Hampir tak ada hari yang terlewati tanpa mendengarkan lagu karya Ahmad Dhani. Melalui berbagai grup musik yang dibesutnya, sosok yang cukup kontroversional ini menghasilkan karya yang diakui kualitasnya oleh para pencinta musik di Indonesia.

Ahmad Dhani sebagai musisi sudah menghasilkan karya yang sulit dihitung jari. Ia menciptakan banyak lagu populer di kalangan pencinta musik maupun masyarakat biasa. Selain itu, Dhani juga banyak mempopulerkan penyanyi baru. Tentu saja karya terbaiknya ada ketika dia bermain bersama Dewa 19, grup band yang sudah menjadi legenda di Indonesia.

Terkenal dengan kaya akan refrensinya, Dhani sangat berpengaruh terhadap karya yang diciptakan baik saat bersama Dewa 19 maupun diberbagai karya pribadinya. Dhani tampak memiliki ketertarikan khusus terhadap musik-musik klasik.

Dari sekian banyak album yang diluncurkan, Dhani juga sering membawakan beberapa musik klasik saat sedang manggung ataupun didalam album yang ia produksi. Tak sekedar izin kepada pemilik lagunya, Dhani pun tak segan untuk membeli beberapa karya musisi tersebut agar bisa ia gunakan sesuka hatinya.

Salah satu pembelian terbesar yang dilakukan Dhani yakni lagu Musthapa dari band Queen. Alasannya membeli lagu ini tentu supaya bisa lebih leluasa memainkan Musthapa saat manggung. Pembelian ini dilakukannya bersama band TRIAD pada 2009. Agar berbeda, Dhani memberikan warna baru berupa distorsi dan unsur modern dari versi aslinya yang cenderung klasik nan megah.

Selain membeli musik dari musisi ternama, Ahmad Dhani juga tak jarang membeli karya-karya dari para seniman kecil yang ada di Indonesia. Lagu yang didapat dari seniman tersebut kemudian diaransemen kembali menjadi karya milik Ahmad Dhani.

Jika kalian pernah mendengarkan lagu dengan intro “neng neng nong nang neng nong” maka perlu kalian ketahui bahwa lagu tersebut telah dibeli dan diaransemen Dhani dari seorang penjual roti bernama M. Ridho yang pada saat itu mengikuti audisi Indonesia Idol 2012. Dengan kreatifitasnya Dhani berhasil mengubah lagu yang bahkan tidak dikenal banyak orang menjadi lagu yang sangat fenomenal.

Secara umum pembelian karya dalam hal ini adalah lagu yang dimana telah diatur dalam undang-undang permusikan tentang persetujuan yang dilakukan secara tertulis dan saling menguntungkan antara pencipta lagu sebelumnya dengan pembeli. Karya musik yang sudah dibeli dan diaransemen harus memuat paling sedikit informasi mengenai pemain, komposer, label rekaman, dan tanggal rilis.

Itulah bagaimana cara Ahmad Dhani mengakuisisi hak cipta lagu. Dengan kemampuan finansialnya, ia bisa melewati persoalan-persoalan terkait royalti dan legalitas lagu dengan mudah. Namun persoalannya, tidak semua orang yang hidupnya bergantung pada alunan lagu-lagu dapat berlaku seperti Dhani. Mereka tak punya kemampuan finansial semapan itu.

Adalah kabar baik ketika Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang pengelolaan royalti hak cipta lagu atau musik. Bagi para pemusik dan pencipta lagu, ini adalah angin segar.

Berdasarkan peraturan tersebut, pihak yang wajib membayar royalti saat memutar lagu dalam betuk layanan publik yang bersifat komersial seperti restoran dan kafe akan dikenakan tarif royalti berdasarkan tiap kursi pertahun dengan besaran harga sebesar Rp.60.000 untuk royalti pencipta maupun royalti hak terkait.

Masalahnya, walaupun nominalnya terlihat cukup kecil, tidak mungkin semua restoran dan kafe mampu membayarkan royalti tersebut. Karena hal ini akan mempengaruhi anggaran yang sudah direncanakan sejak awal. Belum lagi harus mengeluarkan dana untuk membayar royalti yang di mana hal itu akan menambah pengeluaran bagi para pemilik usaha.

Jadi intinya, peraturan tentang membayar royalti kepada musisi sungguh merupakan kabar baik bagi kemajuan dunia permusikan Indonesia. Namun semoga lebih ditekankan pada pengusaha besar, karena tidak semua pelaku usaha terutama usaha-usaha kecil mampu membayarkan royalti, meski nampak tak seberapa.