Alawi al-Haddad dalam “Risalatul Mu’awanah” menjelaskan kalau ada 3 tanda orang yang benar-benar sudah bertawakal. 

Pertama, tak berharap kecuali pada Allah swt, sekaligus tak takut kecuali pada-Nya.

Jelas orang yang tawakal pasti hanya berharap pada Allah swt, dan tak akan berharap pada selain Allah swt. Orang yang tawakal yakin kalau Allah swt Maha Kuasa, sehingga satu-satunya tempat berpasrah hanyalah pada-Nya. Keyakinan ini juga membuat dirinya tak merasakan takut, kecuali hanya takut pada Allah swt.

Sebagaimana dalam perkataan yang sudah masyhur, “Jangan berkata, ‘Aku punya masalah besar.’ Namun, katakanlah pada masalah, ‘Aku punya Tuhan yang Maha Besar.”

Kedua, hatinya tetap tenang dan bening, baik di saat ia membutuhkan sesuatu ataupun di saat kebutuhannya itu telah tercapai.

Tawakal akan membawa diri pada sikap Qana’ah. Kata Buya Hamka, “Di dalam Qana’ah sebagaimana kita nyatakan di atas tersimpullah tawakal….” Qana’ah sendiri dalam term Buya Hamka mengandung 5 perkara: Pertama, menerima dengan rela akan apa yang ada. Kedua, memohonkan pada Tuhan tambahan yang pantas dan berusaha. Ketiga, menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan. Keempat, bertawakal kepada Tuhan. Kelima, tidak tertarik oleh tipu-daya dunia.

5 perkara itu akan membawa orang yang qana’ah meraih bahagia. Hati tenang dan bening. Dan semua itu juga dapat dicapai lewat jalan tawakal pada Allah swt. Sebabnya dalam qana;ah tersimpul tawakal. Jadi, ketika seorang benar-benar tawakal pada Allah swt, sikap itu akan membawa pada kebahagiaan–ketenangan hidup. Tak risau dengan dunia, sebab yakin bersama Allah swt (dalam amal agama) lebih baik.

Ketiga, hatinya tak pernah terganggu, meskipun dalam situasi yang paling mengerikkan sekalipun.

Sebab keyakinan akan pertolongan Allah swt yang Maha Kuasa pasti akan membawa diri pada rasa aman dari segala marah bahaya. Tentu, sikap itu juga harus dibarengi dengan ikhtiar plus doa juga.

Demikian 3 tanda dalam diri orang yang sudah benar-benar tawakal pada Allah swt. Atau, bisa juga dibilang orang yang tawakalnya pada Allah swt sudah baik. Kita (termasuk saya), mungkin, belum sampai di tahap itu. Namun, sebagai hamba-Nya, kita berharap  semoga bisa menjadi hamba yang benar-benar bertawakal pada Allah swt.