Momen lebaran memang terjadi satu tahun sekali. Hal ini juga tak luput dari antusias masyarakat yang merayakannya. Bagaimana tidak, dari H- sekian sebelum lebaran saja, banyak orang-orang yang memenuhi story-nya (baik di Instagram hingga WA) dengan beragam persiapan menjelang lebaran. Ada yang membeli baju lebaran, membuat kue lebaran, jajanan lebaran, atau hidangan yang akan dimakan ketika lebaran (memasak ketupat, membuat bakso, dan menyembelih ayam salah satunya).

Ada juga yang sibuk kirim-mengirim hampers lebaran, bahkan pro-kontra antara kaum yang bisa mudik dengan yang terpaksa tidak bisa mudik.

Lebaran memang selalu menimbulkan beragam fenomena. Perkaranya sudah bukan kaleng biskuit berisi rengginang lagi. Namun, lebih kompleks dan random. Oke, tapi saya tidak akan banyak menguraikan mengenai hal ini. Kembali mengenai antusiasme masyarakat (muslim) dalam merayakan lebaran, salah satunya juga terwujud dengan berkeliarannya story-story yang berisi foto, baik bersama keluarga, pasangan, atau foto sendiri. Hal yang menarik dari foto-foto yang bertebaran ini tentunya outfit atau baju lebaran.

Baju Lebaran

Baju lebaran bagi mayoritas kaum muslim memang seolah menjadi kebutuhan primer yang harus dibeli, terutama bagi yang memiliki kecukupan uang untuk membelinya. Seolah menjadi ajang fashion show, baju lebaran sangat erat kaitannya dengan foto-foto yang bertebaran di story-story WA. Mari kita lihat di story-story WA rekan kita, beraneka warna dan model-model baju bertebaran (terutama di hari pertama Idul Fitri).

Kita bisa melihat keluarga yang mampu dan kompak memakai baju yang seragam, atau yang tidak seragam namun stylish. Ada juga yang memakai baju koko dengan merk tertentu, baju muslim dengan beragam warna. Bagi anak-anak dari orang yang cukup mampu, bahkan sangat mampu, mereka bisa memiliki baju lebaran (baru) lebih dari satu atau dua pasang. Satu baju untuk hari pertama, baju lainnya untuk ke sanak-saudara di hari kedua atau ketiga.

Fenomenologi ini sudah bukan hal mengherankan lagi. Sebab, hal ini sangat wajar terjadi di Indonesia. Namun, semakin ke sini saya rasa baju lebaran bukan lagi hal sakral yang harus dibeli menjelang hari raya. Saya pikir tidak perlu wajib membeli baju baru setiap lebaran (menurut saya, terserah bagaimana pendapat kalian). Saya berpikir demikian bukan tanpa alasan. Barang tentu, banyak alasan yang dipengaruhi pula oleh fase sehingga saya berpikir demikian.

Menurut saya, memang hari raya Idul Fitri itu momen yang sakral dan harus dipersiapkan dan disambut dengan sebaik-baiknya, termasuk menyiapkan outfit khusus yang baru. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya usia, menurut saya outfit sopan dan sesuai dengan aturan kaum muslim masih bisa digunakan untuk merayakan hari raya. Tidak melulu harus baru.

“Baju Kebangsaan”

Selain itu pernah tidak sejenak saja, tidak perlu terlalu dalam. Sebab saya juga tidak ingin dikatakan sok iyes. Apa kita pernah berpikir tidak semua orang seberuntung kita untuk bisa memiliki baju baru di hari raya, bahkan ada yang kesulitan untuk makan, atau yang mati-matian berjuang seperti warga Palestina. Jadi, saya rasa baju baru memang tidaklah wajib untuk harus dibeli di hari raya Idul Fitri. Bukan berarti saya melarang, bukan tidak boleh membeli baju baru, tetapi tidak harus membeli baju baru.

Saya semakin yakin bahwa baju baru untuk hari raya itu bukan suatu kewajiban tatkala saya menemukan sebuah kejadian secara tidak sengaja. Seperti adat yang ada, di hari pertama lebaran aneka foto perayaan dan ucapan Idul Fitri bertebaran dengan baju baru. Barangkali mereka telihat cantik-cantik dan tampan-tampan dengan baju lebarannya itu.

Namun, tidak dapat dimungkiri bahwa kita hanya memakai baju lebaran tersebut dalam hitungan jam saja. Paling-paling baiknya dari pagi hingga sore, atau bisa jadi hanya dipakai dari salat Id kemudian foto keluarga, bersilaturahmi ke tetangga (bila yang tidak terhalang larangan mudik dan yang menyertainya), setelah itu berganti baju.

Tentu dengan “baju kebangsaan” sehari-hari, yaitu daster, kaos oblong dengan pasangannya celana kolor, atau kalau sudah sore paling-paling sebagian kaum perempuan berganti dengan baby doll.

Saya jadi berfikir kemudian, semahal apa pun baju labaran kita, sekeren apa pun, bahkan yang harus sarimbitan segala dengan anggota keluarga, mohon maaf, tidak dapat menggantikan kenyamanan kita dengan baju kebangsaan sebagaimana disebutkan sebelumnya.

***

Apabila memasak, bau bawang, bau asap, dan sebagainya apakah kita mau mengenakan baju lebaran? Kemudian, memang tidak gerah berjam-jam memakai baju ribet yang fotonable itu? Belum lagi, apabila mencuci piring atau mencuci baju dengan baju-baju lebaranmu yang baru itu?

Bahkan, untuk tidur saja, saya pikir akan lebih nyaman memakai baju kebangsaan kita, yaitu baju sehari-hari. Jadi, memang pada dasarnya sesuatu yang mewah dan nampak menawan untuk dipamerkan akan tetap kalah dengan yang membuat nyaman dan bisa membersamai sehari-hari.

Editor: Nirwansyah

Gambar: RCTI+