Siapa yang tidak tahu kisah cinta Laila dan Majnun?

Iya, kisah tersebut berasal dari tanah Arab yang kemudian diabadikan dengan tulisan oleh Nezami Ganjavi dari Persia. Laila dan Majnun adalah pasangan muda-mudi yang saling mencintai. Namun, cinta mereka terhalang oleh restu ayah Laila. Ayah Laila yang berasal dari keluarga terpandang tidak mau menikahkan Laila dengan Majnun karena menganggap Majnun yang hanya berasal dari keluarga biasa akan merusak martabat tinggi keluarga Laila. Laila kemudian dinikahkan dengan orang lain dan Majnun pergi ke hutan belantara. Majnun pun dikenal karena kisah cintanya yang tragis dan puisi-puisi indah yang ia buat untuk Laila.

Dalam dunia sufi, kisah Laila dan Majnun seringkali dijadikan metafora seorang hamba yang mencintai Tuhan. Ketika seseorang telah mencintai Tuhan dengan utuh, maka apapun yang dilihatnya di alam ini mengingatkannya pada Tuhan. Di setiap ukiran alam semesta, terdapat tanda-tanda Tuhan dan kasih sayang Tuhan di sana.

Fokus: Belajar dari Kisah Cinta Laila Majnun

Ada sebuah potongan kisah cinta dari Majnun yang tergila-gila kepada Laila.

Suatu ketika, ada anjing dari kampung Laila yang lewat di depan Qais (nama asli Majnun). Qais kemudian mengikuti anjing tersebut karena berharap dengan mengikuti anjing itu, ia akan bertemu Laila. Di tengah perjalanan, Qais melewati sekelompok orang kampung yang sedang melaksanakan salat. Anjing tersebut melewati masjid. Tetapi, Qais tidak melihat orang-orang yang sedang salat tersebut karena fokus mengejar anjing. Setelah Qais pulang, orang-orang yang tadi salat marah-marah kepada Qais.

“Wahai Qais, tadi engkau melewati kami yang sedang salat. Kenapa engkau tidak ikut salat dengan kami? Kok kamu tidak melihat kita sedang salat, kamu lewati saja?”

“Demi Allah, saat kalian sedang salat berjamaah, aku tidak melihat kalian.”

Hal demikian disebabkan hati Qais (Majnun) hanya fokus pada anjing dan yang dia cintai Laila. Ia berharap anjing tersebut bisa mempertemukannya dengan Laila. Kemudian Qais berkata

“Bila kalian benar-benar cinta pada Allah, sebagaimana diriku cinta pada Laila, pasti kalian tidak melihat aku. Padahal kalian sedang berbicara dengan Allah tetapi mengapa kalian masih bisa memperhatikan diriku. Aku saja yang mengejar anjing kepunyaan Laila pujaan hatiku sama sekali tidak melihat kalian.”

***

Begitu dalam sindiran Majnun terhadap orang-orang tersebut. Iya, orang-orang tersebut adalah gambaran kita yang sering kali lupa terhadap Allah. Bahkan, ketika kita menghadap Allah langsung dalam sholat, hati kita tidak berada di sana. Hanya raga yang menghadap, jiwa kita terbang memikirkan dunia.

Cinta adalah relasi paling agung yang pernah dikenal dalam sejarah peradaban manusia. Pepatah mengatakan “tak kenal maka tak sayang”. Begitu pula dengan mencintai Tuhan, maka terlebih dahulu kita harus mengenalnya. Bagaimana seseorang dapat mencintai jika tidak mengenal siapa yang dia cintai? Jika kita mencintai seseorang karena kebaikannya, bagaimana kita tidak mencintai Tuhan yang Maha Baik? Jika kita mencintai seseorang karena kecantikannya, bagaimana kita tidak mencintai Tuhan yang Maha Indah dan Pemilik segala keindahan? Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak mulai belajar mengenal dan mencintai Tuhan.

Penulis: Furhatul Khoiroh Amin

Penyunting: Aunillah Ahmad